Neneng dituntut 7 tahun penjara & bayar Rp2 M
A
A
A
Sindonews.com - Terdakwa dugaan korupsi penggiringan anggaran di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Neneng Sri Wahyuni dituntut tujuh tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazarudin ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana pasal E ayat 1 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp200 juta subisder enam bulan kurungan,“ ungkap JPU Guntur Fery Fathar saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (5/2/2013).
Selain menuntut hukuman penjara dan denda, Neneng juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp2,66 miliar.
"Dengan ketentuan jka dalam satu bulan jika putusan harta disita dan dilelang untuk mengganti denda tersebut atau pidana 2 tahun," sambung JPU.
Jaksa menilai, Neneng terbukti bersalah dengan cara memperkaya diri sendiri, dan orang lain yang merugikan keuangan negara senilai Rp2.729.479.128 terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kemenakertrans.
Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara ini juga dianggap telah melakukan intervensi terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Panitia Pengadaan dalam pemenang lelang proyek pengadaan PLTS di Ditjen Pembinaan Pengambangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakretrans 2008.
Neneng disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atau pasal 3 Jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang memberatkan, Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah gencar-gencarnya melakukan pemberantasan korupsi.
Terdakwa pernah melarikan diri ke luar negeri, memperoleh keuntungan pribadi dari korupsi tersebut, dan terdakwa tak mengaku bersalah, serta memberikan keterangan berbelit-belit selama persidangan digelar.
Sedangkan hal yang dianggap meringankan adalah, terdakwa adalah Ibu Rumah Tangga dari tiga orang anak kecil yang membutuhkan perawatan dan kasih sayang, terdakwa juga belum pernah dihukum.
Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazarudin ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana pasal E ayat 1 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp200 juta subisder enam bulan kurungan,“ ungkap JPU Guntur Fery Fathar saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (5/2/2013).
Selain menuntut hukuman penjara dan denda, Neneng juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp2,66 miliar.
"Dengan ketentuan jka dalam satu bulan jika putusan harta disita dan dilelang untuk mengganti denda tersebut atau pidana 2 tahun," sambung JPU.
Jaksa menilai, Neneng terbukti bersalah dengan cara memperkaya diri sendiri, dan orang lain yang merugikan keuangan negara senilai Rp2.729.479.128 terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kemenakertrans.
Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara ini juga dianggap telah melakukan intervensi terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Panitia Pengadaan dalam pemenang lelang proyek pengadaan PLTS di Ditjen Pembinaan Pengambangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakretrans 2008.
Neneng disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atau pasal 3 Jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang memberatkan, Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah gencar-gencarnya melakukan pemberantasan korupsi.
Terdakwa pernah melarikan diri ke luar negeri, memperoleh keuntungan pribadi dari korupsi tersebut, dan terdakwa tak mengaku bersalah, serta memberikan keterangan berbelit-belit selama persidangan digelar.
Sedangkan hal yang dianggap meringankan adalah, terdakwa adalah Ibu Rumah Tangga dari tiga orang anak kecil yang membutuhkan perawatan dan kasih sayang, terdakwa juga belum pernah dihukum.
(lns)