Hasil investigasi kasus Novel Baswedan
A
A
A
Sindonews.com - Tim Pembela Kompol Novel Baswedan mengurai hasil investigasi peristiwa penembakan terhadap enam orang tersangka pencurian sarang burung walet di Kota Bengkulu, pada 18 Februari 2004.
"Untuk keperluan keamanan, maka sumber dan lokasi yang dikunjungi dirahasiakan di laporan ini, kecuali untuk pihak otoritas hukum yang memiliki kesesuaian atas fakta dan temuan," kata Ketua Tim Pembela Penyidik Kompol Novel, Haris Azhar, sebelum mengungkap hasil investigasi tersebut di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (12/10/2012).
Laporan tersebut diterima Wakil Ketua Komnas HAM II Bidang Eksternal Nur Kholis.
Berikut hasil investigasi tim pembela Kompol Novel.
Peristiwa itu diawali adanya dugaan tindak kriminal yang dilakukan oleh enam orang (sesuai informasi polisi). Saat itu Novel baru menjabat Kasat Reskrim Polresta Bengkulu selama empat hari pada saat kejadian.
Pada malam kejadian, Novel, dan beberapa anggotanya sedang melakukan ekspose perkara korupsi di ruang kerjanya.
Setelah ekspose, menjelang apel malam sekitar pukul 21.00 WIB, ada informasi dari piket reskrim pelaku pencurian burung walet yang terjebak di dalam gedung walet dan tertangkap tangan oleh masyarakat.
Selanjutnya seluruh personel yang ikut apel malam diminta oleh Novel agar membantu mengamankan TKP dan tersangka. Saat itu piket reskrim yang ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) yaitu MT, S, K, WK, D, R dan K. Novel sendiri saat itu tidak berangkat ke TKP.
Di TKP, seluruh tersangka (enam orang) dan barang bukti diamankan dan selanjutnya dibawa ke Mapolres Bengkulu. Saat di TKP, petugas reskrim juga menghubungi Aliang selaku pemilik sarang butung walet dan memintanya untuk datang.
Di markas Polresta, keenam tersangka memang mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh hampir seluruh personel Polres yang ada saat itu. Keenam tersangka tersebut selanjutnya diperiksa oleh piket Reskrim.
Saat pemeriksaan, keenam tersangka mengalami tindakan kekerasan oleh beberapa anggota reskrim. Selain itu, pada malam itu hampir seluruh perwira Polresta Bengkulu datang ke Mapolres (Kapolres/ MTS, Wakapolres, Kabagops, dll).
Pada saat pemeriksaan oleh piket reskrim, ada kesepakatan dari tim buser (saat itu dipimpin AS) untuk dilakukan pengembangan. Selanjutnya ada pembagian tugas, sebagian piket melakukan pengembangan ke tempat lain dan sebagian membawa keenam tersangka ke pantai (Taman Wisata Alam Pantai Panjang).
Personel yang ikut ke pantai bersama para tersangka adalah MT beserta anggota piket reskrim, serta AS dan seluruh anggota buser. Sedangkan Novel, YS, dan beberapa orang lainnya belakangan menyusul tim yang menuju pantai. Novel datang ke lokasi penembakan, di pantai, bersama empat orang lainnya.
Sesampainya di pantai Novel dan salah satu rekan semobilnya turun dari mobil untuk bergabung dengan tim yang sudah dahulu sampai. Ketika baru turun, mendengar ada teriakan, “Ada yang lari, ada yang lari,” yang berasal dari pantai dan selanjutnya terdengar tembakan bersahutan.
Setelah situasi reda, ternyata keenam tersangka mengalami luka tembak di bagian kaki. Dikarenakan situasi gelap, tidak ada yang tahu siapa yang
menembak siapa.
Selanjutnya Novel memerintahkan keenam tersangka dibawa ke rumah sakit Bhayangkara untuk dilakukan pengobatan. Di lokasi sudah ada empat mobil buser dan puluhan polisi termasuk polisi dari kantor Polsek yang berada di dekat pantai.
Setelah dilakukan pengobatan, keenam tersangka selanjutnya dibawa
kembali ke Mapolresta Bengkulu. Saat di Mapolres, keenam tersangka kembali dilakukan pemeriksaan dan juga kembali mengalami tindakan kekerasan yang berlebihan.
