Komisi I DPR akui mengurangi kebebasan pers
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengakui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara akan mengurangi kebebasan pers. Pasalnya, RUU itu akan berbenturan dengan UU tentang keterbukaan informasi publik (KIP).
"Iyah itu benar (akan mengurangi kebebasan pers). Itu juga akan berbenturan dengan UU KIP," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu kepada Sindonews, Rabu (20/2/2013).
Maka itu, spekulasi yang beredar terkait disahkannya RUU tersebut akan mengurangi informasi yang didapat oleh publik. Dia juga mengatakan hal tersebut betul adanya.
"Karena berbenturan dengan informasi publik," tandasnya.
Sekadar informasi, dalam RUU Rahasia Negara yang menjadi aspek rahasia ialah informasi, benda, dan aktivitas yang dapat membocorkan rahasia negara.
Dalam hal ini, pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, proses penegakan hukum, ketahanan ekonomi nasional, persandian negara, intelijen dan pengamanan aset vital negara.
Dalam RUU tersebut juga dituliskan bahwa sengketa rahasia negara bisa diajukan ke dewan keamanan. Untuk mereka yang melanggar terancam hukuman tujuh tahun penjara atau denda Rp500 juta hingga Rp1 miliar.
"Iyah itu benar (akan mengurangi kebebasan pers). Itu juga akan berbenturan dengan UU KIP," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu kepada Sindonews, Rabu (20/2/2013).
Maka itu, spekulasi yang beredar terkait disahkannya RUU tersebut akan mengurangi informasi yang didapat oleh publik. Dia juga mengatakan hal tersebut betul adanya.
"Karena berbenturan dengan informasi publik," tandasnya.
Sekadar informasi, dalam RUU Rahasia Negara yang menjadi aspek rahasia ialah informasi, benda, dan aktivitas yang dapat membocorkan rahasia negara.
Dalam hal ini, pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, proses penegakan hukum, ketahanan ekonomi nasional, persandian negara, intelijen dan pengamanan aset vital negara.
Dalam RUU tersebut juga dituliskan bahwa sengketa rahasia negara bisa diajukan ke dewan keamanan. Untuk mereka yang melanggar terancam hukuman tujuh tahun penjara atau denda Rp500 juta hingga Rp1 miliar.
(mhd)