Hukum internasional tangani konflik budaya

Sabtu, 30 Juni 2012 - 09:18 WIB
Hukum internasional...
Hukum internasional tangani konflik budaya
A A A
Sindonews.com – Negara-negara yang tergabung dalam Like Minded Countries (LMCs) mendesak terwujudnya hukum internasional yang bisa menyelesaikan persoalan jika ada klaim budaya suatu negara oleh negara lain.

Hal ini merupakan salah satu poin penting yang disepakati negara-negara yang tergabung dalam LMCs, termasuk Indonesia. LMCs juga menuntut adanya aturan internasional yang jelas mengenai pembagian keuntungan (benefit sharing) penggunaan aset budaya oleh negara lain.

Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Bebeb AKN Djundjunan mengatakan, khusus isu mengenai pentingnya hukum internasional yang mengatur klaim aset budaya pada awalnya diusulkan oleh Indonesia.

"Usulan ini sekaligus merespons beberapa kasus aset budaya kita yang seringkali diklaim pihak asing. Kesepakatan ini tertuang dalam rekomendasi forum pertemuan negara-negara sepaham (Like Minded Countries Meeting/LMCM) III untuk memberikan perlindungan terhadap sumber daya genetika, pengetahuan tradisional, dan ekspresi budaya tradisional (SDGPTEBT),” tuturnya kepada wartawan di Legian, Bali, Jumat 29 Juni 2012.

Menurut Bebeb, selama ini negara-negara maju kerap memanfaatkan sumber daya budaya yang berasal dari negara berkembang. Hal itu, menurut Bebeb, dilakukan tanpa adanya pembagian keuntungan. Bahkan, negara-negara maju tersebut tidak menyebutkan asal dari kebudayaan yang mereka gunakan. "Mereka beragumen, bahwa mereka punya teknologi. Itu kan bisa kita balas, kan kita bisa cari teknologi sendiri. Persoalannya apakah negara-negara maju itu bisa atau tidak mencari sumber daya genetikanya sendiri?” tandasnya.

Dia melanjutkan, Forum LMCM III ini juga menargetkan, pada 2014 draf Articles of Genetical Resources, Traditional Knowledge, Traditional Cultural Expression/Folklore (GRTKTCE/F) bisa menjadi sebuah konvensi yang diakui World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss.

Karena itu, pihaknya juga mengundang negara-negara maju non-LMCs seperti Australia, China, Norwegia, dan Swiss untuk ikut mendengarkan hasil kesepakatan yang dihasilkan.

Ketua Intergovernmental Committee (IGC) yang juga perwakilan delegasi LMCs dari Jamaika Wayne McCook mengungkapkan, salah satu hal penting dalam pengetahuan tradisional adalah kemampuan suatu negara mengidentifikasi asal-usul tradisi.

Dia memandang, ada posisi yang berbeda antara negara berkembang dengan negara maju dalam mempersepsikan SDGPTEBT. Negara maju, menurut dia, masih menganggap isu ini sederhana dan tidak terlalu penting. Di samping itu, isu ini dianggap masih bisa ditangani melalui proses diplomasi antarnegara. Delegasi IGC dari Australia Stephen Anthony Bailie mengungkapkan, pihaknya sangat menghargai undangan LMCs. Namun, dalam forum ini Australia berada pada posisi netral.

Artinya, Australia bisa menjadi jembatan untuk menyatukan perbedaan pandangan antara negara berkembang dan negara maju dalam konteks pembahasan isu SDGPTEBT. "Kami juga siap menjalin komitmen untuk bekerja sama memantau perkembangan isu ini," paparnya. (lil)
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1278 seconds (0.1#10.140)