Salah seorang tersangka (Mulyan Johan/Aan (alm)), sampai jatuh dari anak tangga di lantai dua ke lantai satu. Beberapa anggota piket kemudian mengangkat tersangka Mulyan, karena dia sudah tidak bisa berdiri.
Selanjutnya anggota piket membawa tersangka Mulyan ke rumah sakit Bhayangkara dengan menggunakan mobil buser.
Besok harinya, tersiar kabar bahwa tersangka Mulyan meninggal dunia di rumah sakit Bhayangkara. Selanjutnya setelah apel pagi, seluruh anggota Reskrim diberikan arahan oleh Kapolresta dan dihadiri oleh beberapa pejabat Polresta lainnya.
Saat itu Kapolres meminta kepada Novel untuk mengurus administrasi penyidikan dan pemberkasan perkara pencurian tersebut, serta pengurusan jenazah tersangka Mulyan.
Novel selanjutnya menemui keluarga korban dan selanjutnya bersepakat melakukan perdamaian dengan keluarga korban yang menerima kejadian tersebut.
Surat perjanjian perdamaian kemudian dibuat antara Novel mewakili Kapolres dengan keluarga korban yang salah satu isinya keluarga korban tidak mengajukan keberatan baik pidana ataupun perdata atas meninggalnya tersangka Mulyan.
Berdasarkan surat perdamaian tersebut, akhirnya tidak dilakukan proses pidana atas kejadian meninggalnya tersangka Mulyan.
Pada 19 Pebruari 2004, keluarga dihubungi pihak kepolisian dan meminta orangtua ke Polda Bengkulu. Di Polda disampaikan informasi bahwa Aan telah meninggal dunia.
Keluarga diminta untuk tidak menuntut. Keluarga disuruh pulang dan menunggu di rumah. Tidak ada otopsi. Jenazah di dalam peti dan tidak boleh dibuka.
Novel menyakinkan keluarga akan mengusut secara tegas yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. Novel memberikan santunan. Novel pun sempat ke keluarga Aan dalam beberapa hari kemudian.
Sedangkan profil Aan adalah instruktur fitness ‘Geronimo’. Dia juga
atlet binaraga. Lokasi walet ada di lantai tiga tempat fitness tersebut.
Keluarga menyangsikan bahwa Aan terlibat pencurian. Saat ini gedung yang menjadi lokasi pencurian dan tempat sarang walet tersebut sudah beralih tangan dan fungsi menjadi Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Belum dapat informasi dari sekitar gedung tersebut mengenai peristiwa 2004.
Kemudian perkara meninggalnya tersangka Mulyan tersebut diproses pelanggaran kode etiknya oleh Bid Propam Polda Bengkulu.
Sebagaimana informasi yang didapat, atas kesepakatan para dua pejabat utama Polda dan satu pimpinan Polres Kota Bengkulu, diambil jalan tengah dan disepakati uraian kejadian meninggalnya tersangka Mulyan adalah sebagai berikut:
Setelah dilakukan penangkapan terhadap 6 tersangka, tersangka Mulyan dipisahkan tersendiri dan dibawa untuk dilakukan pengembangan. Saat dilakukan pengembangan tersangka Mulyan berusaha melarikan diri dan selanjutnya petugas melakukan upaya pengejaran dan pelumpuhan yang menyebabkan tersangka Mulyan tertembak dan terjatuh.
Ketika terjatuh, kepala tersangka Mulyan terkena batu yang kemudian mengakibatkan tersangka Mulyan meninggal dunia. Tempat Kejadian Perkara meninggalnya tersangka Mulyan pun dilakukan perubahan, dimana dia dinyatakan tertembak dan terjatuh di tidak suatu tempat (bukan di pantai dan di kantor polres).
Laporan peristiwa meninggalnya Aan direkayasa dengan menyatakan lokasi penembakan terjadi di Jalan Mangga 4 Lingkar Timur RT 19/06 dengan dalih Aan berusaha melarikan diri.
Atas kesepakatan para pejabat utama juga, saat itu Novel diminta untuk bertanggung jawab atas perbuatan dari anggotanya.
