Terkendala transportasi
A
A
A
Alam Indonesia menyimpan pesona keindahan yang luar biasa. Banyak kawasan yang belum tersentuh manusia dan cocok dijadikan lokasi syuting berkelas internasional.
Bahkan untuk kelas film Hollywood, alam Indonesia tidak kalah indahnya jika dibandingkan dengan beberapa wisata alam di Thailand atau Hong Kong. Sayangnya, transportasi menuju kawasan-kawasan yang indah terhambat akibat transportasi yang tidak memadai.
Sudah menjadi hal yang jamak diketahui, bahwa jalur ke Raja Ampat, Papua Barat atau Pulau Nias di Sumatera Utara misalnya, perjalanannya sulit ditempuh dengan transportasi biasa. Apalagi jika dua tempat itu dijadikan lokasi syuting, tentu saja butuh ongkos yang besar karena perjalanannya jauh dan melibatkan banyak krupembuatan film.
“Pihak industri film akan berpikir ulang untuk melakukan syuting di tempat-tempat itu, sebab kru mereka banyak dan perlengkapan syuting yang mereka bawa juga tidak sedikit,” kata pengamat film Yan Wijaya.
Mereka akan mengeluarkan dana yang tidak sedikit hanya untuk menempuh perjalanan yang jauh dan sulit itu. “Tidak seperti di Thailand,” lanjut Yan.
Di negeri yang kerap dijadikan lokasi syuting film-film Hollywood tersebut disediakan paket perjalanan menuju tempat-tempat yang akan dijadikan lokasi syuting. Paket perjalanan termasuk mengangkut transportasi artis, sutradara, kru, dan semua peralatan yang dipakai.
“Pemerintah Thailand membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi film-film asing untuk melakukan syuting di sana, tidak terkecuali pada urusan diskon pajak dan akomodasi transportasi ke lokasi syuting. Nah, ini yang tidak dimiliki pemerintah kita,” ungkapYan.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengatakan bahwa kini mulai banyak sineas asing yang melirik Indonesia untuk dijadikan lokasi syuting filmfilm berkelas Hollywood. Selama ini, mereka menjadikan keindahan alam dan kekayaan budaya negeri ini sebagai latar yang menarik dalam pembuatan film.
“Tentu saja pada akhirnya itu akan menjadi destinasi yang diminati wisatawan dari berbagai negara. Dan kita memiliki potensi itu banyak sekali, seperti alam Belitung yang menakjubkan dan Raja Ampat yang luar biasa indahnya,” jelas Sapta kepada Seputar Indonesia (SINDO), Sabtu (26 Januari 2013).
Dia mengatakan, persoalan transportasi ke tempat-tempat tersebut masih banyak kendalanya karena lokasinya yang sulit dijangkau dan akses lain seperti komunikasi, penginapan, dan infrastruktur jalan belum memadai.
“Tetapi sejujurnya pemerintah sedang berusaha memperbaiki jalur transportasi ke sana, sehingga nanti ada yang tertarik menjadikannya lokasi syuting dan akhirnya menjadi destinasi wisata yang diminati wisatawan domestik maupun asing,” ucap Sapta.
Perbaikan dalam hal transportasi ke lokasi wisata sebelumnya sudah dilakukan seperti di Belitung. Setelah film Laskar Pelangi ditonton jutaan masyarakat Indonesia dan diputar di banyak negara, ternyata banyak turis yang berwisata ke pantai Belitung.
“Sehingga akses menuju ke sana mulai diperbaiki pemerintah daerah dan didukung dari pusat,” urai mantan direktur jenderal pemasaran pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI ini.
Dengan begitu, berawal dari promosi lewat Laskar Pelangi mengantarkan Belitung menjadi wisata bahari yang diminati wisatawan. Dampak positifnya, pendapatan daerah didapat banyak dari sektor wisata tersebut.
“Hal yang sama juga terjadi pada film-film asing yang menjadikan alamIndonesia sebagai lokasi syuting. Jika nantinya film itu sukses maka tempat syuting tersebut memungkinkan dikunjungi banyak wisatawan,” ungkap Sapta.
Sutradara asal Indonesia Faozan Rizal menjelaskan, tahun ini ada film Java Heat dan the Philosophers, yang memakai latar wisata dan kebudayaan dalam negeri. Tentu saja ini merupakan berita yang menggembirakan. Pasalnya, masih terdapat problem terkait dengan sulitnya produsen film asing yang ingin syuting di Indonesia.
“Padahal kalau mau jujur, wilayah kita ini punya ragam alam,budaya dan bangunan bersejarah yang mengagumkan. Hal ini bisa menjadi daya tawar terhadap para produsen film asing,” kata Faozan.
Ironisnya, pemerintah sudah mampu membaca hal itu, tetapi terkesan tidak berani tegas dan tetap memberlakukan birokrasi yang menyulitkan. Padahal, wisata alam Indonesia tidak kalah dengan misalnya pantai Phuket di Thailand. Lantas, mengapa film Air Terjun Pengantin Phuket dilakukan di Thailand.
“Selain alasan pantainya yang masih ada nuansa eksotis, misterius, juga karena faktor transportasi yang mudah dijangkau dan paket perjalanannya sudah melibatkan semua kru dan pengangkutan peralatan-peralatannya,” jelas Faozan.
