Tetap jadi pilihan eksekutif
A
A
A
Keterbatasan lahan di pusat kota membuat pembangunan kondominium kini bergeser ke daerah pinggiran. Meski begitu, residensial vertikal itu tetap menjadi incaran para eksekutif muda.
Makin minimnya ketersediaan lahan ditambah tingginya harga sewa dan jual kondominium di kawasan central business district (CBD) Jakarta, memacu pesatnya pertumbuhan kondominium di luar kawasan tersebut. Seperti diungkapkan hasil survei lembaga konsultan properti Colliers International, aktivitas pasar kondominium di luar CBD tahun ini mengalami kenaikan.
Hal ini dibuktikan dengan melonjaknya pasokan kondominium tahun ini. Berdasarkan laporan terbaru Colliers pada kuartal II 2012, setidaknya akan ada tujuh kondominium hak milik (strata title) baru yang akan berdiri di luar kawasan CBD yaitu Madison Park di Tanjung Duren, Jakarta Barat;
Metro Park (Tower 2), Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Pluit Seaview (Tower Belize), Pluit, Jakarta Utara; Green Central (Tower Cerberra), Gadjah Mada, Jakarta Barat; Royal Olive Residence (Tower 1), Buncit, Jakarta Selatan; St Moritz (The New Presindential Tower), Puri Indah; serta Gianneti (Tower 2), Kemanggisan, Jakarta Barat.
Sementara, untuk kondominium sewa (for lease), Colliers melaporkan akan ada satu tambahan
kondominium baru pada kawasan selatan ibu kota yaitu Somerset Kentjana di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Selain dilihat dari banyaknya pasokan, pertumbuhan positif pasar kondominium di kawasan luar CBD juga terlihat dari meningkatnya tingkat hunian. Di mana tingkat hunian kondominium sewa
mengalami lonjakan hingga 6,4%,yaitu dari 66,5% di kuartal I menjadi 72,9% pada kuartal II tahun ini.
Menurut Associate Director Residential Sales & Company Colliers International Indonesia Aleviery Akbar, di era mulai meningkatnya kebutuhan akan tempat hunian seperti sekarang ini, maraknya pembangunan kondominium sebenarnya merupakan hal yang wajar.
”Apalagi, keberadaan hunian vertikal ini menjadi salah satu solusi di tengah makin tingginya harga tanah dan perumahan,” ungkapnya kepada harian Seputar Indonesia (SINDO).
Faktor pemicu lain pesatnya pasar kondominium di Indonesia, khususnya di Jakarta, adalah
melonjaknya kelas menengah yang menyebabkan beralihnya gaya hidup. ”Dengan penghasilan yang lebih besar, otomatis selera seseorang juga akan meningkat,” tandas Aleviery.
Dia menuturkan, pasar kondominium di Indonesia, terutama di wilayah Jakarta masih sangat
prospektif. Sebab, setiap kondominium yang baru berdiri selalu berhasil diserap pasar. ”Bahkan berdasarkan analisa, dalam dua sampai tiga tahun ke depan perkembangan kondominium akan semakin positif,” ujarnya.
Pasar kondominium yang akan tumbuh merupakan kategori untuk kelas menengah. Pertumbuhan tersebut ditunjang keadaan ekonomi dan suku bunga kredit pemilikan apartemen (KPA) yang baik dan stabil.
”Selain itu, daya beli yang menguat serta makin maraknya tren tinggal dihunian vertikal yang dekat dengan pusat aktivitas juga memacu adanya pertumbuhan tersebut,” jelasnya saatdiwawancarai SINDO.
Sementara, Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan,di tengah makin banyaknya jumlah kondominium, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pengembang ketika akan membangun.
”Salah satunya ialah penentuan konsep bangunan. Sebab, hal ini dapat digunakan sebagai salah satu kunci untuk menarik minat pembeli,” ungkapnya.
