Capres dari militer masih disukai?

Senin, 11 Juni 2012 - 08:36 WIB
Capres dari militer masih disukai?
Capres dari militer masih disukai?
A A A
Sindonews.com - Tokoh militer dipercaya masih memiliki peluang besar untuk memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Survei yang digelar sejumlah kalangan menunjukkan figur militer masih disukai rakyat.

Politikus muda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain menilai, sejumlah tokoh militer yang beredar saat ini masih memiliki kans besar untuk bertarung di Pilpres 2014.

Apalagi, ujar Malik, berdasarkan beberapa hasil survei, tokoh militer masih mendapat simpati tinggi di publik meski dibandingkan sipil jumlah figur militer ini jauh lebih kecil. Menurut dia, ada sejumlah alasan figur militer atau dari kalangan TNI masih kuat dan memiliki peluang besar.

Pertama, dikotomi sipil-militer mulai pudar.Terbukti, masyarakat tidak lagi alergi terhadap militer. "Pasca-Reformasi 1998, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mampu membuktikan dengan modal performacivilian dan kelebihan lainnya. Salah satu bentuk keberhasilan tentara adalah mengubah stigma militer yang represif menjadi civilian atau lebih persuasif," tandas Malik di Jakarta, Minggu 10 Juni 2012 kemarin.

Alasan kedua, reformasi militer, terutama reformasi internal militer, dianggap berhasil, setidaknya menunjukkan progres yang positif sehingga masyarakat tidak lagi menganggap tentara sebagai sosok yang berbahaya. Meski perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, ujarnya, persepsi masyarakat terhadap tentara saat ini perlahan- lahan kembali positif.

Ketua DPP PKB itu mengatakan, selain alasan pudarnya dikotomi sipil-militer dan reformasi militer, jejaring informal militer saat ini dinilai masih hidup. Menurut dia, meski jumlah mereka sedikit, sejumlah mantan petinggi militer masih berperan signifikan.

"Mereka masih mampu memobilisasi dukungan politik dengan kemampuan jejaring sosial, politik, bahkan logistik yang dimiliknya," kata Malik.

Kelebihan dan keahlian serta jaringan kuat ke berbagai komunitas yang dimiliki, ujarnya, menjadikan militer masih mampu membaca situasi dan peta politik baik nasional maupun internasional. "Ini menjadi modal bagi militer untuk bertarung di gelanggang politik," paparnya.

Selain itu, menurut dia, dengan kelebihan sistem pengaderan yang dilakukan, mantan-mantan petinggi militer mampu lebih cepat beradaptasi dengan perubahan. Sistem inilah yang membuat beberapa tokoh militer masih eksis di wilayah politik.

Salah satu figur yang berpeluang, ujarnya, adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo. Malik mengakui bahwa peluang Pramono sangat terbuka dan diterima masyarakat. "Ya, dia (Pramono) termasuk figur yang bisa diterima publik," tandasnya.

Menurut dia, banyaknya masalah yang menimpa figurfigur sipil selain memunculkan persepsi negatif di publik, secara langsung juga menambah persepsi positif bagi munculnya figur militer. "Sebenarnya ini pengalaman klasik di negara-negara berkembang pascakekuasaan militer. Karena itu, sering kali kegagalan sipil dalam mengelola kepercayaan publik dimanfaatkan oleh figur tentara," katanya.

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Donny Gahral Ardian menilai peluang figur militer masih sangat besar pada Pilpres 2014. Selain itu, penerimaan masyarakat juga masih sangat tinggi. Hanya saja, dia berharap figur militer yang akan memimpin Indonesia harus prodemokrasi dan memiliki ketegasan dalam menindak kelompok-kelompok yang antidemokrasi.

Mengenai figur Pramono Edhie Wibowo, dia menilainya merupakan figur militer profesional dan memiliki kredibilitas yang tinggi. Hanya saja, sebagai tokoh yang pro-demokrasi, Pramono belum menunjukkannya ke publik.

"Beliau (Pramono) figur militer yang profesional dan kredibel. Tapi belum kelihatan,beliau belum banyak bicara soal isu-isu demokrasi seperti kesejahteraan, hak asasi, dan pluralisme," katanya.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Saiful Umam berpandangan bahwa dikotomi militer-sipil untuk menjadi presiden sudah tidak relevan lagi. Yang terpenting, menurut dia, idealnya Presiden ke depan harus memiliki kepemimpinan yang bagus.

Menurut dia, aturan UU yang ada saat ini sudah tidak lagi membedakan antara presiden dari unsur militer atau sipil. Kualitas pribadi seorang presiden akan membedakan antara yang memiliki leadership kuat dan tidak.

"Jadi, ke depan kita butuh presiden yang punya leadership, tegas, berkomitmen untuk membangun bangsa secara keseluruhan, dan punya banyak terobosan dalam menyelesaikan berbagai masalah," tandasnya.

Mengenai peluang Pramono Edhie Wibowo menjadi presiden, dia mengakui bahwa peluangnya sangat terbuka. Hanya saja, dia tidak meyakini 100% jika Pramono akan memperoleh suara signifikan dalam pilpres nanti.

Hal itu, ujarnya, dibuktikan dari beberapa hasil survei di mana nama Pramono tidak pernah muncul di urutan atas. Hal tersebut disebabkan kiprah Pramono diluar militer belum diketahui masyarakat.

"Mungkin saja karena sekarang ini beliau (Pramono) belum diketahui masyarakat luas, termasuk bagaimana komitmennya terhadap isu-isu demokrasi, HAM, kepemimpinan sipil, dan peningkatan ekonomi rakyat. Masyarakat hanya tahu bahwa dia itu jenderal," katanya.

Peluang Pramono Edhie diajukan sebagai capres sangat terbuka lebar, terutama jika didorong dari Partai Demokrat. Bahkan, Pramono diprediksi mampu mengungguli kakak kandungnya Ani Yudhoyono. Partai Golkar bahkan menyatakan tertarik menyandingkan Pramono dengan Aburizal Bakrie. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7822 seconds (0.1#10.140)