Bahkan untuk kelas film Hollywood, alam Indonesia tidak kalah indahnya jika dibandingkan dengan beberapa wisata alam di Thailand atau Hong Kong. Sayangnya, transportasi menuju kawasan-kawasan yang indah terhambat akibat transportasi yang tidak memadai.
Sudah menjadi hal yang jamak diketahui, bahwa jalur ke Raja Ampat, Papua Barat atau Pulau Nias di Sumatera Utara misalnya, perjalanannya sulit ditempuh dengan transportasi biasa. Apalagi jika dua tempat itu dijadikan lokasi syuting, tentu saja butuh ongkos yang besar karena perjalanannya jauh dan melibatkan banyak krupembuatan film.
“Pihak industri film akan berpikir ulang untuk melakukan syuting di tempat-tempat itu, sebab kru mereka banyak dan perlengkapan syuting yang mereka bawa juga tidak sedikit,” kata pengamat film Yan Wijaya.
Mereka akan mengeluarkan dana yang tidak sedikit hanya untuk menempuh perjalanan yang jauh dan sulit itu. “Tidak seperti di Thailand,” lanjut Yan.
Di negeri yang kerap dijadikan lokasi syuting film-film Hollywood tersebut disediakan paket perjalanan menuju tempat-tempat yang akan dijadikan lokasi syuting. Paket perjalanan termasuk mengangkut transportasi artis, sutradara, kru, dan semua peralatan yang dipakai.
“Pemerintah Thailand membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi film-film asing untuk melakukan syuting di sana, tidak terkecuali pada urusan diskon pajak dan akomodasi transportasi ke lokasi syuting. Nah, ini yang tidak dimiliki pemerintah kita,” ungkapYan.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengatakan bahwa kini mulai banyak sineas asing yang melirik Indonesia untuk dijadikan lokasi syuting filmfilm berkelas Hollywood. Selama ini, mereka menjadikan keindahan alam dan kekayaan budaya negeri ini sebagai latar yang menarik dalam pembuatan film.
“Tentu saja pada akhirnya itu akan menjadi destinasi yang diminati wisatawan dari berbagai negara. Dan kita memiliki potensi itu banyak sekali, seperti alam Belitung yang menakjubkan dan Raja Ampat yang luar biasa indahnya,” jelas Sapta kepada Seputar Indonesia (SINDO), Sabtu (26 Januari 2013).
Dia mengatakan, persoalan transportasi ke tempat-tempat tersebut masih banyak kendalanya karena lokasinya yang sulit dijangkau dan akses lain seperti komunikasi, penginapan, dan infrastruktur jalan belum memadai.
“Tetapi sejujurnya pemerintah sedang berusaha memperbaiki jalur transportasi ke sana, sehingga nanti ada yang tertarik menjadikannya lokasi syuting dan akhirnya menjadi destinasi wisata yang diminati wisatawan domestik maupun asing,” ucap Sapta.
Perbaikan dalam hal transportasi ke lokasi wisata sebelumnya sudah dilakukan seperti di Belitung. Setelah film Laskar Pelangi ditonton jutaan masyarakat Indonesia dan diputar di banyak negara, ternyata banyak turis yang berwisata ke pantai Belitung.
“Sehingga akses menuju ke sana mulai diperbaiki pemerintah daerah dan didukung dari pusat,” urai mantan direktur jenderal pemasaran pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI ini.
Dengan begitu, berawal dari promosi lewat Laskar Pelangi mengantarkan Belitung menjadi wisata bahari yang diminati wisatawan. Dampak positifnya, pendapatan daerah didapat banyak dari sektor wisata tersebut.
“Hal yang sama juga terjadi pada film-film asing yang menjadikan alamIndonesia sebagai lokasi syuting. Jika nantinya film itu sukses maka tempat syuting tersebut memungkinkan dikunjungi banyak wisatawan,” ungkap Sapta.
Sutradara asal Indonesia Faozan Rizal menjelaskan, tahun ini ada film Java Heat dan the Philosophers, yang memakai latar wisata dan kebudayaan dalam negeri. Tentu saja ini merupakan berita yang menggembirakan. Pasalnya, masih terdapat problem terkait dengan sulitnya produsen film asing yang ingin syuting di Indonesia.
“Padahal kalau mau jujur, wilayah kita ini punya ragam alam,budaya dan bangunan bersejarah yang mengagumkan. Hal ini bisa menjadi daya tawar terhadap para produsen film asing,” kata Faozan.
Ironisnya, pemerintah sudah mampu membaca hal itu, tetapi terkesan tidak berani tegas dan tetap memberlakukan birokrasi yang menyulitkan. Padahal, wisata alam Indonesia tidak kalah dengan misalnya pantai Phuket di Thailand. Lantas, mengapa film Air Terjun Pengantin Phuket dilakukan di Thailand.
“Selain alasan pantainya yang masih ada nuansa eksotis, misterius, juga karena faktor transportasi yang mudah dijangkau dan paket perjalanannya sudah melibatkan semua kru dan pengangkutan peralatan-peralatannya,” jelas Faozan.
(kur)