KPK terjebak skenario politik
A
A
A
Sindonews.com - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memanggil Direktur Utama PT Bhakti Ivestama Hary Tanoesudibjo masih mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Serikat Pengacara Rakyat (SPR) menilai KPK mulai terjebak dalam skenario permainan politik, sehingga tak menyadari pentingnya penetapan skala prioritas dalam menangani kasus korupsi di Tanah Air.
Hal ini bisa dilihat langkah KPK yang lebih mendahulukan memanggil Harry Tanoesudibjo, daripada mengusut kasus pembangunan sport centre di Hambalang.
"Aneh sekali, KPK yang lamban dalam mengusut kasus Hambalang yang nilainya Rp2,5 triliun, namun justru bisa bergerak sangat cepat dalam mengusut kasus suap Tommy Hindratno (mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pajak Sidoarjo, Jawa Timur) dalam kasus pengurusan restitusi pajak yang nilainya hanya Rp3,4 miliar," ujar Juru Bicara SPR Habiburokhman dalam rilisnya Senin (18/6/2012).
Menurutnya, kasus Hambalang sudah hampir berusia satu tahun penyelidikannya dan KPK sudah memanggil lebih dari 60 orang saksi.
Namun, hingga kini KPK belum berani memanggil tokoh penting yang sering disebut-sebut terlibat dalam kasus tersebut, yaitu Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Sementara dalam kasus Tommy Hindratno yang baru tertangkap beberapa hari lalu, KPK bisa langsung memanggil Harry Tanoesoedibjo untuk menjadi saksi.
Menurutnya, ada dua alasan yang membuat pemanggilan Harry Tanoesudibjo sebagai saksi terasa janggal.
"Pertama, KPK tidak pernah mengatakan jika James Gunarjo, orang yang diduga menyuap Tommy Hindratno adalah benar karyawan PT Bhakti Investama.
Kedua, jika benar bahwa dia karyawan PT Bhakti Investama tidak mungkin seorang Direktur Utama perusahaan sekelas PT Bhakti Investama mengetahui secara teknis pengurusan restitusi pajak yang nilainya hanya Rp3,4 miliar," jelasnya.
Kualitas Hary Tanoesudibjo untuk menjadi saksi dalam perkara Tommy Hindratno menurut Habiburokhman sangat rendah dan nyaris tidak mungkin memiliki informasi yang berarti dalam perkara itu.
Dia menjelaskan, dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP secara jelas disebutkan keterangan saksi adalah keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
"Nah bagaimana mungkin Harry Tanoesudibjo mengetahui kasus tertangkapnya Tommy Hindratno dalam transaksi suap dan latar belakngnya?," ujarnya lagi.
Habiburokhman khawatir pemanggilan Hary Tanoesudibjo hanya sekadar aksi pencitraan KPK agar terkesan bisa bersikap tegas memanggil orang-orang penting.
Jangan sampai pemanggilan tersebut dilakukan sebagai kompensasi keengganan KPK untuk memanggil orang-orang penting dalam perkara lain, misalnya elit Partai Demokrat.
Lebih lanjut, Habiburokhman mengatakan secara politis, pemanggilan Hary Tanoesudibjo yang bukan orang dalam lingkaran kekuasaan akan lebih mudah, dibanding memanggil elit Partai Demokrat.
Terlebih lagi Hary Tanoe juga merupakan pimpinan parpol baru yang menurut survei elektibilitasnya cukup mengkhawatirkan partai-partai mapan.
Penentuan saksi dalam perkara pidana, sambungnya, bukanlah masalah sederhana. Dalam upaya membuktikan terjadinya suatu tindak pidana, peran saksi-saksi dinilai sangat penting.
Selain itu, keterangan beberapa orang saksi bisa meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi seperti dakwaan jaksa.
"Jadi tidak bisa penentuan saksi dilakukan dengan alasan pragmatis pencitraan atau alasan-alasan politis lain. Meskipun tak dapat dipungkiri akan selalu ada pihak-pihak yang berniat mengintervensi KPK secara politis, namun kami perlu mengingatkan kepada KPK untuk senantiasa menjaga independensi karena independensi adalah mahkota bagi mereka," katanya.(lin)
Serikat Pengacara Rakyat (SPR) menilai KPK mulai terjebak dalam skenario permainan politik, sehingga tak menyadari pentingnya penetapan skala prioritas dalam menangani kasus korupsi di Tanah Air.
