Tak temukan motif suap, Hartati optimis divonis bebas
A
A
A
Sindonews.com- Kuasa hukum pengusaha Siti Hartati Murdaya, Dodi Abdulkadir SH meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak ragu memvonis bebas kliennya. Pasalnya, seluruh proses persidangan tidak berhasil membuktikan adanya motif penyuapan terhadap Bupati Buol.
Ia menuturkan, dalam tuntutannya JPU mengemukakan motif pemberian uang Rp 3 miliar adalah untuk mengurus perizinan lahan 4.500 hektar di Buol. Namun, di persidangan tidak terbukti karena PT HIP milik Hartati tidak membutuhkan izin baru lantaran semua izin sudah lengkap sejak 1994 dan tetap syah hingga saat ini.
"Perkebunan Bu Hartati memiliki semua perijinan sejak tahun 1994 dan masih syah sampai sekarang, jadi tidak ada kepentingan untuk mengurus perijinan baru, jadi tidak ada motif untuk menyuap," katanya melalui rilis yang diterima Sindonews, Senin (28/1/2013).
Dijelaskan Dodi Abdulkadir, di semua proses persidangan sama sekali tidak terbukti adanya motif penyuapan. Hartati juga tidak pernah berinisiatif untuk menghubungi atau untuk mendekati bupati Buol untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Yang terjadi justru Bupati Buol yang aktif mendekati Hartati Murdaya untuk meminta dana sumbangan Pemilukada. "Terhadap permintaan tersebut Bu Hartati menolak secara halus karena tidak ingin menyinggung perasaan Pak Bupati," kata Dodi.
Menurutnya, selain tidak ada motif untuk menyuap juga tidak ada unsur tindak pidana dalam kasus ini. Di persidangan justru jelas-jelas terungkap Hartati adalah korban dari ulah bupati yang meminta sumbangan pemilukada dan juga korban dari inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan investasi perkebunan.
Oleh sebab itu, ia berharap, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai oleh Gusrizal SH untuk tidak ragu memvonis bebas Hartati Murdaya serta memulihkan kembali nama baik harkat dan martabat politikus Demokrat itu.
Pasalnya, kata Dodi Abdulkadir, kebijakan pemerintah di bidang perizinan perkebunan sangat membingungkan investor, sehingga pihak investor kerap menjadi korban kriminalisasi.
"Perusahaan milik Ibu Hartati sudah mendapatkan surat-surat yang dibutuhkan sejak 18 tahun. Sejak 1994, PT HIP telah memperoleh lahan 75 ribu hektar. Izin ini masih berlaku sampai sekarang, sebab belum ada satu lembar surat yang membatalkan surat-surat itu," katanya.
Ia menambahkan, Hartati Murdaya melakukan investasi di Buol dengan berpegang pada Keppres Nomor 37 tahun 1993 tentang penanaman modal dan mendapatkan izin lokasi lahan seluas 75 ribu hektar. Namun, BPN mengeluarkan aturan tentang pembatasan lahan sawit maksimal 20 ribu hektar untuk satu perusahaan.
Hal ini dinilai menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum bagi investor yang sebelumnya telah mendapatkan ijin lokasi perkebunan melebihi 20 hektar tersebut.
"Akibat inkonsistensi itu membuka peluang bagi penguasa daerah Buol yang di era otonomi daerah memiliki kewenangan sangat besar untuk mencari keuntungan pribadi atau golongan melalui gangguan keamanan sebagai alat menekan investor," ungkapnya.
Ia menuturkan, dalam tuntutannya JPU mengemukakan motif pemberian uang Rp 3 miliar adalah untuk mengurus perizinan lahan 4.500 hektar di Buol. Namun, di persidangan tidak terbukti karena PT HIP milik Hartati tidak membutuhkan izin baru lantaran semua izin sudah lengkap sejak 1994 dan tetap syah hingga saat ini.
"Perkebunan Bu Hartati memiliki semua perijinan sejak tahun 1994 dan masih syah sampai sekarang, jadi tidak ada kepentingan untuk mengurus perijinan baru, jadi tidak ada motif untuk menyuap," katanya melalui rilis yang diterima Sindonews, Senin (28/1/2013).
Dijelaskan Dodi Abdulkadir, di semua proses persidangan sama sekali tidak terbukti adanya motif penyuapan. Hartati juga tidak pernah berinisiatif untuk menghubungi atau untuk mendekati bupati Buol untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Yang terjadi justru Bupati Buol yang aktif mendekati Hartati Murdaya untuk meminta dana sumbangan Pemilukada. "Terhadap permintaan tersebut Bu Hartati menolak secara halus karena tidak ingin menyinggung perasaan Pak Bupati," kata Dodi.
Menurutnya, selain tidak ada motif untuk menyuap juga tidak ada unsur tindak pidana dalam kasus ini. Di persidangan justru jelas-jelas terungkap Hartati adalah korban dari ulah bupati yang meminta sumbangan pemilukada dan juga korban dari inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan investasi perkebunan.
Oleh sebab itu, ia berharap, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai oleh Gusrizal SH untuk tidak ragu memvonis bebas Hartati Murdaya serta memulihkan kembali nama baik harkat dan martabat politikus Demokrat itu.
Pasalnya, kata Dodi Abdulkadir, kebijakan pemerintah di bidang perizinan perkebunan sangat membingungkan investor, sehingga pihak investor kerap menjadi korban kriminalisasi.
"Perusahaan milik Ibu Hartati sudah mendapatkan surat-surat yang dibutuhkan sejak 18 tahun. Sejak 1994, PT HIP telah memperoleh lahan 75 ribu hektar. Izin ini masih berlaku sampai sekarang, sebab belum ada satu lembar surat yang membatalkan surat-surat itu," katanya.
Ia menambahkan, Hartati Murdaya melakukan investasi di Buol dengan berpegang pada Keppres Nomor 37 tahun 1993 tentang penanaman modal dan mendapatkan izin lokasi lahan seluas 75 ribu hektar. Namun, BPN mengeluarkan aturan tentang pembatasan lahan sawit maksimal 20 ribu hektar untuk satu perusahaan.
Hal ini dinilai menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum bagi investor yang sebelumnya telah mendapatkan ijin lokasi perkebunan melebihi 20 hektar tersebut.
"Akibat inkonsistensi itu membuka peluang bagi penguasa daerah Buol yang di era otonomi daerah memiliki kewenangan sangat besar untuk mencari keuntungan pribadi atau golongan melalui gangguan keamanan sebagai alat menekan investor," ungkapnya.
(kri)