Menurutnya, menentukan suatu konsep kondominium bukanlah hal sulit. Karena, pengembang hanya perlu menyesuaikan dengan lokasi berdirinya kondominium tersebut. Misalnya, untuk kawasan di luar CBD yang masih dekat dengan pusat bisnis seperti daerah Kebayoran dan Pondok Indah, konsep yang diusung bisa sama dengan daerah CBD yaitu hunian eksklusif layaknya hotel bintang lima.
”Sedangkan bila kondominium yang ada di luar jauh dari kawasan CBD, seperti di daerah Pulogadung, konsepnya bisa seperti hotel bintang 3 dan 2 yang lebih bergaya home dan elegan, namun tetap nyaman untuk ditinggali,” tandasnya.
Selain itu, untuk menarik pembeli, ada baiknya para pengembang membangun berbagai fasilitas lengkap seperti arena hiburan, olahraga, hingga restoran di setiap lokasi kondominium yang ingin dibangun.
Selanjutnya, dengan makin minimnya lahan yang ada di kawasan pusat bisnis (CBD) para pengembang kini memang mulai beralih untuk membangun kondominium di kawasan luar CBD, namun tetap saja lokasi yang dipilih tidak terlalu jauh dari pusat kota.
”Karena, seperti yang diketahui, kebanyakan pembeli kondominium berasal dari kalangan eksekutif muda yang sebagian besar berkantor di kawasan pusat bisnis,” terangnya.
Menyoal cara pembayaran, Ferry menerangkan bahwa hingga kuartal II ini metode cash installement (pembayaran tunai bertahap) masih mendominasi. ”Hal ini tidak lain disebabkan cara
pembayaran tersebut dinilai lebih sederhana dan efektif,” pungkasnya.
Berdasarkan survei yang dihimpun Colliers, jumlah pembeli apartemen dengan cash installment mencapai 40–50% dari keseluruhan pembeli, yang berkisar dari segmen bawah hingga atas. Sedangkan, para pembeli dengan metode hard cash (tunai langsung) berkisar antara 10–30% dan yang membeli melalui kredit kepemilikan apartemen (KPA) hanya berjumlah 10–20%
Makin minimnya ketersediaan lahan ditambah tingginya harga sewa dan jual kondominium di kawasan central business district (CBD) Jakarta, memacu pesatnya pertumbuhan kondominium di luar kawasan tersebut. Seperti diungkapkan hasil survei lembaga konsultan properti Colliers International, aktivitas pasar kondominium di luar CBD tahun ini mengalami kenaikan.
Hal ini dibuktikan dengan melonjaknya pasokan kondominium tahun ini. Berdasarkan laporan terbaru Colliers pada kuartal II 2012, setidaknya akan ada tujuh kondominium hak milik (strata title) baru yang akan berdiri di luar kawasan CBD yaitu Madison Park di Tanjung Duren, Jakarta Barat;
Metro Park (Tower 2), Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Pluit Seaview (Tower Belize), Pluit, Jakarta Utara; Green Central (Tower Cerberra), Gadjah Mada, Jakarta Barat; Royal Olive Residence (Tower 1), Buncit, Jakarta Selatan; St Moritz (The New Presindential Tower), Puri Indah; serta Gianneti (Tower 2), Kemanggisan, Jakarta Barat.
Sementara, untuk kondominium sewa (for lease), Colliers melaporkan akan ada satu tambahan
kondominium baru pada kawasan selatan ibu kota yaitu Somerset Kentjana di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Selain dilihat dari banyaknya pasokan, pertumbuhan positif pasar kondominium di kawasan luar CBD juga terlihat dari meningkatnya tingkat hunian. Di mana tingkat hunian kondominium sewa
mengalami lonjakan hingga 6,4%,yaitu dari 66,5% di kuartal I menjadi 72,9% pada kuartal II tahun ini.
Menurut Associate Director Residential Sales & Company Colliers International Indonesia Aleviery Akbar, di era mulai meningkatnya kebutuhan akan tempat hunian seperti sekarang ini, maraknya pembangunan kondominium sebenarnya merupakan hal yang wajar.
