Hartati hanya divonis 2 tahun
A
A
A
Sindonews.com - Terdakwa penyuapan terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan Kabupaten Buol Siti Hartati Murdaya, dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu sebesar Rp3 miliar.
Hartati kemudian divonis untuk menjalani hukuman dua tahun delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman lima tahun penjara
“Dengan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan,“ kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam membacakan amar putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2013).
Menurut majelis hakim, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti bersalah dengan memberikan uang ke Amran untuk medapatkan surat rekomendasi untuk PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Padahal pengusaha PT Hardaya Inti Plantation (HIP) yang juga perusahaan Hartati sudah mempunyai HGU seluas 22 hektar.
“Dengan demikian terdakwa melakukan perbuatan yang tidak patut, yaitu memberikan uang ke penyelenggara negara untuk mengeluarkaan rekomendasi,“ ucapnya.
Lebih lanjut Gusrizal menjelaskan, padahal terdakwa tahu ada peraturan menteri agraria yang melarang hal tersebut. Hartati pun dianggap dengan niat memang dengan sengaja untuk memberikan uang untuk dapatkan surat rekomendasi.
“Sehingga perbuatan terdakwa tersebut adalah yang dikehendakinya dengan maksud peroleh surat rekomendasi dari bupati. Dengan demikian kesalahan ada pada diri terdakwa,“ bebernya.
Gusrizal pun dengan tegas menyatakan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukum harus ditolak seluruhnya. “Mengenai barang bukti uang patut dirampas untuk negara,“ pungkasnya.
Sebelumnya, pemilik PT HIP ini dituntut hukuman lima tahun penjara oleh JPU. Hartati juga dituntut membayar denda Rp200 juta subider empat bulan kurungan penjara.
Jaksa menilai bos Berca Grup ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa menyuap Bupati Buol Amran Batalipu senilai Rp3 miliar guna pengurusan HGU perkebunan milik Hartati di Buol, Sulawesi Tengah.
"Menuntut menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31/1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 kesatu," ucap Jaksa KPK Edy Hartoyo, saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 14 Januari 2013.
Edy menilai, seluruh unsur dalam pasal 5 telah terbukti selama proses persidangan. Unsur orang perorangan, unsur memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara dan unsur untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya bisa dibuktikan dari keterangan saksi di persidangan.
Menurut Edy, faktanya menunjukan uang senilai Rp3 miliar tersebut bukanlah uang sumbangan. Tetapi uang untuk mengurus surat-surat terkait hak guna usaha PT Citra Cakra Murdaya (PT CCM). Tak hanya itu, dalam catatan pengeluaran keuangan PT CCM tidak tercatat pengeluaran uang Rp3 miliar sebagai sumbangan Pilkada.
"Serta melihat dari jumlah uang Rp3 miliar menyalahi aturan sumbangan Pilkada. Juga bukti rekaman menunjukan uang tersebut adalah barter karena Amran sudah menandatangani surat-surat pengurusan hak guna usaha tersebut," jelas Edy.
Hartati kemudian divonis untuk menjalani hukuman dua tahun delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman lima tahun penjara
“Dengan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan,“ kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam membacakan amar putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2013).
Menurut majelis hakim, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti bersalah dengan memberikan uang ke Amran untuk medapatkan surat rekomendasi untuk PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Padahal pengusaha PT Hardaya Inti Plantation (HIP) yang juga perusahaan Hartati sudah mempunyai HGU seluas 22 hektar.
“Dengan demikian terdakwa melakukan perbuatan yang tidak patut, yaitu memberikan uang ke penyelenggara negara untuk mengeluarkaan rekomendasi,“ ucapnya.
Lebih lanjut Gusrizal menjelaskan, padahal terdakwa tahu ada peraturan menteri agraria yang melarang hal tersebut. Hartati pun dianggap dengan niat memang dengan sengaja untuk memberikan uang untuk dapatkan surat rekomendasi.
“Sehingga perbuatan terdakwa tersebut adalah yang dikehendakinya dengan maksud peroleh surat rekomendasi dari bupati. Dengan demikian kesalahan ada pada diri terdakwa,“ bebernya.
Gusrizal pun dengan tegas menyatakan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukum harus ditolak seluruhnya. “Mengenai barang bukti uang patut dirampas untuk negara,“ pungkasnya.
Sebelumnya, pemilik PT HIP ini dituntut hukuman lima tahun penjara oleh JPU. Hartati juga dituntut membayar denda Rp200 juta subider empat bulan kurungan penjara.
Jaksa menilai bos Berca Grup ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa menyuap Bupati Buol Amran Batalipu senilai Rp3 miliar guna pengurusan HGU perkebunan milik Hartati di Buol, Sulawesi Tengah.
"Menuntut menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31/1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 kesatu," ucap Jaksa KPK Edy Hartoyo, saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 14 Januari 2013.
Edy menilai, seluruh unsur dalam pasal 5 telah terbukti selama proses persidangan. Unsur orang perorangan, unsur memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara dan unsur untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya bisa dibuktikan dari keterangan saksi di persidangan.
Menurut Edy, faktanya menunjukan uang senilai Rp3 miliar tersebut bukanlah uang sumbangan. Tetapi uang untuk mengurus surat-surat terkait hak guna usaha PT Citra Cakra Murdaya (PT CCM). Tak hanya itu, dalam catatan pengeluaran keuangan PT CCM tidak tercatat pengeluaran uang Rp3 miliar sebagai sumbangan Pilkada.
"Serta melihat dari jumlah uang Rp3 miliar menyalahi aturan sumbangan Pilkada. Juga bukti rekaman menunjukan uang tersebut adalah barter karena Amran sudah menandatangani surat-surat pengurusan hak guna usaha tersebut," jelas Edy.
(maf)