Upaya membuat rupiah berwibawa

Kamis, 31 Januari 2013 - 10:26 WIB
Upaya membuat rupiah berwibawa
Upaya membuat rupiah berwibawa
A A A
Sebagian masyarakat masih menganggap redenominasi sama dengan sanering. Karena itu, informasi yang jelas dan sosialisasi yang tepat diperlukan agar masyarakat tak salah kaprah.

Rencana kebijakan pemerintah untuk melaksanakan redenominasi masih memunculkan tarik-menarik di masyarakat. Sebagian menganggap redenominasi perlu dilakukan untuk menguatkan nilai mata uang rupiah.

Seandainya redenominasi bisa sepenuhnya dilakukan, rupiah bakal berwibawa. Sementara sebagian lagi mengatakan, kebijakan ini rentan menimbulkan gejolak. Pedagang kecil misalnya akan mudah terimbas dampak negatif jika aturan ini diberlakukan dengan sosialisasi yang minim.

Kendala utama pemberlakuan rencana redenominasi rupiah terfokus pada persoalan sosialisasi. Jika sosialisi yang dilakukan terbatas dan tergesa-gesa, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan gejolak di masyarakat.

Apalagi, bagi kalangan peritel kecil yang tidak semua memahami apa sesungguhnya manfaat penerapan penyederhanaan mata uang ini. Kondisi gejolak akan mudah terjadi jika masyarakat dan pedagang kecil tidak menangkapnya secara utuh.

Mereka akan dibuat bingung, terlebih tahap yang diajukan akan memberlakukan dua mata uang rupiah yang sama-sama diakui negara. Pedagang kecil terutama yang bertempat tinggal di kotakota kecil akan merasa kebingungan dengan kebijakan ini mengingat tingkat pendidikan mereka berbeda-beda.

Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, rencana regulasi penyederhanaan mata uang rupiah bisa menimbulkan gejolak besar di masyarakat.

Apalagi di tingkat kalangan pedagang kecil yang tidak menjalankan transaksinya di kota-kota besar. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat mereka ada yang tidak sampai perguruan tinggi sehingga pemahaman mereka tentang hal ini tidak dipahami secara sempurna.

”Yang mereka pahami bisa saja malah sebaliknya. Mereka memahami bahwa rencana aturan ini akan diberlakukan karenaseolah-olahekonomikita sedang terjadi inflasi,”ungkap Aviliani kepada SINDO, Minggu (27 Januari 2013).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan, kebijakan penyederhanaan rupiah yang belum lama ini dikemukakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) memunculkan perasaan takut di kalangan pedagang tradisional.

Sistem redenominasi akan mengubah cara bertransaksi yang selama ini sudah dipraktikkan kelompok pedagang kecil di pasar-pasar tradisional.

Rencana ini tentu saja mendapat penolakan yang keras dari kalangan pedagang tradisional. Alasannya, model penetapan harga yang dipakai di kalangan pedagang pasar ini sudah dinamis dan tidak perlu harga tertulis karena akan merumitkan penetapan harga acuan ketika bertransaksi.

”Jika di pasar modern label harga barang dagangan mereka ada banderolnya, sementara di pasar-pasar tradisional tidak demikian,” urai Ngadiran.

Apalagi jika nanti pada masa transisi diberlakukan dua mata uang rupiah secara bersamaan, kalangan pedagang akan semakin merasa kebingungan. Kondisi demikian akan semakin menyulitkan proses transaksi antara penjual dan pembeli di pasar tradisional.

Jika benar diterapkan, kalangan pedagang ini akan beradaptasi dan butuh waktu lama lagi. ”Karena itu, kondisi yang demikian dapat menyebabkan gejolak,” ungkap Ngadiran.

Kebingungan yang bakal terjadi di masyarakat terkait pecahan mata uang sen di bawah Rp1 pada uang baru redenominasi.

Maklum, saat ini masih banyak penduduk Indonesia yang berpenghasilan di bawah USD2 per hari (Rp20.000 per hari). Mereka inilah yang bakal pusing menghadapi redenominasi. Mereka bakal disibukkan dengan mengonversi uang yang akan banyak menjadi sen rupiah.

Apalagi jika tingkat pendidikan mereka lemah dan kemampuan matematika mereka juga rendah, sangat mungkin masyarakat golongan ini sangat sulit menerima redenominasi rupiah baru.

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi juga mengakui bahwa rencana kebijakan ini masih membingungkan pelaku usaha atau pedagang kecil. Harus diakui memang upaya ini memiliki sisi positif dan negatif.

”Mengenai redenominasi, pelaku usaha masih belum memahaminya secara jelas.Apa tujuan dari pemberlakuan redenominasi ini, menguntungkan atau malah merugikan,” kata Bayu di hadapan media massa di Kantor Kementerian Perekonomian,Jakarta,Kamis (27 Desember 2012).

Jika sudah disetujui DPR, Kementerian Perdagangan akansegeramengupayakanprogram sosialisasi yang berkelanjutan. Sosialisasi terutama ditujukan kepada pedagang kecil agar mereka tidak mendapatkan informasi tentang redenominasi ini secara setengah-setengah.

Pedagang ritel inilah yang akan menjadi sasaran konsumen saat penerapan redenominasi benar-benar dilakukan
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6638 seconds (0.1#10.140)