KPK telaah laporan dugaan korupsi Gubernur Sultra
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan kepastian bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan masyarakat Kendari tentang sumbangan liar dari pihak ketiga yang dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam.
Juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan, KPK saat ini sedang melakukan proses telaah dan menelusuri laporan dan bukti-bukti yang sudah dimasukan. "Laporan yang masuk ke dumas KPK pasti ditindaklanjuti," kata Johan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (20/2/2013).
Johan pun mengakui, pihaknya sedang mendalami isi dari peraturan SPK sendiri untuk mengetahui apakah bentuknya sumbangan atau pungutan.
Sebagai catatan, pada tahun 2010 Mendagri pernah mencabut 2000 Perda dan Pergub terkait sumbangan pihak ke tiga. Dasar pencabutan itu karena Sumbangan pihak ketiga nilainya tidak boleh ditentukan dan tidak boleh berlaku secara rutin.
Jika nilainya ditentukan dan berlaku secara rutin maka itu sudah berisi paksaaan dan bukan lagi sumbangan.
Pada perkara sama, Senin (18/2/2013) kemarin, terjadi bentrok antara mahasiswa dan masyarakat dengan Polisi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Peristiwa itu dituding sejumlah pihak lantaran KPK tidak kunjung menindaklanjuti laporan dugaann korupsi yang dilakukan Gubernur Nur Alam.
Bentrok antara mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Sultra (ARMST) dengan polisi ini mengakibatkan tiga mobil plat merah terbakar dan 15 mahasiswa dan warga ditangkap.
"Lambannya penyikapan KPK terhadap pengaduan berikut berbagai barang bukti yang sudah dilakukan berkali-kali sejak 2010 mengenai dugaan korupsi Gubernur Nur Alam melahirkan pertanyaan sekaligus kemarahan masyarakat dan mahasiswa," terang Ketua BEM Universitas Haluoleo Kendari, Syawal Riyaman, Senin malam (18/2/2013).
Laporan korupsi yang dimaksud adalah korupsi yang dilakukan Gubernur Nur Alam dengan modus pungutan liar (Pungli) dengan kedok Sumbangan Pihak Ketiga (SPK) yang berlaku sejak 2010 melalui Pergub No 8/2010. Ditaksir dana Rp 2 triliun tiap tahun didapat dari pungli ini.
Kendati demikian, Gubernur Sultra, Nur Alam sendiri telah membantah melakukan pungli. Menurutnya, pemerintah memungut sumbangan pihak ketiga (SPK) sesuai Peraturan Gubernur Nomor 8 tahun 2010.
Ia mengatakan, SPK yang selama beberapa hari ini menjadi sorotan masyarakat, telah diatur dalam undang-undang. Terkait pergub yang dikeluarkan, hanya merupakan tindak lanjut dari peraturan yang sudah ada sejak tahun 1983 pada massa kepemimpinan Gubernur Khaemuddin.
"Memang benar kami buatkan dalam pergub, namun setelah peraturan dari Mendagri turun, maka kami cabut pergub tersebut. Tetapi SPK tetap diberlakukan asal tidak menentukan tarif, melainkan sesuai dengan kesepakatan yang juga sudah ada MoU-nya," kata Nur Alam.
Juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan, KPK saat ini sedang melakukan proses telaah dan menelusuri laporan dan bukti-bukti yang sudah dimasukan. "Laporan yang masuk ke dumas KPK pasti ditindaklanjuti," kata Johan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (20/2/2013).
Johan pun mengakui, pihaknya sedang mendalami isi dari peraturan SPK sendiri untuk mengetahui apakah bentuknya sumbangan atau pungutan.
Sebagai catatan, pada tahun 2010 Mendagri pernah mencabut 2000 Perda dan Pergub terkait sumbangan pihak ke tiga. Dasar pencabutan itu karena Sumbangan pihak ketiga nilainya tidak boleh ditentukan dan tidak boleh berlaku secara rutin.
Jika nilainya ditentukan dan berlaku secara rutin maka itu sudah berisi paksaaan dan bukan lagi sumbangan.
Pada perkara sama, Senin (18/2/2013) kemarin, terjadi bentrok antara mahasiswa dan masyarakat dengan Polisi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Peristiwa itu dituding sejumlah pihak lantaran KPK tidak kunjung menindaklanjuti laporan dugaann korupsi yang dilakukan Gubernur Nur Alam.
Bentrok antara mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Sultra (ARMST) dengan polisi ini mengakibatkan tiga mobil plat merah terbakar dan 15 mahasiswa dan warga ditangkap.
"Lambannya penyikapan KPK terhadap pengaduan berikut berbagai barang bukti yang sudah dilakukan berkali-kali sejak 2010 mengenai dugaan korupsi Gubernur Nur Alam melahirkan pertanyaan sekaligus kemarahan masyarakat dan mahasiswa," terang Ketua BEM Universitas Haluoleo Kendari, Syawal Riyaman, Senin malam (18/2/2013).
Laporan korupsi yang dimaksud adalah korupsi yang dilakukan Gubernur Nur Alam dengan modus pungutan liar (Pungli) dengan kedok Sumbangan Pihak Ketiga (SPK) yang berlaku sejak 2010 melalui Pergub No 8/2010. Ditaksir dana Rp 2 triliun tiap tahun didapat dari pungli ini.
Kendati demikian, Gubernur Sultra, Nur Alam sendiri telah membantah melakukan pungli. Menurutnya, pemerintah memungut sumbangan pihak ketiga (SPK) sesuai Peraturan Gubernur Nomor 8 tahun 2010.
Ia mengatakan, SPK yang selama beberapa hari ini menjadi sorotan masyarakat, telah diatur dalam undang-undang. Terkait pergub yang dikeluarkan, hanya merupakan tindak lanjut dari peraturan yang sudah ada sejak tahun 1983 pada massa kepemimpinan Gubernur Khaemuddin.
"Memang benar kami buatkan dalam pergub, namun setelah peraturan dari Mendagri turun, maka kami cabut pergub tersebut. Tetapi SPK tetap diberlakukan asal tidak menentukan tarif, melainkan sesuai dengan kesepakatan yang juga sudah ada MoU-nya," kata Nur Alam.
(kri)