Gugat APBNP Lapindo!

Kamis, 14 Juni 2012 - 08:23 WIB
Gugat APBNP Lapindo!
Gugat APBNP Lapindo!
A A A
Sindonews.com - Langkah pemerintah mengucurkan anggaran melalui APBNP 2012 untuk membantu korban lumpur Lapindo harus digugat. Pasalnya, penanganan korban seharusnya tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ).

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Abetnego Tarigan mengatakan, MLJ sebagai perusahaan eksploitator yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut harus bertanggung jawab.

"Bagi kami, tetap PT Lapindo harus bertanggung jawab penuh menangani korban. Kalau tidak,ini akan menjadi preseden buruk bagi penanganan masalah eksploitasi pertambangan di Indonesia. Eksploitasi yang dilakukan perusahaan haruslah dibarengi dengan tanggung jawab penuh, jika ada akibat yang merugikan masyarakat dan lingkungan," katanya di Jakarta kemarin.

Menurut Abetnego, Walhi sebenarnya sudah berjuang dari awal agar masalah lumpur Lapindo ini tidak bisa disebut sebagai bencana. Namun, gugatan itu dikalahkan di pengadilan, sehingga kemudian dijadikan justifikasi dan legalitas bagi perusahaan untuk mengucurkan dana APBN dalam penanganan korban lumpur.

Karena itu, terang dia, saat ini perlu dilakukan gugatan lanjutan agar pengucuran dana APBNP untuk mengatasi masalah lumpur Lapindo ini dihentikan.

"Walhi tak akan tutup mata pada masalah ini. Tidak bisa dana APBNP dikucurkan dalam penanganan lumpur Lapindo, karena ini jelas-jelas kewajiban dari PT Lapindo. Apalagi, dana APBN yang akan dikucurkan mencapai Rp1,8 triliun. Ini tidak bisa,makanya masih ada celah untuk digugat lagi," ungkapnya.

Lebih jauh Abetnego mengingatkan, apa yang terjadi dalam penanganan kasus sumur panas Lapindo merupakan potret besar, bagaimana ketidakadilan selalu terjadi ketika eksploitasi oleh perusahaan merugikan masyarakat. Pasalnya, penanganan dan pembiayaannya selalu dibebankan kepada masyarakat. Bahkan, hukum kerap dimainkan dalam rangka melegalisasi agar penanganan masalah yang disebabkan eksploitasi, kemudian dibebankan kepada publik.

Untuk mengantisipasi terulangnya hal serupa, Abetnego mengingatkan bahwa masyarakat yang bermukim di setiap perusahaan pengeboran dan eksploitasi harus solid dan terkonsolidasi. Banyak perusahaan eksploitasi yang memanfaatkan celah permainan hukum manakala masyarakat tidak terkonsolidasi dengan baik.

Menurut dia, kasus lumpur Lapindo ini akan terus berkelanjutan, bahkan hingga terjadi pergantian kekuasaan pada 2014 mendatang. "Memang untuk pemerintahan saat ini kita agak sulit memperjuangkannya. Tapi ingat, kasus lumpur Lapindo ini tak berhenti sampai di sini," katanya.

Menurut dia, kasus ini berjalan terus bahkan bisa dibuka kembali ketika terjadi pergantian kekuasaan pada 2014 nanti.

Masalah ini menyangkut keadilan bagi masyarakat, sekaligus perlindungan bagi dampak lingkungan yang sering diabaikan. Anggota Banggar DPR Yasona Laoli mengaku tidak mengetahui adanya penambahan ayat C pada Pasal 18 pada Perubahan UU No 22/2011 tentang APBN 2012, yang membuat bantuan pemerintah kepada korban semburan lumpur Lapindo.

Menurut dia, Banggar DPR hanya membahas Pasal 18 ayat A dan B. Karena itu, pasal ini dianggap sebagai pasal karet. Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan Lapindo yang masih lepas tanggung jawab dalam penanganan dampak korban lumpur yang banyak menyengsarakan warga.

Masa-lah ini semakin menyakitkan karena penanganan korban justru dibebankan pada pemerintah melalui APBNP 2012. "Korban belum mendapat keadilan, namun kemudian penanganannya dibebankan ke APBNP," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh.

Menurut dia, dari sudut pandang mana pun, PT Minarak Lapindo Jaya adalah pihak yang harus bertanggung jawab, sedangkan pemerintah mendesak agar itu dilakukan. Artinya, sangat tidak masuk akal apabila justru pemerintah yang dibebani penanganan korban lumpur. "Ini kok aneh, perusahaan yang melakukan, tiba-tiba pemerintah yang menanggung beban," terangnya.

Mantan Deputi Direktur Walhi ini menilai ada aroma politik yang sangat kental dirasakan, sehingga masalah Lapindo ini kemudian dibiayai APBNP. Semakin kuat dugaan bahwa kepentingan politik bermain-main dalam masalah lumpur Lapindo ini, sehingga kepentingan politik yang bermain dalam kasus ini wajib diselidiki. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8840 seconds (0.1#10.140)