Fenomena maraknya gerakan masyarakat sipil
A
A
A
BANYAK cara yang dilakukan masyarakat sipil dalam menghadapi kekuasaan negara yang cenderung hegemonis, termasuk di negara otoritarian. Respons yang dilakukan masyarakat sipil pun beragam, baik secara individu maupun kelompok. Upaya yang dilakukan masyarakat bertujuan untuk menguatkan posisinya, baik secara ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.
Dalam melakukan aktivitas, kelompok masyarakat sipil tidak sepenuhnya bergantung pada kekuasaan negara. Gerakan-gerakan masyarakat sipil dalam mengupayakan perubahan sosial politik bisa ditemukan hampir di setiap negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, bentuk gerakan masyarakat sipil sejatinya sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda, baik lewat gerakan konfrontasi maupun kultural. Kelompok masyarakat sipil umumnya berasal dari kalangan menengah dengan kesadaran dan kepedulian politik. Umumnya mereka dilahirkan dari institusi pendidikan atau keagamaan. Sebut saja Boedi Oetomo, gerakan masyarakat sipil yang lahir dari kalangan pendidikan. Kelompok ini dirintis para priyayi Jawa yang sudah memperoleh pendidikan di sekolahsekolah formal yang diadakan pemerintah Belanda.
Serikat Dagang Islam yang belakangan berganti nama menjadi Serikat Islam (SI), menjadi gerakan masyarakat sipil lain pada masa kolonial Belanda yang juga dipelopori kalangan menengah. Organisasi yang kemudian berkembang menjadi partai politik salah satu kontestan pada pemilihan umum awal kemerdekaan ini dipelopori HOS Tjokroaminoto, salah satu cendekiawan muslim pada masanya. Gerakan ini awalnya bertujuan menghimpun pedagang-pedagang muslim untuk menghadapi monopoli dagang dari pedagang keturunan Tionghoa.
Selain menjadi serikat dagang, dalam perkembangannya perserikatan ini menjadi simbol persatuan rakyat dalam menghadapi kekuasaan monolitis kaum priyayi Jawa di pedesaan. Kini, aktivitas kelompok masyarakat sipil terus berlanjut dengan berbagai perubahan. Terlebih sejak berkembangnya fenomena gerakan masyarakat sipil di berbagai belahan dunia, seperti fenomena gerakan sosial baru (new social movements) yang dilakukan kelompok-kelompok intelektual. Fenomena ini berpengaruh pada model gerakan masyarakat sipil di Indonesia.
Lalu, muncul sejumlah organisasi masyarakat sipil dengan perhatian yang lebih plural, di bidang lingkungan hidup misalnya, kesetaraan politik dan pendidikan. Saat ini makin marak gerakan masyarakat sipil (civil society) yang tidak mengarah pada upaya revolusi sistem, tetapi cenderung pada proses transformasi sosial kepada masyarakat akar rumput dalam menghadapi praktik-praktik politik formal. Setidaknya, gerakan ini bertujuan meningkatkan posisi tawar masyarakat terhadap negara sehingga mengurangi penyalahgunaan kekuasaan. Dalam aktivitasnya, tidak jarang organisasi masyarakat sipil "mengambil alih” peran-peran yang menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga negara.
Misalnya menyediakan pendidikan alternatif,memberikan proses penyadaran lewat informasi, penjaringan pemimpin tanpa melalui mekanisme partai politik.Kemandirian yang diperlihatkan merupakan kemampuan organisasi masyarakat sipil melakukan inisiatif dalam upaya pembangunan masyarakat tanpa intervensi kekuasaan negara. Sebut saja Gerakan Indonesia Memilih (GIM) yang diprakarsai Rumah Kebangsaan yang digawangi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat.
Gerakan ini lahir dan dilatarbelakangi kondisi bangsa yang kehilangan harapan akan munculnya pemimpin visioner dan berkomitmen untuk menata keadaban publik. Gerakan yang dideklarasikan Senin (29/10) di Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat ini, kata Komaruddin, dibentuk dengan tujuan sebagai mediator atau wadah bagi pemimpin baru Indonesia. “Rumah ini pintunya terbuka. Siapa saja silakan masuk untuk membangun wacana dan komitmen bersama untuk mencari, melahirkan, membina pemimpin-pemimpin bangsa,” ujar Komaruddin.
Gerakan civil society yang dilakukan masyarakat tidak melulu bersinggungan dengan dunia politik. Di bidang lain juga banyak bermunculan. Sebut saja Indonesia Mengajar yang concern pada dunia pendidikan. Gerakan ini diinspirasikan dari janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu, gerakan yang dipelopori tokoh muda Anies Baswedan ini menilai bahwa Indonesia yang dipenuhi anak muda bisa tulus mengabdi menjadi guru selama waktu tertentu di daerah. Mereka menularkan optimisme, menebar inspirasi, dan menjadi jendela kemajuan di tingkat akar rumput.
