KPK telusuri dugaan suap Marzuki
A
A
A
Sindonews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelusuri dugaan penerimaan suap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie senilai Rp300 miliar, dalam kasus pembahasan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, semua informasi yang diterima termasuk pernyataan Wa Ode Nurhayati terkait keterlibatan Marzuki dalam kasus dugaan korupsi akan ditelusuri. "Ya, itu nanti dilihat di proses persidangan (Wa Ode) ya. Sekecil apa pun informasi itu, tentu akan ditindaklanjuti KPK," kata Johan di Jakarta, Minggu 17 Juni 2012.
Sebelumnya, terdakwa dugaan suap alokasi DPID dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Wa Ode Nurhayati seusai menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menyebut Marzuki Alie telah menerima jatah Rp300 miliar dalam kasus suap DPID. Selain itu, Wa Ode juga menyebut para pimpinan DPR yang menjadi wakil Marzuki pernah menerima jatah masing-masing Rp250 miliar.
Menurut Wa Ode, jatah mereka itu tidak diperoleh sesuai mekanisme konstitusional yang ada di Gedung Parlemen. Informasi tersebut diperoleh melalui Nando, Kepala Subbagian Rapat Sekretariat Badan Anggaran DPR. "Nando menyebutkan bahwa kode K (Marzuki Alie) memiliki jatah Rp300 miliar, Rp250 miliar per wakil ketua, dan pimpinan banggar. Itu data dari saudara Nando, bukan (hanya tudingan) dari Wa Ode," kata Wa Ode.
Sementara itu Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto menegaskan, pernyataan Wa Ode adalah pernyataan serius dan harus secepatnya diverifikasi. Menurut dia, wajar jika pernyataan tersebut ditindaklanjuti dan didalami KPK. "Tapi Wa Ode harus menunjukkan keseriusan atas tuduhannya tersebut, karena kalau tidak akan menjadi efek bumerang bagi dirinya sendiri. Menurut saya, siapa pun harus diposisikan secara sama di muka hukum,” kata Gun Gun.
Pakar politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai, jika pengusutan kasus DPID itu berhenti di aktor-aktor tertentu, tetapi tidak menyentuh kelompok-kelompok ‘untouchable’, maka hukum telah ditempatkan tidak pada tempatnya. "KPK jangan menjebakkan diri pada sikap obtruction of justice yang mempraktikkan penegakan hukum hanya bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan," tandas dia.
Tuduhan Wa Ode, sambung dia, seharusnya menjadi pintu masuk untuk mengungkap praktik korupsi politik di dalam kasus DPID. "Tentu jika ada bukti-bukti hukum, siapa pun harus tunduk di muka hukum termasuk Marzuki atau pejabat lainnya," paparnya. Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menilai, pernyataan atau tuduhan Wa Ode itu harus berdasar pada bukti yang valid. "Jangan juga asal sebut nama orang sekedar untuk mengajak biar bernasib sama sementara bukti tidak ada bukti," kata Pasek.
Ketua DPP Partai Demokrat ini menegaskan, keinginan KPK untuk menelusuri dan mendalami dugaan penerimaan Rp300 miliar oleh Marzuki Alie dari pihak-pihak tertentu harus didukung. Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie membantah dirinya menerima jatah Rp300 miliar terkait suap Banggar DPR untuk program DPID. Marzuki bahkan menantang Wa Ode membuktikan berbagai tudingan yang dialamatkan kepada dirinya. (lil)
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, semua informasi yang diterima termasuk pernyataan Wa Ode Nurhayati terkait keterlibatan Marzuki dalam kasus dugaan korupsi akan ditelusuri. "Ya, itu nanti dilihat di proses persidangan (Wa Ode) ya. Sekecil apa pun informasi itu, tentu akan ditindaklanjuti KPK," kata Johan di Jakarta, Minggu 17 Juni 2012.
Sebelumnya, terdakwa dugaan suap alokasi DPID dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Wa Ode Nurhayati seusai menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menyebut Marzuki Alie telah menerima jatah Rp300 miliar dalam kasus suap DPID. Selain itu, Wa Ode juga menyebut para pimpinan DPR yang menjadi wakil Marzuki pernah menerima jatah masing-masing Rp250 miliar.
Menurut Wa Ode, jatah mereka itu tidak diperoleh sesuai mekanisme konstitusional yang ada di Gedung Parlemen. Informasi tersebut diperoleh melalui Nando, Kepala Subbagian Rapat Sekretariat Badan Anggaran DPR. "Nando menyebutkan bahwa kode K (Marzuki Alie) memiliki jatah Rp300 miliar, Rp250 miliar per wakil ketua, dan pimpinan banggar. Itu data dari saudara Nando, bukan (hanya tudingan) dari Wa Ode," kata Wa Ode.
Sementara itu Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto menegaskan, pernyataan Wa Ode adalah pernyataan serius dan harus secepatnya diverifikasi. Menurut dia, wajar jika pernyataan tersebut ditindaklanjuti dan didalami KPK. "Tapi Wa Ode harus menunjukkan keseriusan atas tuduhannya tersebut, karena kalau tidak akan menjadi efek bumerang bagi dirinya sendiri. Menurut saya, siapa pun harus diposisikan secara sama di muka hukum,” kata Gun Gun.
Pakar politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai, jika pengusutan kasus DPID itu berhenti di aktor-aktor tertentu, tetapi tidak menyentuh kelompok-kelompok ‘untouchable’, maka hukum telah ditempatkan tidak pada tempatnya. "KPK jangan menjebakkan diri pada sikap obtruction of justice yang mempraktikkan penegakan hukum hanya bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan," tandas dia.
Tuduhan Wa Ode, sambung dia, seharusnya menjadi pintu masuk untuk mengungkap praktik korupsi politik di dalam kasus DPID. "Tentu jika ada bukti-bukti hukum, siapa pun harus tunduk di muka hukum termasuk Marzuki atau pejabat lainnya," paparnya. Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menilai, pernyataan atau tuduhan Wa Ode itu harus berdasar pada bukti yang valid. "Jangan juga asal sebut nama orang sekedar untuk mengajak biar bernasib sama sementara bukti tidak ada bukti," kata Pasek.
Ketua DPP Partai Demokrat ini menegaskan, keinginan KPK untuk menelusuri dan mendalami dugaan penerimaan Rp300 miliar oleh Marzuki Alie dari pihak-pihak tertentu harus didukung. Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie membantah dirinya menerima jatah Rp300 miliar terkait suap Banggar DPR untuk program DPID. Marzuki bahkan menantang Wa Ode membuktikan berbagai tudingan yang dialamatkan kepada dirinya. (lil)
()