Mendikbud Lawan Putusan MK
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap akan melanjutkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) meski dibilang melanggar konstitusi. Mendikbud Mohammad Nuh menegaskan, putusan MK itu tidak dapat langsung diterapkan karena harus ada tahapan-tahapan yang harus dibereskan oleh kementerian.
Pertama ialah soal statusnya. Jika statusnya sudah tidak memakai RSBI lagi maka harus dicarikan penggantinya yang tidak mengorbankan siswa dan gurunya. Dalam hal ini, terangnya, sekolah tidak boleh ditutup sehingga siswa pun dapat belajar.
Meskipun MK tetap ingin pemerintah melaksanakan amar putusan itu, namun pihaknya sendiri tidak mempunyai gambaran bagaimana cara menghentikan proses mengajar tanpa mengorbankan peserta didik.
Mantan Menkominfo ini menyatakan, pada intinya semua proses pengajaran tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan pembayaran sumbangan dan biaya pendidikan lain. "Semuanya akan berjalan hingga Juni dengan semua hal yang terjadi dapat dipertanggungjawabkan. Soal Permen (Peraturan Menteri) disesuaikan. Saya akan undang dinas-dinas, baru dirumuskan dengan baik sebelum penerimaan siswa baru," katanya usai Raker dengan Komisi X DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/1/2013).
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan, jika kementerian tetap ingin melanjutkan operasional RSBI hingga akhir Juni nanti itu tidak dapat dibolehkan. Pasalnya, pasca putusan MK maka kebijakan apapun yang justru ingin melanggengkan keputusan yang sudah dicabut dapat dikatakan inkonstitusional. Dia menyebutkan, keputusan MK ini merupakan konstitusi baru yang wajib diikuti baik oleh presiden ataupun menteri-menterinya.
Oleh karena itu, jelasnya, jika menteri pendidikan dan kebudayaan tetap membangkang untuk tetap mengoperasionalkan RSBI hingga akhir tahun ajaran maka presiden harus memecat menteri karena telah melanggar konstitusi. "Jika kementerian tetap melanjut RSBI pasca putusan MK maka presiden harus mencabut jabatan menteri karena itu sudah melanggar UUD 1945," ujar Irman.
Sementara apabila presiden tidak mampu mengambil alih maka penegakan hukum harus dilakukan oleh DPR dengan memakai hak angket ataupun interpelasi. Lulusan Universitas Hasanuddin ini menyatakan, banyak produk pemerintah yang diuji materiil dan pemerintah selalu dalam posisi kalah.
"Karena paradigma konstitusi Indonesia mendahulukan kedaulatan negara dan nasionalisme sementara kebijakan pendidikan kita sudah diintervensi oleh manifesto asing seperti yang terjadi pada kebijakan ekonomi kini," ujarnya.
Pertama ialah soal statusnya. Jika statusnya sudah tidak memakai RSBI lagi maka harus dicarikan penggantinya yang tidak mengorbankan siswa dan gurunya. Dalam hal ini, terangnya, sekolah tidak boleh ditutup sehingga siswa pun dapat belajar.
Meskipun MK tetap ingin pemerintah melaksanakan amar putusan itu, namun pihaknya sendiri tidak mempunyai gambaran bagaimana cara menghentikan proses mengajar tanpa mengorbankan peserta didik.
Mantan Menkominfo ini menyatakan, pada intinya semua proses pengajaran tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan pembayaran sumbangan dan biaya pendidikan lain. "Semuanya akan berjalan hingga Juni dengan semua hal yang terjadi dapat dipertanggungjawabkan. Soal Permen (Peraturan Menteri) disesuaikan. Saya akan undang dinas-dinas, baru dirumuskan dengan baik sebelum penerimaan siswa baru," katanya usai Raker dengan Komisi X DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/1/2013).
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan, jika kementerian tetap ingin melanjutkan operasional RSBI hingga akhir Juni nanti itu tidak dapat dibolehkan. Pasalnya, pasca putusan MK maka kebijakan apapun yang justru ingin melanggengkan keputusan yang sudah dicabut dapat dikatakan inkonstitusional. Dia menyebutkan, keputusan MK ini merupakan konstitusi baru yang wajib diikuti baik oleh presiden ataupun menteri-menterinya.
Oleh karena itu, jelasnya, jika menteri pendidikan dan kebudayaan tetap membangkang untuk tetap mengoperasionalkan RSBI hingga akhir tahun ajaran maka presiden harus memecat menteri karena telah melanggar konstitusi. "Jika kementerian tetap melanjut RSBI pasca putusan MK maka presiden harus mencabut jabatan menteri karena itu sudah melanggar UUD 1945," ujar Irman.
Sementara apabila presiden tidak mampu mengambil alih maka penegakan hukum harus dilakukan oleh DPR dengan memakai hak angket ataupun interpelasi. Lulusan Universitas Hasanuddin ini menyatakan, banyak produk pemerintah yang diuji materiil dan pemerintah selalu dalam posisi kalah.
"Karena paradigma konstitusi Indonesia mendahulukan kedaulatan negara dan nasionalisme sementara kebijakan pendidikan kita sudah diintervensi oleh manifesto asing seperti yang terjadi pada kebijakan ekonomi kini," ujarnya.
(kri)