Karya SMK di lorong sepi
A
A
A
SEJUMLAH SMK di Indonesia mampu merakit dan menciptakan karya yang bisa dimanfaatkan dunia industri. Sayangnya, tidak ada perhatian khusus yang membuat karya mereka hanya sebatas purwarupa.
Dunia pendidikan Tanah Air patut berbangga karena sejumlah siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) banyak melahirkan karya nyata belakangan ini. Di antara mereka ada yang mampu merakit mobil, membuat sepeda listrik, LCD proyektor, bahkan menciptakan pesawat rakitan. Mobil Kiat Esemka adalah satu dari sekian karya fenomenal siswa SMK.
Mobil rakitan siswa SMK 2 Surakarta dan SMK Warga Surakarta tersebut menjadi topik utama media massa, beberapa waktu lalu. Sayangnya, saat ini gaungnya bak ditelan bumi. Begitu pun dengan rakitan Pesawat Jabiru J430 SMK Negeri 29 Jakarta. Berbagai karya siswa-siswa SMK layaknya berada di jalur sunyi. Mestinya pemerintah bisa berperan untuk menindaklanjuti dengan dunia industri agar karya sisws-siswa SMK bisa diterima pasar.
Ini menjadi tanggung jawab pemerintah supaya karya-karya siswa SMK dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas. Jika memungkinkan, pemerintah bahkan harus mulai berpikir menjadikan karya-karya tersebut sebagai karya nasional yang diproduksi massal. Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Anang Tjahjono mengatakan, pada prinsipnya Kemendikbud telah mengapresiasi hasil karya siswa SMK, termasuk mobil rakitan Kiat Esemka.
Namun, pada dasarnya SMK adalah sekolah dan tugas dari sekolah adalah menemukan serta mengadakan penelitian. Setelah kerja meneliti dan menemukan sudah berhasil, hasil desain atau prototipe akan dipakai pihak industri, yang kemudian akan diproduksi massal, jadi kerja-kerja sekolah dengan industri berbeda.
”Membuat sebuah mobil, ini harus dipikirkan benar-benar karena menciptakan mobil merupakan industri berat. Harus betul-betul dimanfaatkan, dipasarkan, digunakan, dan menyiapkan tempat industri yang besar. Sementara siswa SMK baru berhasil merakit, belum membuat,” ungkap Anang.
Artinya, siswa SMK yang merakit mobil belum melakukan penelitian dan penghitungan. Kemampuan siswa-siswa SMK belum pada tingkat menghitung. Tapi, jika ingin lebih serius, mereka bisa meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.
”Tapi karya mereka merakit mobil itu sudah bagus. Membuat mobil itu lama, bisa bertahun-tahun. Bukunya setumpuk dan gambar setiap desain banyak sekali. Tidak bisa hanya merakit, perlu uji coba berkali-kali agar tidak mrotoli (lepas) di jalan,” ucap Anang. Ketua Umum Dewan Pengurus Poros Pendidikan M Basri BK mengatakan, sejatinya karya-karya yang terlahir dari tangan siswa SMK sudah banyak, tetapi belum ada realisasi yang konkret dari pemerintah.
”Modal keterampilan siswa SMK tidak kalah dengan mahasiswa di jurusan teknik, tinggal mau dibawa ke mana mereka,” kata Basri. Sejauh ini tidak sedikit karya siswa SMK malah dilirik industri-industri besar di luar negeri. Karena itu, menurut Basri, mestinya ini menjadi perhatian pemerintah. ”Kiranya kita bisa mencontoh China, yang sumber daya manusianya terampil karena pemerintahnya mengedepankan sektor pendidikan,” lanjut Basri.
Pengamat pendidikan Biyanto mengatakan, keberadaan lembaga pendidikan SMK menjadi jembatan antara dunia pendidikan dengan industri. SMK didirikan pemerintah sebagai upaya untuk menyiapkan tenaga kerja terampil dan siap masuk di dunia kerja. Apalagi kini banyak dibuka jurusan-jurusan khusus seperti perhotelan, perkapalan, atau teknik kimia.
”Sekarang jurusan-jurusan di SMK sudah sama seperti di perguruan tinggi. Karya yang dihasilkan juga sama. Siswa SMK sekarang sudah bisa merakit robot, mobil, bahkan karya ilmiah lain,” kata Biyanto.
Melihat potensi siswa SMK yang sangat besar, kiranya pemerintah dapat memperhatikan karya mereka dengan serius. SMK sudah tidak bisa lagi didudukkan di belakang sekolah menengah umum (SMU). ”Pemerintah harus bisa mendorong SMK yang ada untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi terdekat. Selain itu, bisa bekerja sama dengan industri terkait tergantung dengan apa yang dikaryakan siswa SMK,” tutur Biyanto.
Keberadaan kerja sama seperti ini dinilai memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi pada peningkatan SDM, pengembangan karya yang dihasilkan, sehingga berimbas pada peningkatan kualitas pendidikan dan mengurangi tingkat pengangguran. Hal inilah yang menjadikan SMK menjadi daya tarik bagi siswa. Apalagi jika mereka berorientasi kerja setelah sekolah.
