Menerapkan teori Sun Tzu

Rabu, 28 November 2012 - 10:45 WIB
Menerapkan teori Sun...
Menerapkan teori Sun Tzu
A A A
Perang modern bukanlah lagi perang fisik dengan kekuatan militer, melainkan perang informasi. Begitupula dalam dunia bisnis. Siapa yang mampu mengusai informasi mendalam dipastikan bakal mampu menghadapi persaingan bisnis.

Pandangan Sun Tzu dalam kitab perang legendarisnya, The Art of War, menyebutkan, jenderal yang hebat akan mampu memenangkan peperangan tanpa melalui peperangan. Karena itu, dibutuhkan operasi intelijen yang mampu menghimpun informasi di seluruh aspek, baik yang ada pada diri sendiri maupun segala aspek yang terdapat pada musuh (kompetitor). Pandangan itu pula yang harus dipahami perusahaan saat ini dalam menghadapi persaingan bisnis.

Perusahaan harus mampu memanfaatkan informasi secara cermat jika ingin memenangkan peperangan. Esensi pokok dari penggalian informasi tersebut berupa kelemahan (weakness) dan kekuatan/ keunggulan (strengthens).

Sayangnya, perusahaan di Indonesia belum sadar betul pentingnya pemanfaatan economic intelligence (EI). Padahal di sejumlah negara maju dan berkembang lain optimalisasi penggunaan EI ini dianggap penting di tengah persaingan ekonomi global yang semakin ketat.

Di sejumlah negara seperti India, China,Amerika Serikat (AS), dan Singapura, kebanyakan institusi (khususnya perusahaan) kian sadar terhadap pentingnya menggunakan jasa EI sebagai alat menentukan langkah dan strategi perusahaan ke depan.

Mereka tidak ingin langkah keputusan bisnis yang diambil malah menjerumuskan perusahaan dalam kubangan krisis atau kerumitan regulasi yang ditentukan dalam satu negara tertentu.

Di AS misalnya kesadaran terhadap pemanfaatan praktik- praktik strategi EI sudah diterapkan sejak 1776. Seperti disebutkan dalam buku bertajuk General: Economic and Social Matters, saat itu Committee of Secret Correspondence of the Continental Congress menugaskan agen intelijen AS pertama kali William Carmichael ke Eropa untuk melakukan penyelidikan terkait berbagai masalah penting ekonomi di benua tersebut.

Carmichael ditugaskan mencari data persaingan di pasar tembakau Eropa, terutama dari pusat tembakau di Ukraina. Begitupun dengan yang banyak dipraktikkan di India dan China. Kedua negara ini dikenal sebagai pusat perusahaan outsourching di dunia, terutama di bidang teknologi.Keduanya banyak mengandalkan hasil analisis yang dilakukan lembaga-lembaga EI.

Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Jakarta Sunarsip me-ngatakan,para investor dari dua negara ini biasanya tidak sekadar akan memasukkan sumber daya manusianya atau jenis investasi lainnya ke suatu negara tertentu. Keduanya akan melihat dulu konteks politik, hukum, dan regulasi yang sedang berkembang di suatu negara yang akan dimasuki.

”Mereka tidak akan masuk ke suatu negara jika belum mengetahui iklim investasi dan mendapatkan informasi yang utuh terkait perkembangan yang terjadi di negara yang akan dijadikan tujuan investasi,” kata Sunarsip kepada SINDO, Jumat, 23 November 2012.

Sebaliknya, kebanyakan institusi di Indonesia belum menjadikan EI sebagai kebutuhan mendasar untuk menentukan langkah perusahaan ke depan. Hanya sedikit yang sudah mulai mengoptimalkannya, terutama di sektor perbankan.

Padahal, selain perbankan ada sektor lain yang juga sangat membutuhkan kajian-kajian EI seperti industri minyak dan gas. Gerak industri minyak dan gas lebih rumit daripada sektor lainnya. Maklum, potensinya besar sehingga membutuhkan competitive cost yang besar.

Selain itu juga harus melalui beberapa pihak dan birokrasi. Berbeda dengan sektor perbankan, rata-rata standar pengurusannya relatif sama dengan yang ada di negaranegara lain. Ironisnya, optimalisasi pemanfaatan EI yang dilakukan institusi-institusi di Indonesia banyak yang menggunakan jasa lembaga asing. Mestinya akan lebih mendalam analisis dan kajiannya jika jasa EI itu dilakukan lembaga dalam negeri.

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa juga melihat banyak industri di Indonesia yang belum menganggap penting keberadaan EI. ”Institusi- institusi di Indonesia dalam melihat perkembangan ekonomi global kebanyakan hanya ikut-ikutan. Bahkan untuk menentukan langkah maju perusahaan tidak mendasarkan pada analisis EI,”kata Purbaya.

eski begitu, masih terdapat sejumlah bank BUMN serta bank swasta nasional yang sudah memanfaatkannya. Mereka melakukan perekrutan para ekonom yang khusus diperuntukkan menganalisis data-data ekonomi. Para ekonom tersebut bahkan sampai memberikan masukan langkah-langkah strategis apa yang harus dilakukan.

Optimalisasi pemanfaatan EI di sejumlah negara terlihat sangat maju. Mereka melihat EI ini mampu membuka jaringan, bisnis baru, membaca situasi pasar,dan memasarkan produk mereka. ”Mereka melihat EI ini penting untuk menentukan strategi terbaik bagi perusahaan,” urai Purbaya.

Dalam artikel yang dikeluarkan CetiSME dan Uni Eropa pada 2002 bertajuk Economic Intelligence A guide For Beginner and Practices disebutkan, pada dasarnya seluruh perusahaan membutuhkan informasi yang memadai.

Dengan data tersebut, perusahaan bisa memutuskan strategi dan langkah terbaik yang harus dilakukan sebuah perusahaan. Namun, karena kesadaran akan kebutuhan data ini masih rendah, wajar jika masih banyak yang enggan memanfaatkan informasi.

Padahal, Sun Tzu dalam kitab perangnya menyebutkan tentang pentingnya penguasaan informasi, ”Kekuatan intelijen adalah salah satu kunci keberhasilan menggali informasi. Hal sekecil apa pun akan sangat berguna jika kita bisa memaksimalkannya.”
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0894 seconds (0.1#10.140)