Ketum parpol diusulkan tidak rangkap jabatan
A
A
A
Sindonews.com - Partai Demokrat mengusulkan agar ketua umum partai politik (parpol) tidak lagi merangkap jabatan sebagai menteri.
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Achsanul Kosasih mengatakan, langkah ini diperlukan untuk mengefektifkan tugas ketua umum parpol dalam meningkatkan produktivitas partai dan melahirkan kader-kader berkualitas. "Kalau menjadi menteri, maka akan terjadi konflik kepentingan. Padahal, seorang ketua umum partai harus fokus mengurusi partai yang sangat banyak tugasnya, sedangkan menteri juga harus fokus mengerjakan tugas kenegaraan yang sangat berat. Makanya,sebaiknya diatur supaya ketua umum tidak menjadi menteri," katanya di Jakarta, Selasa (5/6/2012).
Anggota Komisi XI DPR ini mengatakan, ketua umum parpol adalah orang profesional yang digaji partai untuk melaksanakan tugas-tugas kepartaian, baik berupa perekrutan kader, penanaman pendidikan politik pada masyarakat maupun berusaha memunculkan pemimpin yang baik bagi bangsa. "Pemimpin parpol adalah seorang konseptor dan dia harus mengelola dan mengatur partai sehingga berjalan efektif dan kader yang dihasilkan berkualitas. Dalam hal ini, ketua umum parpol pun tak harus menjadi calon presiden (capres), tapi dia harus mencari capres yang bagus," ungkapnya.
Achsanul menyatakan, di negara lain pun, seperti Amerika Serikat, nyaris tidak pernah didengar adanya pimpinan parpol yang memegang jabatan publik. Tidak ada juga sejarah di Amerika di mana ketua umum parpol, baik Partai Demokrat maupun Republik, yang maju sebagai capres. "Selama saya amati di AS, saya tidak pernah ketemu dan tidak pernah tahu siapa ketua umum Partai Demokrat dan Republik. Capres dari kedua parpol itu juga bukan ketua umum parpol. Nahdi Indonesia semestinya juga begitu. Ketua umum parpol di belakang layar saja dan bisa memunculkan pemimpin," tandasnya.
Sekjen DPP PPP M Romahurmuziy mengatakan, revisi Undang-Undang (UU) Pilpres memang semestinya mengatur bahwa presiden dan wapres tidak boleh memegang jabatan apa pun di parpol. Sebab, presiden dan wapres sudah menjadi milik bangsa sehingga harus mewakafkan dirinya secara total untuk bangsa. Artinya, dia harus melepas semua jabatan di parpol. "Jabatan apa pun di parpol harus diwakafkan dan diletakkan supaya menjadi presiden yang netral," tandasnya. (lil)
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Achsanul Kosasih mengatakan, langkah ini diperlukan untuk mengefektifkan tugas ketua umum parpol dalam meningkatkan produktivitas partai dan melahirkan kader-kader berkualitas. "Kalau menjadi menteri, maka akan terjadi konflik kepentingan. Padahal, seorang ketua umum partai harus fokus mengurusi partai yang sangat banyak tugasnya, sedangkan menteri juga harus fokus mengerjakan tugas kenegaraan yang sangat berat. Makanya,sebaiknya diatur supaya ketua umum tidak menjadi menteri," katanya di Jakarta, Selasa (5/6/2012).
Anggota Komisi XI DPR ini mengatakan, ketua umum parpol adalah orang profesional yang digaji partai untuk melaksanakan tugas-tugas kepartaian, baik berupa perekrutan kader, penanaman pendidikan politik pada masyarakat maupun berusaha memunculkan pemimpin yang baik bagi bangsa. "Pemimpin parpol adalah seorang konseptor dan dia harus mengelola dan mengatur partai sehingga berjalan efektif dan kader yang dihasilkan berkualitas. Dalam hal ini, ketua umum parpol pun tak harus menjadi calon presiden (capres), tapi dia harus mencari capres yang bagus," ungkapnya.
Achsanul menyatakan, di negara lain pun, seperti Amerika Serikat, nyaris tidak pernah didengar adanya pimpinan parpol yang memegang jabatan publik. Tidak ada juga sejarah di Amerika di mana ketua umum parpol, baik Partai Demokrat maupun Republik, yang maju sebagai capres. "Selama saya amati di AS, saya tidak pernah ketemu dan tidak pernah tahu siapa ketua umum Partai Demokrat dan Republik. Capres dari kedua parpol itu juga bukan ketua umum parpol. Nahdi Indonesia semestinya juga begitu. Ketua umum parpol di belakang layar saja dan bisa memunculkan pemimpin," tandasnya.
Sekjen DPP PPP M Romahurmuziy mengatakan, revisi Undang-Undang (UU) Pilpres memang semestinya mengatur bahwa presiden dan wapres tidak boleh memegang jabatan apa pun di parpol. Sebab, presiden dan wapres sudah menjadi milik bangsa sehingga harus mewakafkan dirinya secara total untuk bangsa. Artinya, dia harus melepas semua jabatan di parpol. "Jabatan apa pun di parpol harus diwakafkan dan diletakkan supaya menjadi presiden yang netral," tandasnya. (lil)
()