JPU: Saan Mustopa perantara uang USD50 ribu
A
A
A
Sindonews.com - Nama Wakil Sekertaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa kembali disebut-sebut dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa korupsi di proyek PLTS Neneng Sri Wahyuni.
Dalam tuntutan itu disebutkan, ada pemberian uang sebesar USD50 ribu dari M Nazaruddin ke Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa untuk memuluskan PT Anugerah Nusantara memenangkan proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2008.
"Untuk mengamankan agar proyek PLTS dapat dikerjakan terdakwa (Neneng), Nazaruddin memberi uang kepada pejabat Kemenakertrans sebesar USD50 ribu melalui Saan Mustopa," ungkap Jaksa KPK, Ahmad Burhanudin, ketika membacakan analisa yuridis tuntutan Neneng, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (5/2/2013).
Menurut Jaksa, Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, bersama suaminya Nazaruddin pada Juli atau Agustus 2008 memerintahkan anak buahnya Mindo Rosalina Manulang dan Marisi Matondang untuk mendaftarkan PT Anugran Nusantara dan PT Mahkota Negara sebagai peserta lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS.
Nazar juga memerintahkan menggunakan perusahaan lain di antaranya PT Alfindo Nuratama Perkasa, PT Taruna Bakti Perkasa, PT Bintang, PT Azet dan PT Nuratindo Bangun Perkasa sebagai peserta lelang.
Saat itulah, Nazaruddin menurut Jaksa memberikan sejumlah uang kepada Saan Mustopa untuk diteruskan kepada pejabat di Kemenakertrans.
Fakta lain, lanjut Jaksa, pemberian uang tersebut atas persetujuan Neneng sebagai Direktur keuangan PT Anugerah.
"Dan sesuai SOP PT Anugrah, setiap pengeluaran harus mendapat persetujun terdakwa (Neneng) selaku Dirkeu sesuai keterangan Yulianis, Oktarina Furi dan didukung barang bukti kuitansi yang ditunjukan di persidangan," lanjutnya.
Sebelumnya, Nazar saat bersaksi di sidang 8 Januari 2013 menyebut keterlibatan Saan dalam proyek PLTS. Menurutnya, Saan menjadi perantara bagi PT Anugrah untuk memenangkan tender proyek PLTS.
Sementara itu, Saan membantah uang itu sebagai uang suap untuk pejabat Kemenakertrans. Ketika dihadirkan di persidangan pada Kamis, 20 Desember 2012, Saan mengakui memang pernah mendapat pinjaman uang sebesar USD50 ribu dari Nazaruddin.
Namun Saan menegaskan uang yang diterima 12 Agustus 2012 itu tidak terkait proyek PLTS, melainkan untuk memuluskan pencalegan dirinya.
Dalam tuntutan itu disebutkan, ada pemberian uang sebesar USD50 ribu dari M Nazaruddin ke Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa untuk memuluskan PT Anugerah Nusantara memenangkan proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2008.
"Untuk mengamankan agar proyek PLTS dapat dikerjakan terdakwa (Neneng), Nazaruddin memberi uang kepada pejabat Kemenakertrans sebesar USD50 ribu melalui Saan Mustopa," ungkap Jaksa KPK, Ahmad Burhanudin, ketika membacakan analisa yuridis tuntutan Neneng, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (5/2/2013).
Menurut Jaksa, Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, bersama suaminya Nazaruddin pada Juli atau Agustus 2008 memerintahkan anak buahnya Mindo Rosalina Manulang dan Marisi Matondang untuk mendaftarkan PT Anugran Nusantara dan PT Mahkota Negara sebagai peserta lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS.
Nazar juga memerintahkan menggunakan perusahaan lain di antaranya PT Alfindo Nuratama Perkasa, PT Taruna Bakti Perkasa, PT Bintang, PT Azet dan PT Nuratindo Bangun Perkasa sebagai peserta lelang.
Saat itulah, Nazaruddin menurut Jaksa memberikan sejumlah uang kepada Saan Mustopa untuk diteruskan kepada pejabat di Kemenakertrans.
Fakta lain, lanjut Jaksa, pemberian uang tersebut atas persetujuan Neneng sebagai Direktur keuangan PT Anugerah.
"Dan sesuai SOP PT Anugrah, setiap pengeluaran harus mendapat persetujun terdakwa (Neneng) selaku Dirkeu sesuai keterangan Yulianis, Oktarina Furi dan didukung barang bukti kuitansi yang ditunjukan di persidangan," lanjutnya.
Sebelumnya, Nazar saat bersaksi di sidang 8 Januari 2013 menyebut keterlibatan Saan dalam proyek PLTS. Menurutnya, Saan menjadi perantara bagi PT Anugrah untuk memenangkan tender proyek PLTS.
Sementara itu, Saan membantah uang itu sebagai uang suap untuk pejabat Kemenakertrans. Ketika dihadirkan di persidangan pada Kamis, 20 Desember 2012, Saan mengakui memang pernah mendapat pinjaman uang sebesar USD50 ribu dari Nazaruddin.
Namun Saan menegaskan uang yang diterima 12 Agustus 2012 itu tidak terkait proyek PLTS, melainkan untuk memuluskan pencalegan dirinya.
(lns)