Alumnus homeschooling yang sukses

Minggu, 29 Juli 2012 - 23:00 WIB
Alumnus homeschooling...
Alumnus homeschooling yang sukses
A A A
KREDIT siswa homeschooling terkadang tidak sebanyak kredit di sekolah umum. Namun, bukan berarti pola pendidikan itu tidak bisa mengantarkan anak ke dunia realitas seusai sekolah. Malah, pola pendidikan homeschooling mempersiapkan para siswa lebih kompetitif, baik untuk perguruan tinggi maupun kehidupan sosial.

Tidak jarang sejumlah tokoh di dunia yang sukses baik di dunia bisnis, hiburan, ilmu pengetahuan, politik, dan sastra, adalah alumnus homeschooling. Menurut Seto Mulyadi, praktisi homeschooling, setidaknya di Indonesia ada tiga tokoh nasional yang menjadi sosok representatif homeschooling. Mereka adalah bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, tokoh nasional Buya Hamka, dan tokoh perjuangan KH Agus Salim.

Hamka memang mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar Maninjau selama dua tahun. Ketika berusia 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka kemudian mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab, salah satu pelajaran yang paling disukainya. KH Agus Salim mempraktikkan pola homeschooling kepada delapan anak-anaknya. Alasannya, dia tidak ingin anak-anaknya terpengaruh dengan sistem pendidikan penjajahan Belanda.

Karena itu, dia memilih mengambil sendiri tanggung jawab untuk mendidik kedelapan anaknya. Sementara itu di dunia, nama Julian Assange, pendiri situs Wikileaks, juga dikenal sebagai sosok homeschooling. Dia menjalani pola pendidikan rumah selama beberapa tahun karena orangtuanya memiliki perusahaan teater keliling. Nama lain yang juga dikenal sebagai alumnus sekolah rumah, ialah mantan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice.

Dia menjadi siswa homeschooling setelah ibunya, Angelina Rice, berhenti dari pekerjaan sebagai guru musik di SMA untuk mendidiknya secara langsung. Ibunya mengajarkan matematika, sains, dan membaca. Setiap minggu Condoleezza dites untuk melihat perkembangan kemampuannya. “Bertahun-tahun kemudian ketika gerakan homeschooling menjadi lebih terlihat, saya terlambat menyadari bahwa saya pernah menjadi bagian dari itu,” kata Condoleezza.

Nama atlet tenis AS Serena Williams dan Venus Williams menambah panjang daftar homeschoolers sukses. Ayahnya memilih homeschooling dengan alasan agar Serena dan Venus bisa punya lebih banyak waktu menjalankan jadwal latihan tenis yang ketat. Sementara itu, selebritas dunia Hilary Duff memilih homeschooling ketika kecil dengan alasan agar bisa tetap mengejar karier di dunia hiburan dan tidak ketinggalan pendidikan. Orangtuanya memilih homeschooling karena alasan lebih fleksibel.

Hal serupa juga dilakoni Dakota Fanning, selebritas remaja Hollywood. Sejak kecil, Fanning menjadi siswa homeschooling karena ingin mengejar karier di dunia akting. “Saya sekolah di rumah dan punya guru yang selalu mengikuti ke mana pun saya saat syuting film,” ungkap Fanning, seperti dilansir situs Finehomeschooling.

Begitu juga dengan Jennifer Love Hewitt. Saat masih menjadi aktris cilik, Hewitt memilih pola pendidikan homeschooling agar tetap bisa mengejar karier dan tidak ketinggalan sekolah. Dia baru menjadi siswa di sekolah umum saat sekolah menengah.

Sejumlah presiden AS juga dikenal sebagai alumnus homeschooling, di antaranya Presiden AS ke-28 Woodrow Wilson. Tokoh yang mendapat Hadiah Nobel pada 1919 (kategori keamanan) ini saat kecil dikenal sebagai penderita disleksia. Dia tidak bisa membaca hingga usia 10 tahun. Sang Ayah mengajarnya di rumah hingga Wilson berusia 13 tahun. Franklin Delano Roosevelt, presiden AS ke-32, juga seorang homeschooler.

Ibunya mengajarkannya saat hijrah ke Eropa. Dia mendapat pelajaran dari ibunya di rumah tentang percakapan bahasa Jerman dan Prancis. Melihat berbagai fakta tersebut, saat ini tinggal sejauh mana orangtua lebih selektif memilih pendidikan homeschooling.

Tidak semata-mata karena faktor status sosial, karena memang biaya program pendidikan ini tidak sedikit atau sekadar tren, tetapi, karena memang orangtua memahami bagaimana konstelasi dan dinamika dunia pendidikan di era globalisasi ini, yang menuntut segi otentitas dan kultur lingkungan mondial berkaitan dengan kemampuan dan kompetensi.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8452 seconds (0.1#10.140)