Penerimaan CPNS ikuti pola UN
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah akan memperketat mekanisme penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2012 dengan menggunakan pola ujian nasional (UN). Pola tersebut diharapkan bisa menghasilkan calon birokrat yang berkualitas.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Azwar Abubakar mengatakan, penerimaan diubah layaknya UN di SMP dan SMA/SMK dengan proses yang diawasi secara ketat.
Prosesnya dimulai dengan pembuatan soal ujian oleh konsorsium perguruan tinggi negeri (PTN) yang dipimpin Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut dia, konsorsium membuat soal perpaket dengan sistem pengacakan sehingga antarpeserta ujian tidak dapat saling mencontek.
Selain itu prosesnya juga independen tanpa ada intervensi selama ujian berlangsung.
“Tanggung jawabnya diserahkan ke masing-masing kampus yang tergabung dalam konsorsium tersebut. Kampus akan bekerja sama dengan pemerintah di masing-masing daerah,” katanya di Jakarta kemarin.
Lebih lanjut mantan Plt Gubernur Aceh ini menjelaskan, jika ujian sudah selesai, pemerintah kabupaten kota tidak lagi terlibat dalam penerimaan tersebut. Hasil ujian akan dibawa ke pemerintah provinsi untuk ditandatangani dan diumumkan pejabat setempat.
“Tidak lagi diproses di daerah, namun oleh tim yang sudah dibentuk khusus,” ujarnya.
Azwar menambahkan, untuk menambah kepercayaan publik dalam pengawalan dan pembuatan soal, pihaknya menggandeng Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Pihaknya juga akan meminta bantuan kepolisian untuk mengawal distribusi soal.“Jadi soal dikirim ke Lemsaneg untuk diperiksa. Dikirim lagi ke daerah lalu dicetak,” katanya.
Kemenpan dan RB kemarin juga baru menekan nota kesepahaman bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait pengawasan dan pengaduan masyarakat dalam proses penerimaan aparatur negara tersebut.
Menurut dia, LSM antikorupsi ini tidak hanya menjadi posko pengaduan, namun juga ikut mengawal seleksi penerimaan CPNS mulai dari pembuatan soal hingga pengumumannya.
Keterlibatan 10 PTN, kepolisian, dan ICW itu, tambah dia, bertujuan menciptakan seleksi yang ramah untuk semua pihak.
Meski begitu, prosesnya tetap serius untuk mencari aparatur negara yang berkualitas. Dengan penerimaan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, generasi emas yang akan datang pun akan semangat menjadi PNS.
Sementara itu, Koordinator ICW J Danang Widoyoko berpendapat, praktik suap dalam penerimaan CPNS itu memang terjadi. Dia mengalami sendiri saat adiknya ingin menjadi PNS di Jawa Tengah yang dimintai Rp90 juta jika ingin dinyatakan lulus.
Praktik ini ada salah satunya disebabkan oleh kepentingan politik dimana kepala daerah menimbun uang sebanyak mungkin untuk maju pilkada berikutnya. Kepala daerah juga menjanjikan para kolega dan pendukungnya duduk di instansi negara sebagai konsesi.
Danang mengemukakan, integritas pemerintah dalam proses rekrutmen ini menjadi penting agar penerimaan PNS ini tidak lagi dipolitisasi. Jika semakin dibiarkan, pemerintah akan gagal mendapatkan anak-anak terbaik bangsa yang ditempatkan di instansi negara.
Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengapresiasi langkah pemerintah dalam memperketat proses penerimaan ini. Menurut dia, memang perlu ada usaha ekstrakeras dari pemerintah untuk memberantas mafia CPNS.
Hakam mengungkapkan, setelah moratorium penerimaan CPNS memang perlu diperketat mekanisme pene-rimaannya. Selama ini penerimaan birokrat terlalu longgar dan kurang mengutamakan kualitas. Bahkan kadang siapa yang diterima ditentukan oleh selera pejabatnya sendiri.
