Pendampingan jadi solusi pengelolaan keuangan sekolah
A
A
A
Sindonews.com - Dalam pengembangan pendidikan dasar dan menengah, manajemen berbasis sekolah (MBS) belum terlalu diperhatikan. Padahal, MBS menjadi poin penting dalam pengembangan pendidikan dasar dan menengah.
Pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Indra Bastian PhD mengatakan, pasalnya, MBS mampu melahirkan berbagai keuntungan termasuk peningkatan mutu sekolah dan pendidikan.
"Kondisinya saat ini, MBS belum diperhatikan, bahkan tidak dipahami oleh pihak sekolah sebagai suatu faktor yang penting. Dan ternyata BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan adanya salah arahan mengenai keuangan sekolah karena ketidaktahuan dan kesalahan persepsi, sehingga membuat hasil yang dicapai jadi tidak maksimal," ucapnya dalam seminar Membangun Ekonomi dan Pendidikan Indonesia, di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Selasa (5/2/2013).
Indra menjelaskan, melihat kondisi yang terjadi di penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah tersebut. Dia mengusulkan, agar sekolah mendapat pendampingan selama proses pengelolaan MBS.
Hal tersebut semata-mata bertujuan agar pengeluaran yang dilakukan bisa tetap efisien namun dengan kinerja maksimal. "Pengelola keuangan pendidikan terdiri dari dua pemain besar. Yakni Kemendikbud sebagai regulator dan masyarakat sebagai konsumen," ucapnya.
Menurutnya, sinergisitas inilah yang akan menghasilkan tata manajemen keuangan pendidikan. Agar semakin efektif, berbagai elemen juga perlu diajak bekerjasama untuk mendampingi seperti forum dosen maupun jurusan akutansi.
Pengelolaan MBS diungkapkan Indra, tercantum pada Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003, dimana pendanaan pendidikan diserahkan pada tiap sekolah.
Guna mencapainya, pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu mengembangkan MBS, baik kurikulum, keuangan dan SDM.
Pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Indra Bastian PhD mengatakan, pasalnya, MBS mampu melahirkan berbagai keuntungan termasuk peningkatan mutu sekolah dan pendidikan.
"Kondisinya saat ini, MBS belum diperhatikan, bahkan tidak dipahami oleh pihak sekolah sebagai suatu faktor yang penting. Dan ternyata BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan adanya salah arahan mengenai keuangan sekolah karena ketidaktahuan dan kesalahan persepsi, sehingga membuat hasil yang dicapai jadi tidak maksimal," ucapnya dalam seminar Membangun Ekonomi dan Pendidikan Indonesia, di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Selasa (5/2/2013).
Indra menjelaskan, melihat kondisi yang terjadi di penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah tersebut. Dia mengusulkan, agar sekolah mendapat pendampingan selama proses pengelolaan MBS.
Hal tersebut semata-mata bertujuan agar pengeluaran yang dilakukan bisa tetap efisien namun dengan kinerja maksimal. "Pengelola keuangan pendidikan terdiri dari dua pemain besar. Yakni Kemendikbud sebagai regulator dan masyarakat sebagai konsumen," ucapnya.
Menurutnya, sinergisitas inilah yang akan menghasilkan tata manajemen keuangan pendidikan. Agar semakin efektif, berbagai elemen juga perlu diajak bekerjasama untuk mendampingi seperti forum dosen maupun jurusan akutansi.
Pengelolaan MBS diungkapkan Indra, tercantum pada Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003, dimana pendanaan pendidikan diserahkan pada tiap sekolah.
Guna mencapainya, pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu mengembangkan MBS, baik kurikulum, keuangan dan SDM.
(maf)