Hal ini bisa dilihat langkah KPK yang lebih mendahulukan memanggil Harry Tanoesudibjo, daripada mengusut kasus pembangunan sport centre di Hambalang.
"Aneh sekali, KPK yang lamban dalam mengusut kasus Hambalang yang nilainya Rp2,5 triliun, namun justru bisa bergerak sangat cepat dalam mengusut kasus suap Tommy Hindratno (mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pajak Sidoarjo, Jawa Timur) dalam kasus pengurusan restitusi pajak yang nilainya hanya Rp3,4 miliar," ujar Juru Bicara SPR Habiburokhman dalam rilisnya Senin (18/6/2012).
Menurutnya, kasus Hambalang sudah hampir berusia satu tahun penyelidikannya dan KPK sudah memanggil lebih dari 60 orang saksi.
Namun, hingga kini KPK belum berani memanggil tokoh penting yang sering disebut-sebut terlibat dalam kasus tersebut, yaitu Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Sementara dalam kasus Tommy Hindratno yang baru tertangkap beberapa hari lalu, KPK bisa langsung memanggil Harry Tanoesoedibjo untuk menjadi saksi.
Menurutnya, ada dua alasan yang membuat pemanggilan Harry Tanoesudibjo sebagai saksi terasa janggal.
"Pertama, KPK tidak pernah mengatakan jika James Gunarjo, orang yang diduga menyuap Tommy Hindratno adalah benar karyawan PT Bhakti Investama.
Kedua, jika benar bahwa dia karyawan PT Bhakti Investama tidak mungkin seorang Direktur Utama perusahaan sekelas PT Bhakti Investama mengetahui secara teknis pengurusan restitusi pajak yang nilainya hanya Rp3,4 miliar," jelasnya.
Kualitas Hary Tanoesudibjo untuk menjadi saksi dalam perkara Tommy Hindratno menurut Habiburokhman sangat rendah dan nyaris tidak mungkin memiliki informasi yang berarti dalam perkara itu.
Dia menjelaskan, dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP secara jelas disebutkan keterangan saksi adalah keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
"Nah bagaimana mungkin Harry Tanoesudibjo mengetahui kasus tertangkapnya Tommy Hindratno dalam transaksi suap dan latar belakngnya?," ujarnya lagi.
Habiburokhman khawatir pemanggilan Hary Tanoesudibjo hanya sekadar aksi pencitraan KPK agar terkesan bisa bersikap tegas memanggil orang-orang penting.
Jangan sampai pemanggilan tersebut dilakukan sebagai kompensasi keengganan KPK untuk memanggil orang-orang penting dalam perkara lain, misalnya elit Partai Demokrat.
Lebih lanjut, Habiburokhman mengatakan secara politis, pemanggilan Hary Tanoesudibjo yang bukan orang dalam lingkaran kekuasaan akan lebih mudah, dibanding memanggil elit Partai Demokrat.
Terlebih lagi Hary Tanoe juga merupakan pimpinan parpol baru yang menurut survei elektibilitasnya cukup mengkhawatirkan partai-partai mapan.
Penentuan saksi dalam perkara pidana, sambungnya, bukanlah masalah sederhana. Dalam upaya membuktikan terjadinya suatu tindak pidana, peran saksi-saksi dinilai sangat penting.
Selain itu, keterangan beberapa orang saksi bisa meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi seperti dakwaan jaksa.
"Jadi tidak bisa penentuan saksi dilakukan dengan alasan pragmatis pencitraan atau alasan-alasan politis lain. Meskipun tak dapat dipungkiri akan selalu ada pihak-pihak yang berniat mengintervensi KPK secara politis, namun kami perlu mengingatkan kepada KPK untuk senantiasa menjaga independensi karena independensi adalah mahkota bagi mereka," katanya.(lin)
()