Selanjutnya Novel dan beberapa anggota Reskrim akhirnya disidang dispilin/kode etik dan dikenakan hukuman teguran keras. Setelah terbitnya
vonis tersebut, perkara tersebut dinyatakan selesai.
"Untuk keperluan keamanan, maka sumber dan lokasi yang dikunjungi dirahasiakan di laporan ini, kecuali untuk pihak otoritas hukum yang memiliki kesesuaian atas fakta dan temuan," kata Ketua Tim Pembela Penyidik Kompol Novel, Haris Azhar, sebelum mengungkap hasil investigasi tersebut di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (12/10/2012).
Laporan tersebut diterima Wakil Ketua Komnas HAM II Bidang Eksternal Nur Kholis.
Berikut hasil investigasi tim pembela Kompol Novel.
Peristiwa itu diawali adanya dugaan tindak kriminal yang dilakukan oleh enam orang (sesuai informasi polisi). Saat itu Novel baru menjabat Kasat Reskrim Polresta Bengkulu selama empat hari pada saat kejadian.
Pada malam kejadian, Novel, dan beberapa anggotanya sedang melakukan ekspose perkara korupsi di ruang kerjanya.
Setelah ekspose, menjelang apel malam sekitar pukul 21.00 WIB, ada informasi dari piket reskrim pelaku pencurian burung walet yang terjebak di dalam gedung walet dan tertangkap tangan oleh masyarakat.
Selanjutnya seluruh personel yang ikut apel malam diminta oleh Novel agar membantu mengamankan TKP dan tersangka. Saat itu piket reskrim yang ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) yaitu MT, S, K, WK, D, R dan K. Novel sendiri saat itu tidak berangkat ke TKP.
Di TKP, seluruh tersangka (enam orang) dan barang bukti diamankan dan selanjutnya dibawa ke Mapolres Bengkulu. Saat di TKP, petugas reskrim juga menghubungi Aliang selaku pemilik sarang butung walet dan memintanya untuk datang.
Di markas Polresta, keenam tersangka memang mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh hampir seluruh personel Polres yang ada saat itu. Keenam tersangka tersebut selanjutnya diperiksa oleh piket Reskrim.
Saat pemeriksaan, keenam tersangka mengalami tindakan kekerasan oleh beberapa anggota reskrim. Selain itu, pada malam itu hampir seluruh perwira Polresta Bengkulu datang ke Mapolres (Kapolres/ MTS, Wakapolres, Kabagops, dll).
Pada saat pemeriksaan oleh piket reskrim, ada kesepakatan dari tim buser (saat itu dipimpin AS) untuk dilakukan pengembangan. Selanjutnya ada pembagian tugas, sebagian piket melakukan pengembangan ke tempat lain dan sebagian membawa keenam tersangka ke pantai (Taman Wisata Alam Pantai Panjang).
Personel yang ikut ke pantai bersama para tersangka adalah MT beserta anggota piket reskrim, serta AS dan seluruh anggota buser. Sedangkan Novel, YS, dan beberapa orang lainnya belakangan menyusul tim yang menuju pantai. Novel datang ke lokasi penembakan, di pantai, bersama empat orang lainnya.
Sesampainya di pantai Novel dan salah satu rekan semobilnya turun dari mobil untuk bergabung dengan tim yang sudah dahulu sampai. Ketika baru turun, mendengar ada teriakan, “Ada yang lari, ada yang lari,” yang berasal dari pantai dan selanjutnya terdengar tembakan bersahutan.
Setelah situasi reda, ternyata keenam tersangka mengalami luka tembak di bagian kaki. Dikarenakan situasi gelap, tidak ada yang tahu siapa yang
menembak siapa.
Selanjutnya Novel memerintahkan keenam tersangka dibawa ke rumah sakit Bhayangkara untuk dilakukan pengobatan. Di lokasi sudah ada empat mobil buser dan puluhan polisi termasuk polisi dari kantor Polsek yang berada di dekat pantai.
Setelah dilakukan pengobatan, keenam tersangka selanjutnya dibawa
kembali ke Mapolresta Bengkulu. Saat di Mapolres, keenam tersangka kembali dilakukan pemeriksaan dan juga kembali mengalami tindakan kekerasan yang berlebihan.