Mengenai transparansi, ujar anggota Fraksi PAN ini, pemerintah tetap perlu membuat sistem pengujian melalui computer assisted test (CAT) sehingga proses seleksinya terkomputerisasi dan soal yang disajikan pun diacak secara langsung.(lin)
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Azwar Abubakar mengatakan, penerimaan diubah layaknya UN di SMP dan SMA/SMK dengan proses yang diawasi secara ketat.
Prosesnya dimulai dengan pembuatan soal ujian oleh konsorsium perguruan tinggi negeri (PTN) yang dipimpin Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut dia, konsorsium membuat soal perpaket dengan sistem pengacakan sehingga antarpeserta ujian tidak dapat saling mencontek.
Selain itu prosesnya juga independen tanpa ada intervensi selama ujian berlangsung.
“Tanggung jawabnya diserahkan ke masing-masing kampus yang tergabung dalam konsorsium tersebut. Kampus akan bekerja sama dengan pemerintah di masing-masing daerah,” katanya di Jakarta kemarin.
Lebih lanjut mantan Plt Gubernur Aceh ini menjelaskan, jika ujian sudah selesai, pemerintah kabupaten kota tidak lagi terlibat dalam penerimaan tersebut. Hasil ujian akan dibawa ke pemerintah provinsi untuk ditandatangani dan diumumkan pejabat setempat.
“Tidak lagi diproses di daerah, namun oleh tim yang sudah dibentuk khusus,” ujarnya.
Azwar menambahkan, untuk menambah kepercayaan publik dalam pengawalan dan pembuatan soal, pihaknya menggandeng Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Pihaknya juga akan meminta bantuan kepolisian untuk mengawal distribusi soal.“Jadi soal dikirim ke Lemsaneg untuk diperiksa. Dikirim lagi ke daerah lalu dicetak,” katanya.
Kemenpan dan RB kemarin juga baru menekan nota kesepahaman bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait pengawasan dan pengaduan masyarakat dalam proses penerimaan aparatur negara tersebut.
Menurut dia, LSM antikorupsi ini tidak hanya menjadi posko pengaduan, namun juga ikut mengawal seleksi penerimaan CPNS mulai dari pembuatan soal hingga pengumumannya.
Keterlibatan 10 PTN, kepolisian, dan ICW itu, tambah dia, bertujuan menciptakan seleksi yang ramah untuk semua pihak.
Meski begitu, prosesnya tetap serius untuk mencari aparatur negara yang berkualitas. Dengan penerimaan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, generasi emas yang akan datang pun akan semangat menjadi PNS.
Sementara itu, Koordinator ICW J Danang Widoyoko berpendapat, praktik suap dalam penerimaan CPNS itu memang terjadi. Dia mengalami sendiri saat adiknya ingin menjadi PNS di Jawa Tengah yang dimintai Rp90 juta jika ingin dinyatakan lulus.
Praktik ini ada salah satunya disebabkan oleh kepentingan politik dimana kepala daerah menimbun uang sebanyak mungkin untuk maju pilkada berikutnya. Kepala daerah juga menjanjikan para kolega dan pendukungnya duduk di instansi negara sebagai konsesi.
Danang mengemukakan, integritas pemerintah dalam proses rekrutmen ini menjadi penting agar penerimaan PNS ini tidak lagi dipolitisasi. Jika semakin dibiarkan, pemerintah akan gagal mendapatkan anak-anak terbaik bangsa yang ditempatkan di instansi negara.
Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengapresiasi langkah pemerintah dalam memperketat proses penerimaan ini. Menurut dia, memang perlu ada usaha ekstrakeras dari pemerintah untuk memberantas mafia CPNS.
Hakam mengungkapkan, setelah moratorium penerimaan CPNS memang perlu diperketat mekanisme pene-rimaannya. Selama ini penerimaan birokrat terlalu longgar dan kurang mengutamakan kualitas. Bahkan kadang siapa yang diterima ditentukan oleh selera pejabatnya sendiri.
Mengenai transparansi, ujar anggota Fraksi PAN ini, pemerintah tetap perlu membuat sistem pengujian melalui computer assisted test (CAT) sehingga proses seleksinya terkomputerisasi dan soal yang disajikan pun diacak secara langsung.(lin)
()