Ancaman non militer perlu diwaspadai

Selasa, 19 Februari 2013 - 17:42 WIB
Ancaman non militer...
Ancaman non militer perlu diwaspadai
A A A
Sindonews.com - Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementrian Pertahanan, Pos M Hutabarat meminta semua pihak untuk mewaspadai ancaman non militer. Hal tersebut dinilai lebih berbahaya bagi pertahanan bangsa dan keutuhan NKRI.

"Pada masa depan ancaman militer itu berkurang, yang banyak itu ancaman nonmiliter, misalnya ancaman cyber, virus yang bisa menghancurkan bangsa dan ideologi kita," kata Pos M Hutabarat dalam seminar Pembangunan Karakter dan Pertahanan Negara di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Selasa (19/2/2013).

Ia menambahkan, ancaman dari segi non militer yang negara hadapi saat ini diantarnya kejahatan cyber, bencana alam hingga bencana sosial seperti gaya hidup konsumerisme masyarakat.

"Bencana non militer saat ini justru menjadi hal yang perlu diwaspadai. Bencana-bencana tersebut bisa menghancurkan bangsa bahkan ideologi kita," terangnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, para taruna Akmil ini diberi penekanan bahwa ancaman militer tanggung jawab mereka, ancaman non militer mereka ikut terlibat jika terjadi depkalasi yang bisa menghancurkan seluruh bangsa.

Selain itu, jika terjadi bencana juga merupakan bagian tugas militer yang disebut dengan operasi militer bukan perang. "Jadi terjadi bencana tsunami, banjir, bahkan bencana sosial, juga menjadi bagian tugas militar untuk menanganinya," paparnya.

Oleh karena itu, imbuhnya, dalam kurikulum pendidikan akademi militer saat ini sebanyak 30 persen diisi dengan kegiatan non militer yang mencakup nilai utama. Seperti, kegiatan sosial kemasyarakatan atau pendidikan karakter.

Sedangkan 70 persen tetap kegiatan kemiliteran. Dengan begitu, pendidikan di Akmil saat ini sudah setara dengan pendidikan sarjana universitas.

"Itu artinya setelah lulus dari pendidikan Akmil bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 dan seterusnya," ujarnya.

Ditambahkan Pos, yang perlu ditekankan pula pada masyarakat khususnya generasi muda sekarang ini adalah rasa rela berkorban untuk bangsa dan negara. Yaitu, bagaimana hidup saling berdampingan ditengah masyarakat, saling toleransi dan membantu sesama warga yang membutuhkan.

"Kurikulum seperti itu yang sebenarnya dibutuhkan, tidak hanya di Akmil, akan tetapi juga perlu diterapkan pada kurikulum pendidikan umum lainnya," imbuhnya.

Sementara, Jaleswari Pramodhawardani, salah seorang narasumber dari Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI dan The Indonesian Institute menyampaikan, kurikulum yang diterapkan seharusnya yang dapat mendekatkan para taruna Akmil dengan pengalaman empirik.

"Bukan hanya sekedar pendekatan wacana saja, tapi juga melalui pendidikan dan training," ujarnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1312 seconds (0.1#10.140)