Sejarah modal promosi wisata

Jum'at, 22 Februari 2013 - 10:47 WIB
Sejarah modal promosi wisata
Sejarah modal promosi wisata
A A A
Sejarah, museum, dan arkeologi. Jika masyarakat ditanya tentang ketiga hal tersebut, maka jawaban yang didapat yaitu kuno,bosan, seram, dan mengantuk. Sikap masyarakat yang terkesan tidak peduli terhadap sejarah dan budaya sendiri tampak memprihatinkan.

Menurut Peneliti Komunitas Agus W Soehadi, sekarang ini ada kecenderungan masyarakat mulai melupakan sejarah. Maka perlu diciptakan gerakan untuk mencegah terlupakannya sejarah dan budaya Indonesia.

”Gerakan ini tidak dapat dijalankan satu pihak. Masing-masing pihak harus dihubungkan melalui panggung yang menarik sehingga dapat berinteraksi secara intens,” ungkap Agus dalam National Marketing Conference, Interconnectivity Marketing, di Jakarta, Kamis 14 Februari 2013.

Ketua Komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali tampaknya paham pentingnya konsep ini. Dia mengemas perjalanan napak tilas sejarah dengan program yang menarik. ”Belajar tentang sejarah akan lebih efektif jika dijelaskan langsung di tempat bersejarah tersebut,” kata Asep.

Dia memperkenalkan sejarah dan budaya Indonesia kepada masyarakat melalui cara yang interaktif.
Salah satu program yang baru-baru ini diadakan yaitu Night at The Museum bertajuk ”Sensasi Petualangan Malam di Gedung Bekas Rumah Sakit Tionghoa Zaman Belanda”.

Program ini terselenggara atas kerja sama dengan Museum Bank Indonesia (BI). Peserta yang mengikuti program ini merupakan anggota KHI yang telah diseleksi. Program-program itu dapat berjalan karena melibatkan berbagai lapisan masyarakat.

Dalam program tersebut ada unsur pengembangan konsep marketing dengan memberikan pengetahuan sejarah sekaligus membangun hubungan baik dengan konsumen (masyarakat). Dengan hubungan yang terjalin baik dan publikasi dari media menjadikan KHI akrab di telinga masyarakat.

Baru-baru ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (Kemenparekraf) melalui program Destination Management Organization (DMO) mencanangkan kawasan Kota Tua sebagai ikon pariwisata Ibu Kota.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta rencananya akan merevitalisasi 134 bangunan peninggalan Belanda tanpa mengubah bentuk asli yang berada di kawasan tersebut.

Dengan mengusung Creative Public Space,Kawasan Kota Tua Jakarta dipromosikan sebagai kawasan sejarah, budaya, bisnis, dan tujuan wisata. Kota tua selanjutnya akan dikembangkan menjadi destinasi unik percampuran urban, modern, dan megapolitan.

Di dalamnya dilengkapi dengan museum terbuka, bangunan cagar budaya, dan pemacu industri kreatif.

Dalam konteks pemacu industri kreatif,Kota Tua akan dikembangkan sebagai pusat kreativitas dan pendorong industri kreatif kepada usaha kecil menengah (UKM) untuk mengembangkan usahanya. Tentu saja hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengenang sejarah bangsa.

Awal Februari lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok mulai menata pedagang kaki lima (PKL) di Kota Tua.

Menurut Ahok, sekitar 260 PKL akan ditempatkan di empat kluster dengan tiga jenis dagangan berbeda. Tujuannya agar titik-titik potensial seperti Museum Fatahillah bisa menarik wisatawan.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5661 seconds (0.1#10.140)