”Apalagi, keberadaan hunian vertikal ini menjadi salah satu solusi di tengah makin tingginya harga tanah dan perumahan,” ungkapnya kepada harian Seputar Indonesia (SINDO).
Faktor pemicu lain pesatnya pasar kondominium di Indonesia, khususnya di Jakarta, adalah
melonjaknya kelas menengah yang menyebabkan beralihnya gaya hidup. ”Dengan penghasilan yang lebih besar, otomatis selera seseorang juga akan meningkat,” tandas Aleviery.
Dia menuturkan, pasar kondominium di Indonesia, terutama di wilayah Jakarta masih sangat
prospektif. Sebab, setiap kondominium yang baru berdiri selalu berhasil diserap pasar. ”Bahkan berdasarkan analisa, dalam dua sampai tiga tahun ke depan perkembangan kondominium akan semakin positif,” ujarnya.
Pasar kondominium yang akan tumbuh merupakan kategori untuk kelas menengah. Pertumbuhan tersebut ditunjang keadaan ekonomi dan suku bunga kredit pemilikan apartemen (KPA) yang baik dan stabil.
”Selain itu, daya beli yang menguat serta makin maraknya tren tinggal dihunian vertikal yang dekat dengan pusat aktivitas juga memacu adanya pertumbuhan tersebut,” jelasnya saatdiwawancarai SINDO.
Sementara, Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan,di tengah makin banyaknya jumlah kondominium, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pengembang ketika akan membangun.
”Salah satunya ialah penentuan konsep bangunan. Sebab, hal ini dapat digunakan sebagai salah satu kunci untuk menarik minat pembeli,” ungkapnya.
Menurutnya, menentukan suatu konsep kondominium bukanlah hal sulit. Karena, pengembang hanya perlu menyesuaikan dengan lokasi berdirinya kondominium tersebut. Misalnya, untuk kawasan di luar CBD yang masih dekat dengan pusat bisnis seperti daerah Kebayoran dan Pondok Indah, konsep yang diusung bisa sama dengan daerah CBD yaitu hunian eksklusif layaknya hotel bintang lima.
”Sedangkan bila kondominium yang ada di luar jauh dari kawasan CBD, seperti di daerah Pulogadung, konsepnya bisa seperti hotel bintang 3 dan 2 yang lebih bergaya home dan elegan, namun tetap nyaman untuk ditinggali,” tandasnya.
Selain itu, untuk menarik pembeli, ada baiknya para pengembang membangun berbagai fasilitas lengkap seperti arena hiburan, olahraga, hingga restoran di setiap lokasi kondominium yang ingin dibangun.
Selanjutnya, dengan makin minimnya lahan yang ada di kawasan pusat bisnis (CBD) para pengembang kini memang mulai beralih untuk membangun kondominium di kawasan luar CBD, namun tetap saja lokasi yang dipilih tidak terlalu jauh dari pusat kota.
”Karena, seperti yang diketahui, kebanyakan pembeli kondominium berasal dari kalangan eksekutif muda yang sebagian besar berkantor di kawasan pusat bisnis,” terangnya.
Menyoal cara pembayaran, Ferry menerangkan bahwa hingga kuartal II ini metode cash installement (pembayaran tunai bertahap) masih mendominasi. ”Hal ini tidak lain disebabkan cara
pembayaran tersebut dinilai lebih sederhana dan efektif,” pungkasnya.
Berdasarkan survei yang dihimpun Colliers, jumlah pembeli apartemen dengan cash installment mencapai 40–50% dari keseluruhan pembeli, yang berkisar dari segmen bawah hingga atas. Sedangkan, para pembeli dengan metode hard cash (tunai langsung) berkisar antara 10–30% dan yang membeli melalui kredit kepemilikan apartemen (KPA) hanya berjumlah 10–20%
(kur)