“Menjadi guru itu mulia. Menjadi guru itu wajar. Adanya guru di pelosok negeri itu biasa, tetapi kali ini kita melihat fenomena yang berbeda. Anak-anak muda terbaik meninggalkan kemapanan kota, melepaskan peluang karier dan melewatkan semua kenyamanan lalu memilih menjadi guru SD di desa-desa tanpa listrik,” ujar Anies. Gerakan serupa juga dilakukan Indonesia Berkibar, sebuah gerakan pendidikan nasional yang dirancang untuk memperbaiki kualitas guru,dan sistem pembelajaran di Indonesia.
Gerakan yang dimotori Shafiq Pontoh ini merupakan sebuah kerja sama antara pemerintah, swasta, dan komunitas masyarakat. Model kerja sama yang akan dilaksanakan adalah pelatihan, dan pendampingan untuk sekolah-sekolah yang didukung tenaga ahli, serta pendekatan hasil penelitian. Sasarannya adalah seluruh sekolah di Indonesia, dari TK hingga SMA.
“Kita semua tahu, bahwa pendidikan di Indonesia butuh perhatian khusus, dan ujung tombak pendidikan Indonesia itu guru. Namun, guru tentunya tidak bisa bergerak sendirian dan harus didukung semua lapisan masyarakat,” ujar Shafiq. Lalu, ada juga gerakan yang mencoba menyatukan para perantau Indonesia di luar negeri, yakni Indonesia Diaspora. Saat ini terdapat jutaan masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia Diaspora mencerminkan paradigma baru dalam internasionalisme Indonesia.
Paradigma diaspora melihat seluruh insan Indonesia di luar negeri sebagai suatu kekuatan (a force)– sebagai agents of progress, sebagai aset, sebagai potensi, dan kekuatan. Indonesia Diaspora dihargai sebagai bagian penting dari Indonesia, sebagai unsur bangsa yang produktif, dinamis, dan kunci penting dari sukses Indonesia pada abad ke-21. “Indonesia Diaspora lebih dari sekadar perantau. Mereka komunitas yang penuh dengan ide, keahlian, modal, dan jaringan. Diaspora Indonesia dapat menjadi suatu komunitas besar,” ujar Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, yang juga penggagas Indonesia Diaspora.
Kemudian, ada juga Indonesia Setara yang dimotori tokoh muda Sandiaga Uno. Gerakan ini berupaya untuk membangun mindset percaya diri bangsa Indonesia, bahwa rakyat Indonesia bisa dan mampu berprestasi untuk kemajuan bangsa.
Dalam melakukan aktivitas, kelompok masyarakat sipil tidak sepenuhnya bergantung pada kekuasaan negara. Gerakan-gerakan masyarakat sipil dalam mengupayakan perubahan sosial politik bisa ditemukan hampir di setiap negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, bentuk gerakan masyarakat sipil sejatinya sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda, baik lewat gerakan konfrontasi maupun kultural. Kelompok masyarakat sipil umumnya berasal dari kalangan menengah dengan kesadaran dan kepedulian politik. Umumnya mereka dilahirkan dari institusi pendidikan atau keagamaan. Sebut saja Boedi Oetomo, gerakan masyarakat sipil yang lahir dari kalangan pendidikan. Kelompok ini dirintis para priyayi Jawa yang sudah memperoleh pendidikan di sekolahsekolah formal yang diadakan pemerintah Belanda.
Serikat Dagang Islam yang belakangan berganti nama menjadi Serikat Islam (SI), menjadi gerakan masyarakat sipil lain pada masa kolonial Belanda yang juga dipelopori kalangan menengah. Organisasi yang kemudian berkembang menjadi partai politik salah satu kontestan pada pemilihan umum awal kemerdekaan ini dipelopori HOS Tjokroaminoto, salah satu cendekiawan muslim pada masanya. Gerakan ini awalnya bertujuan menghimpun pedagang-pedagang muslim untuk menghadapi monopoli dagang dari pedagang keturunan Tionghoa.
Selain menjadi serikat dagang, dalam perkembangannya perserikatan ini menjadi simbol persatuan rakyat dalam menghadapi kekuasaan monolitis kaum priyayi Jawa di pedesaan. Kini, aktivitas kelompok masyarakat sipil terus berlanjut dengan berbagai perubahan. Terlebih sejak berkembangnya fenomena gerakan masyarakat sipil di berbagai belahan dunia, seperti fenomena gerakan sosial baru (new social movements) yang dilakukan kelompok-kelompok intelektual. Fenomena ini berpengaruh pada model gerakan masyarakat sipil di Indonesia.
