Fenomena pancaroba
A
A
A
PANCAROBA atau peralihan musim merupakan istilah saat terjadinya peralihan dua musim di daerah iklim muson antara musim penghujan dan kemarau atau sebaliknya. Normalnya pancaroba terjadi pada bulan Maret-April, saat peralihan musim dari penghujan ke kemarau. Bulan Oktober-Desember, saat peralihan dari musim kemarau ke penghujan.
Frekuensi badai yang tinggi, hujan deras disertai gemuruh, angin kencang, merupakan tanda pancaroba akan datang. Pancaroba juga ditandai dengan perilaku khas beberapa hewan, seperti tonggeret yang memasuki musim kawin saat musim kemarau dengan mengeluarkan suara yang khas. Binatang lainnya seperti rayap yang mencapai tahap dewasa sebagai laron ketika keluar dari sarang di tanah saat musim penghujan.
Dihimpun dari Wikipedia, pancaroba juga dipengaruhi oleh tiga jenis iklim yang ada di Indonesia, pertama iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut. Iklim muson sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Satu periode biasanya terjadi selama enam bulan. Angin muson terbagi kedalam dua jenis, angin musim barat daya (muson barat) dan angin musim timur laut (muson timur).
Kedua iklim tropis yang umumnya terjadi di wilayah Asia Tenggara dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Ketiga iklim laut yang terjadi di negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas sehingga penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan mengakibatkan curah hujan yang tinggi sering terjadi.
Namun beberapa tahun terakhir, perubahan iklim dirasakan sedikit berubah. Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono Prabowo mengatakan siklus peralihan musim pada umumnya terjadi setiap enam bulan sekali. Sekalipun terjadi perubahan dalam siklus pergantian musim (pancaroba), tidak akan mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Menurutnya transisi peralihan musim itu hanya satu atau dua bulan lebih cepat atau sebaliknya.
Masa peralihan dari musim hujan ke kemarau biasanya terjadi sekitar bulan Maret-April, sementara peralihan dari musim kemarau ke hujan sekitar bulan September-Oktober. Namun, perubahan siklus ini sangat tergantung dari masa musim tersebut. “Kalau panjang (musim kemaraunya) mau enggak mau transisinya agak mundur. Kalau kemaraunya pendek, bulannya agak maju. Tergantung kondisi musim kemarau-hujan,” jelasnya dalam perbincangan dengan Sindonews, Jakarta, Kamis (5/7/2012).
Masa musim itu sendiri sangat tergantung dari faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya badai El-Nino. Badai yang umumnya terjadi di perairan itu sangat mempengaruhi mundur-majunya waktu peralihan musim. “El-Nino itu membawa angin yang dapat mempengaruhi cuaca,” tukasnya.
El-Nino itu sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak lelaki”. Berdasarkan sejarahnya El-Nino merupakan sebuah fenomena yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur pada Desember.
Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya.
El-Nino akan terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut.
Dalam perkembangannya, para ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling. Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak perempuan”. Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun.
Prabowo menyampaikan, saat ini sebenarnya sudah terjadi badai El-Nino di sekitar samudra pasifik. Tentu saja badai ini cukup mempengaruhi musim di Indonesia, hanya saja badai tersebut masih kategori intensitas rendah. “Bulan-bulan Juni-Juli ini sudah ada gejalanya (badai El-Nino) tapi intensitasnya rendah.
Sementara itu bulan Juli ini sudah memasuki musim kemarau. Meski kemarau, bukan berarti tidak akan terjadi hujan. Menurutnya, potensi turunnya hujan tetap ada, hanya saja dalam intensitas yang rendah. Berbeda jika dalam kondisi terjadinya Badai La-Nina.
“Kalau ada kejadian La-Nina seperti tahun 2010 itu memang hampir tidak ada hujan pada musim kemarau,” ucapnya.
Frekuensi badai yang tinggi, hujan deras disertai gemuruh, angin kencang, merupakan tanda pancaroba akan datang. Pancaroba juga ditandai dengan perilaku khas beberapa hewan, seperti tonggeret yang memasuki musim kawin saat musim kemarau dengan mengeluarkan suara yang khas. Binatang lainnya seperti rayap yang mencapai tahap dewasa sebagai laron ketika keluar dari sarang di tanah saat musim penghujan.
Dihimpun dari Wikipedia, pancaroba juga dipengaruhi oleh tiga jenis iklim yang ada di Indonesia, pertama iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut. Iklim muson sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Satu periode biasanya terjadi selama enam bulan. Angin muson terbagi kedalam dua jenis, angin musim barat daya (muson barat) dan angin musim timur laut (muson timur).
Kedua iklim tropis yang umumnya terjadi di wilayah Asia Tenggara dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Ketiga iklim laut yang terjadi di negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas sehingga penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan mengakibatkan curah hujan yang tinggi sering terjadi.
Namun beberapa tahun terakhir, perubahan iklim dirasakan sedikit berubah. Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono Prabowo mengatakan siklus peralihan musim pada umumnya terjadi setiap enam bulan sekali. Sekalipun terjadi perubahan dalam siklus pergantian musim (pancaroba), tidak akan mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Menurutnya transisi peralihan musim itu hanya satu atau dua bulan lebih cepat atau sebaliknya.
Masa peralihan dari musim hujan ke kemarau biasanya terjadi sekitar bulan Maret-April, sementara peralihan dari musim kemarau ke hujan sekitar bulan September-Oktober. Namun, perubahan siklus ini sangat tergantung dari masa musim tersebut. “Kalau panjang (musim kemaraunya) mau enggak mau transisinya agak mundur. Kalau kemaraunya pendek, bulannya agak maju. Tergantung kondisi musim kemarau-hujan,” jelasnya dalam perbincangan dengan Sindonews, Jakarta, Kamis (5/7/2012).
Masa musim itu sendiri sangat tergantung dari faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya badai El-Nino. Badai yang umumnya terjadi di perairan itu sangat mempengaruhi mundur-majunya waktu peralihan musim. “El-Nino itu membawa angin yang dapat mempengaruhi cuaca,” tukasnya.
El-Nino itu sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak lelaki”. Berdasarkan sejarahnya El-Nino merupakan sebuah fenomena yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur pada Desember.
Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya.
El-Nino akan terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut.
Dalam perkembangannya, para ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling. Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak perempuan”. Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun.
Prabowo menyampaikan, saat ini sebenarnya sudah terjadi badai El-Nino di sekitar samudra pasifik. Tentu saja badai ini cukup mempengaruhi musim di Indonesia, hanya saja badai tersebut masih kategori intensitas rendah. “Bulan-bulan Juni-Juli ini sudah ada gejalanya (badai El-Nino) tapi intensitasnya rendah.
Sementara itu bulan Juli ini sudah memasuki musim kemarau. Meski kemarau, bukan berarti tidak akan terjadi hujan. Menurutnya, potensi turunnya hujan tetap ada, hanya saja dalam intensitas yang rendah. Berbeda jika dalam kondisi terjadinya Badai La-Nina.
“Kalau ada kejadian La-Nina seperti tahun 2010 itu memang hampir tidak ada hujan pada musim kemarau,” ucapnya.
(kur)