Dunia pendidikan Tanah Air patut berbangga karena sejumlah siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) banyak melahirkan karya nyata belakangan ini. Di antara mereka ada yang mampu merakit mobil, membuat sepeda listrik, LCD proyektor, bahkan menciptakan pesawat rakitan. Mobil Kiat Esemka adalah satu dari sekian karya fenomenal siswa SMK.
Mobil rakitan siswa SMK 2 Surakarta dan SMK Warga Surakarta tersebut menjadi topik utama media massa, beberapa waktu lalu. Sayangnya, saat ini gaungnya bak ditelan bumi. Begitu pun dengan rakitan Pesawat Jabiru J430 SMK Negeri 29 Jakarta. Berbagai karya siswa-siswa SMK layaknya berada di jalur sunyi. Mestinya pemerintah bisa berperan untuk menindaklanjuti dengan dunia industri agar karya sisws-siswa SMK bisa diterima pasar.
Ini menjadi tanggung jawab pemerintah supaya karya-karya siswa SMK dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas. Jika memungkinkan, pemerintah bahkan harus mulai berpikir menjadikan karya-karya tersebut sebagai karya nasional yang diproduksi massal. Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Anang Tjahjono mengatakan, pada prinsipnya Kemendikbud telah mengapresiasi hasil karya siswa SMK, termasuk mobil rakitan Kiat Esemka.
Namun, pada dasarnya SMK adalah sekolah dan tugas dari sekolah adalah menemukan serta mengadakan penelitian. Setelah kerja meneliti dan menemukan sudah berhasil, hasil desain atau prototipe akan dipakai pihak industri, yang kemudian akan diproduksi massal, jadi kerja-kerja sekolah dengan industri berbeda.
”Membuat sebuah mobil, ini harus dipikirkan benar-benar karena menciptakan mobil merupakan industri berat. Harus betul-betul dimanfaatkan, dipasarkan, digunakan, dan menyiapkan tempat industri yang besar. Sementara siswa SMK baru berhasil merakit, belum membuat,” ungkap Anang.
Artinya, siswa SMK yang merakit mobil belum melakukan penelitian dan penghitungan. Kemampuan siswa-siswa SMK belum pada tingkat menghitung. Tapi, jika ingin lebih serius, mereka bisa meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.
”Tapi karya mereka merakit mobil itu sudah bagus. Membuat mobil itu lama, bisa bertahun-tahun. Bukunya setumpuk dan gambar setiap desain banyak sekali. Tidak bisa hanya merakit, perlu uji coba berkali-kali agar tidak mrotoli (lepas) di jalan,” ucap Anang. Ketua Umum Dewan Pengurus Poros Pendidikan M Basri BK mengatakan, sejatinya karya-karya yang terlahir dari tangan siswa SMK sudah banyak, tetapi belum ada realisasi yang konkret dari pemerintah.
”Modal keterampilan siswa SMK tidak kalah dengan mahasiswa di jurusan teknik, tinggal mau dibawa ke mana mereka,” kata Basri. Sejauh ini tidak sedikit karya siswa SMK malah dilirik industri-industri besar di luar negeri. Karena itu, menurut Basri, mestinya ini menjadi perhatian pemerintah. ”Kiranya kita bisa mencontoh China, yang sumber daya manusianya terampil karena pemerintahnya mengedepankan sektor pendidikan,” lanjut Basri.
Pengamat pendidikan Biyanto mengatakan, keberadaan lembaga pendidikan SMK menjadi jembatan antara dunia pendidikan dengan industri. SMK didirikan pemerintah sebagai upaya untuk menyiapkan tenaga kerja terampil dan siap masuk di dunia kerja. Apalagi kini banyak dibuka jurusan-jurusan khusus seperti perhotelan, perkapalan, atau teknik kimia.
”Sekarang jurusan-jurusan di SMK sudah sama seperti di perguruan tinggi. Karya yang dihasilkan juga sama. Siswa SMK sekarang sudah bisa merakit robot, mobil, bahkan karya ilmiah lain,” kata Biyanto.
Melihat potensi siswa SMK yang sangat besar, kiranya pemerintah dapat memperhatikan karya mereka dengan serius. SMK sudah tidak bisa lagi didudukkan di belakang sekolah menengah umum (SMU). ”Pemerintah harus bisa mendorong SMK yang ada untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi terdekat. Selain itu, bisa bekerja sama dengan industri terkait tergantung dengan apa yang dikaryakan siswa SMK,” tutur Biyanto.
Keberadaan kerja sama seperti ini dinilai memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi pada peningkatan SDM, pengembangan karya yang dihasilkan, sehingga berimbas pada peningkatan kualitas pendidikan dan mengurangi tingkat pengangguran. Hal inilah yang menjadikan SMK menjadi daya tarik bagi siswa. Apalagi jika mereka berorientasi kerja setelah sekolah.
(hyk)