Lalu, muncul sejumlah organisasi masyarakat sipil dengan perhatian yang lebih plural, di bidang lingkungan hidup misalnya, kesetaraan politik dan pendidikan. Saat ini makin marak gerakan masyarakat sipil (civil society) yang tidak mengarah pada upaya revolusi sistem, tetapi cenderung pada proses transformasi sosial kepada masyarakat akar rumput dalam menghadapi praktik-praktik politik formal. Setidaknya, gerakan ini bertujuan meningkatkan posisi tawar masyarakat terhadap negara sehingga mengurangi penyalahgunaan kekuasaan. Dalam aktivitasnya, tidak jarang organisasi masyarakat sipil "mengambil alih” peran-peran yang menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga negara.
Misalnya menyediakan pendidikan alternatif,memberikan proses penyadaran lewat informasi, penjaringan pemimpin tanpa melalui mekanisme partai politik.Kemandirian yang diperlihatkan merupakan kemampuan organisasi masyarakat sipil melakukan inisiatif dalam upaya pembangunan masyarakat tanpa intervensi kekuasaan negara. Sebut saja Gerakan Indonesia Memilih (GIM) yang diprakarsai Rumah Kebangsaan yang digawangi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat.
Gerakan ini lahir dan dilatarbelakangi kondisi bangsa yang kehilangan harapan akan munculnya pemimpin visioner dan berkomitmen untuk menata keadaban publik. Gerakan yang dideklarasikan Senin (29/10) di Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat ini, kata Komaruddin, dibentuk dengan tujuan sebagai mediator atau wadah bagi pemimpin baru Indonesia. “Rumah ini pintunya terbuka. Siapa saja silakan masuk untuk membangun wacana dan komitmen bersama untuk mencari, melahirkan, membina pemimpin-pemimpin bangsa,” ujar Komaruddin.
Gerakan civil society yang dilakukan masyarakat tidak melulu bersinggungan dengan dunia politik. Di bidang lain juga banyak bermunculan. Sebut saja Indonesia Mengajar yang concern pada dunia pendidikan. Gerakan ini diinspirasikan dari janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu, gerakan yang dipelopori tokoh muda Anies Baswedan ini menilai bahwa Indonesia yang dipenuhi anak muda bisa tulus mengabdi menjadi guru selama waktu tertentu di daerah. Mereka menularkan optimisme, menebar inspirasi, dan menjadi jendela kemajuan di tingkat akar rumput.
“Menjadi guru itu mulia. Menjadi guru itu wajar. Adanya guru di pelosok negeri itu biasa, tetapi kali ini kita melihat fenomena yang berbeda. Anak-anak muda terbaik meninggalkan kemapanan kota, melepaskan peluang karier dan melewatkan semua kenyamanan lalu memilih menjadi guru SD di desa-desa tanpa listrik,” ujar Anies. Gerakan serupa juga dilakukan Indonesia Berkibar, sebuah gerakan pendidikan nasional yang dirancang untuk memperbaiki kualitas guru,dan sistem pembelajaran di Indonesia.
Gerakan yang dimotori Shafiq Pontoh ini merupakan sebuah kerja sama antara pemerintah, swasta, dan komunitas masyarakat. Model kerja sama yang akan dilaksanakan adalah pelatihan, dan pendampingan untuk sekolah-sekolah yang didukung tenaga ahli, serta pendekatan hasil penelitian. Sasarannya adalah seluruh sekolah di Indonesia, dari TK hingga SMA.
“Kita semua tahu, bahwa pendidikan di Indonesia butuh perhatian khusus, dan ujung tombak pendidikan Indonesia itu guru. Namun, guru tentunya tidak bisa bergerak sendirian dan harus didukung semua lapisan masyarakat,” ujar Shafiq. Lalu, ada juga gerakan yang mencoba menyatukan para perantau Indonesia di luar negeri, yakni Indonesia Diaspora. Saat ini terdapat jutaan masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia Diaspora mencerminkan paradigma baru dalam internasionalisme Indonesia.
Paradigma diaspora melihat seluruh insan Indonesia di luar negeri sebagai suatu kekuatan (a force)– sebagai agents of progress, sebagai aset, sebagai potensi, dan kekuatan. Indonesia Diaspora dihargai sebagai bagian penting dari Indonesia, sebagai unsur bangsa yang produktif, dinamis, dan kunci penting dari sukses Indonesia pada abad ke-21. “Indonesia Diaspora lebih dari sekadar perantau. Mereka komunitas yang penuh dengan ide, keahlian, modal, dan jaringan. Diaspora Indonesia dapat menjadi suatu komunitas besar,” ujar Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, yang juga penggagas Indonesia Diaspora.
Kemudian, ada juga Indonesia Setara yang dimotori tokoh muda Sandiaga Uno. Gerakan ini berupaya untuk membangun mindset percaya diri bangsa Indonesia, bahwa rakyat Indonesia bisa dan mampu berprestasi untuk kemajuan bangsa.
(hyk)