Penanganan Papua belum komprehensif

Senin, 18 Juni 2012 - 07:47 WIB
Penanganan Papua belum...
Penanganan Papua belum komprehensif
A A A
Sindonews.com – Pemerintah dinilai belum mempunyai satu konsep yang utuh dan komprehensif untuk menyelesaikan masalah di Papua. Pendekatan yang dilakukan pemerintah bahkan dipandang keliru.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, program yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah Papua bersifat sektoral. Dikhawatirkan ini tidak akan menuntaskan persoalan. Padahal masalah tersebut jika tidak segera diselesaikan bisa membuat kekecewaan masyarakat Papua terus bertambah sehingga bakal menjadi persoalan serius.

"Kami akan mendorong pemerintah untuk sesegera mungkin membuat suatu kebijakan dan desain solusi bagi Papua secara komprehensif dengan cara-cara damai," ujarnya di Jakarta, Minggu 17 Juni 2012. Sejauh ini Komisi I DPR juga sudah bersiap membentuk panitia kerja (panja) khusus Papua. Mahfudz memperkirakan, paling lama dua minggu lagi panja sudah terbentuk.

Panja ini bukan untuk menginvestigasi berbagai kasus di Papua, tapi untuk mendorong pemerintah segera menyelesaikan masalah di Bumi Cendrawasih. "Pemerintah pusat ini mau menyelesaikan dengan cara apa dan bagaimana. Ini yang selama ini tidak jelas," tuturnya sembari berharap pada akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), persoalan Papua selesai. Lebih lanjut Mahfudz mengatakan, kondisi pemerintahan di Papua yang sekitar 80% di antaranya tidak efektif menjadi kendala tersendiri dalam upaya pembangunan di sana.

Program pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui UKP4B dan otonomi khusus tidak akan pernah efektif. Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth menuturkan, aspek keamanan dan kenyamanan bagi warga di Papua sejauh ini masih terabaikan. Program pemerintah selama ini lebih menitikberatkan aspek ekonomi. "Pendekatan pemerintah salah, harusnya lebih komprehensif," jelasnya.

Menurut dia, harus ada penataan kembali aparat keamanan di Papua. Sebab, selama ini aparat yang ada tidak mampu memberikan rasa aman lantaran berbagai kasus kekerasan masih terus terjadi. Parahnya lagi, para pelaku kekerasan itu tidak pernah terungkap. Adriana menegaskan, kekerasan yang tidak bisa diatasi menunjukkan persoalan konflik yang tidak selesai. Jika berlanjut, hal itu akan berdampak pada pembangunan.

"Tidak efektif membangun dalam kondisi seperti ini (konflik)," ujarnya. Sementara itu, Asdep I Koordinasi Otsus Kemenko Polhukam Brigjen Sumardi menyatakan, konflik di Papua di antaranya disebabkan masih membudayanya aksi balas dendam. "Perang masih terus berlangsung. Kalau ada satu orang yang meninggal, ganti ruginya ya satu orang juga. Ini budaya yang harus kita pertimbangkan ke depan," ungkapnya.

Kultur masyarakat yang lebih percaya kepada kepala suku membuat provokasi gampang terjadi. Apa yang disampaikan kepala suku pasti akan dilaksanakan. Sebaliknya, apa yang disampaikan kepala daerah belum tentu diikuti. Sebab, kepala daerah jarang sekali ada di tempat. "Mereka sering dipimpin kepala suku," imbuhnya. Diketahui, data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memuat lebih dari 22 kasus kekerasan dan penembakan yang terjadi di Papua mulai awal 2012 hingga kini. (lil)

()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7863 seconds (0.1#10.140)