Salah seorang tersangka (Mulyan Johan/Aan (alm)), sampai jatuh dari anak tangga di lantai dua ke lantai satu. Beberapa anggota piket kemudian mengangkat tersangka Mulyan, karena dia sudah tidak bisa berdiri.
Selanjutnya anggota piket membawa tersangka Mulyan ke rumah sakit Bhayangkara dengan menggunakan mobil buser.
Besok harinya, tersiar kabar bahwa tersangka Mulyan meninggal dunia di rumah sakit Bhayangkara. Selanjutnya setelah apel pagi, seluruh anggota Reskrim diberikan arahan oleh Kapolresta dan dihadiri oleh beberapa pejabat Polresta lainnya.
Saat itu Kapolres meminta kepada Novel untuk mengurus administrasi penyidikan dan pemberkasan perkara pencurian tersebut, serta pengurusan jenazah tersangka Mulyan.
Novel selanjutnya menemui keluarga korban dan selanjutnya bersepakat melakukan perdamaian dengan keluarga korban yang menerima kejadian tersebut.
Surat perjanjian perdamaian kemudian dibuat antara Novel mewakili Kapolres dengan keluarga korban yang salah satu isinya keluarga korban tidak mengajukan keberatan baik pidana ataupun perdata atas meninggalnya tersangka Mulyan.
Berdasarkan surat perdamaian tersebut, akhirnya tidak dilakukan proses pidana atas kejadian meninggalnya tersangka Mulyan.
Pada 19 Pebruari 2004, keluarga dihubungi pihak kepolisian dan meminta orangtua ke Polda Bengkulu. Di Polda disampaikan informasi bahwa Aan telah meninggal dunia.
Keluarga diminta untuk tidak menuntut. Keluarga disuruh pulang dan menunggu di rumah. Tidak ada otopsi. Jenazah di dalam peti dan tidak boleh dibuka.
Novel menyakinkan keluarga akan mengusut secara tegas yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. Novel memberikan santunan. Novel pun sempat ke keluarga Aan dalam beberapa hari kemudian.
Sedangkan profil Aan adalah instruktur fitness ‘Geronimo’. Dia juga
atlet binaraga. Lokasi walet ada di lantai tiga tempat fitness tersebut.
Keluarga menyangsikan bahwa Aan terlibat pencurian. Saat ini gedung yang menjadi lokasi pencurian dan tempat sarang walet tersebut sudah beralih tangan dan fungsi menjadi Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Belum dapat informasi dari sekitar gedung tersebut mengenai peristiwa 2004.
Kemudian perkara meninggalnya tersangka Mulyan tersebut diproses pelanggaran kode etiknya oleh Bid Propam Polda Bengkulu.
Sebagaimana informasi yang didapat, atas kesepakatan para dua pejabat utama Polda dan satu pimpinan Polres Kota Bengkulu, diambil jalan tengah dan disepakati uraian kejadian meninggalnya tersangka Mulyan adalah sebagai berikut:
Setelah dilakukan penangkapan terhadap 6 tersangka, tersangka Mulyan dipisahkan tersendiri dan dibawa untuk dilakukan pengembangan. Saat dilakukan pengembangan tersangka Mulyan berusaha melarikan diri dan selanjutnya petugas melakukan upaya pengejaran dan pelumpuhan yang menyebabkan tersangka Mulyan tertembak dan terjatuh.
Ketika terjatuh, kepala tersangka Mulyan terkena batu yang kemudian mengakibatkan tersangka Mulyan meninggal dunia. Tempat Kejadian Perkara meninggalnya tersangka Mulyan pun dilakukan perubahan, dimana dia dinyatakan tertembak dan terjatuh di tidak suatu tempat (bukan di pantai dan di kantor polres).
Laporan peristiwa meninggalnya Aan direkayasa dengan menyatakan lokasi penembakan terjadi di Jalan Mangga 4 Lingkar Timur RT 19/06 dengan dalih Aan berusaha melarikan diri.
Atas kesepakatan para pejabat utama juga, saat itu Novel diminta untuk bertanggung jawab atas perbuatan dari anggotanya.
Selanjutnya Novel dan beberapa anggota Reskrim akhirnya disidang dispilin/kode etik dan dikenakan hukuman teguran keras. Setelah terbitnya
vonis tersebut, perkara tersebut dinyatakan selesai.
(rsa)