Pemerintah gagal perbaiki kualitas layanan kesehatan
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat kesehatan Universitas Gajah Mada (UGM), Prof dr Siswanto Agus Wilopo menilai, pemerintah selalu saja miss communication dalam memprediksi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Kesalahan komunikasi pemerintah tersebut, tidak hanya terjadi pada kebutuhan fasilitas kesehatan saja, tapi juga pada kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM).
"Saya melihat, jika pemerintah menggampangkan segala sesuatunya. Padahal, dengan penjaminan kesehatan yang murah meriah model BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) tersebut, nantinya mampu menimbulkan moral dengan terjadinya lonjakan jumlah pasien," ucapnya saat ditemui di Fakultas Kedokteran (FK) UGM, di Yogyakarta, Rabu (20/2/2013).
Siswanto menegaskan, kesalahan komunikasi pemerintah tersebut, berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Menurutnya, dengan fasilitas seadanya, maka pelayanan kesehatan justru menjadi bencana, seperti kasus kematian salah satu bayi kembar yang terjadi di Jakarta.
Karenanya, pemerintah sejak awal seharusnya mampu berpikir secara tepat dan cermat. Baginya, kesehatan masyarakat bisa disimulasi berdasarkan perhitungan yang ada saat ini.
"Namanya sakit itu memang tidak bisa diprediksi, tapi kan bisa dikira-kira. Misalnya saja untuk penjaminan kesehatan ibu dan anak, bisa melihat dari perhitungan angka kelahiran bayi. Kalau satu tahun rata-rata 20 bayi lahir per 1000 angka kehamilan, bisa diperkirakan kebutuhan pelayanan kesehatannya, persiapan infrastuktur, berapa biaya dan SDM yang diperlukan," paparnya.
Ditegaskan Siswanto, semua hal bisa direncanakan dan dipersiapkan. Hanya saja, untuk melakukan semua itu dibutuhkan komitmen dari pemerintah sendiri dalam menyusun kebijakan.
Kesalahan komunikasi pemerintah tersebut, tidak hanya terjadi pada kebutuhan fasilitas kesehatan saja, tapi juga pada kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM).
"Saya melihat, jika pemerintah menggampangkan segala sesuatunya. Padahal, dengan penjaminan kesehatan yang murah meriah model BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) tersebut, nantinya mampu menimbulkan moral dengan terjadinya lonjakan jumlah pasien," ucapnya saat ditemui di Fakultas Kedokteran (FK) UGM, di Yogyakarta, Rabu (20/2/2013).
Siswanto menegaskan, kesalahan komunikasi pemerintah tersebut, berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Menurutnya, dengan fasilitas seadanya, maka pelayanan kesehatan justru menjadi bencana, seperti kasus kematian salah satu bayi kembar yang terjadi di Jakarta.
Karenanya, pemerintah sejak awal seharusnya mampu berpikir secara tepat dan cermat. Baginya, kesehatan masyarakat bisa disimulasi berdasarkan perhitungan yang ada saat ini.
"Namanya sakit itu memang tidak bisa diprediksi, tapi kan bisa dikira-kira. Misalnya saja untuk penjaminan kesehatan ibu dan anak, bisa melihat dari perhitungan angka kelahiran bayi. Kalau satu tahun rata-rata 20 bayi lahir per 1000 angka kehamilan, bisa diperkirakan kebutuhan pelayanan kesehatannya, persiapan infrastuktur, berapa biaya dan SDM yang diperlukan," paparnya.
Ditegaskan Siswanto, semua hal bisa direncanakan dan dipersiapkan. Hanya saja, untuk melakukan semua itu dibutuhkan komitmen dari pemerintah sendiri dalam menyusun kebijakan.
(maf)