Menggugah kesadaran ber-Pancasila
A
A
A
Sindonews.com - Tepat hari ini, 1 Juni 2012, bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila. Dibandingkan dengan peringatan hari nasional lainnya, Hari Pancasila relatif tidak mendapat perhatian masyarakat.
Padahal, dalam urgensi kekinian kehidupan berbangsa dan bernegara,arti penting Pancasila masih sangat relevan. Sejumlah acara sudah disiapkan untuk menyambutnya. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), misalnya, pada 30–31 Mei kemarin menggelar Kongres Pancasila yang mengambil tajuk “Revitalisasi Nilai-Nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dalam Memelihara Ke-Indonesia-an Kita”.
Dengan tujuan sama, di Bandung, sekelompok masyarakat akan memutar kembali pidato Presiden Soekarno tanggal 1 Juni 1961. Peringatan Hari Pancasila tentu jangan sekadar seremonial belaka, tetapi bagaimana agar hal itu bisa menggugah kesadaran masyarakat, baik pemimpin maupun kalangan yang dipimpin, tentang pentingnya implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Mengapa kesadaran Pancasila perlu digugah kembali? Sejauh mana relevansinya dalam konteks kebangsaan saat ini? Bukankah di era demokrasi dan globalisasi saat ini terlalu basi untuk kembali membicarakan dasar negara yang terlahir pada 1945 itu? Atau lebih jauh lagi mampukah Pancasila menjadi tumpuan berbagai penyelesaian persoalan bangsa yang terjadi saat ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sekilas sederhana.
Namun upaya untuk menggugah kesadaran atas pentingnya Pancasila akan menemui ruang hampa karena harus diakui nilai-nilai yang terlahir dari pemahaman mendalam Soekarno, Muh Yamin, dan para founding fathers bangsa lain mengenai entitas budaya Indonesia dan beragam karakter penduduk yang tinggal di dalamnya mulai tereliminasi dari kesadaran warga negaranya.
Globalisasi, demokratisasi, universalisme, individualisme, westernisme, radikalisme yang datang dari berbagai penjuru mata angin secara lambat laun telah mereduksi, bahkan mendesakralisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Anomali yang terjadi pun mengancam viskositas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara faktual, kondisi ini bisa dilihat dalam berbagai wujud.
Di level elite korupsi kian merajalela, di level akar rumput pertikaian antar-RW/suku/kelompok masih banyak terjadi, kalangan anak remaja sudah terseret gaya kehidupan bebas sedemikian rupa. Di beberapa wilayah masih muncul gerakan separatis dengan berbagai motif di belakangnya.
Celakanya, atas nama intelektualisme, ada yang sengaja mengimpor nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila sehingga tak mengherankan sering kali terjadi tarik-menarik ideologi yang berujung pada pertentangan,permusuhan,dan bahkan bentrokan. Kalau demikian adanya,lantas di mana Pancasila berada? Harus diakui, bangsa ini lupa jati dirinya.Alpa bahwa dirinya memiliki nilai-nilai luhur sendiri yang terangkum dalam sila-sila Pancasila.
Akibatnya masyarakat dengan mudah ditarik ke sanakemari tanpa arah dan tujuan yang jelas, kemudian bergeseran dan berbenturan satu sama lain. Seolah tidak ada lagi satu nilai yang menjadi panduan bersama dan merekatkan satu sama lain. Padahal, kalau dipahami, berbagai masalah yang muncul saat ini dalam berbagai wujudnya sebenarnya sudah diantisipasi dan dipandu penyelesaiannya dalam nilai-nilai Pancasila.
Dengan demikian, Pancasila masih relevan sebagai ideologi,pandangan hidup, jiwa, falsafah hidup, dan cita-cita yang hendak dicapai bangsa ini. Sebagai dasar negara,Pancasila merupakan produk intelektual founding fathers yang luar biasa karena masih bermanfaat sebagai fondasi menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Dalam konteks menggugah pemahaman atas pentingnya Pancasila inilah, peringatan Hari Pancasila harus disemarakkan bersama-sama.(azh)
Padahal, dalam urgensi kekinian kehidupan berbangsa dan bernegara,arti penting Pancasila masih sangat relevan. Sejumlah acara sudah disiapkan untuk menyambutnya. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), misalnya, pada 30–31 Mei kemarin menggelar Kongres Pancasila yang mengambil tajuk “Revitalisasi Nilai-Nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dalam Memelihara Ke-Indonesia-an Kita”.
Dengan tujuan sama, di Bandung, sekelompok masyarakat akan memutar kembali pidato Presiden Soekarno tanggal 1 Juni 1961. Peringatan Hari Pancasila tentu jangan sekadar seremonial belaka, tetapi bagaimana agar hal itu bisa menggugah kesadaran masyarakat, baik pemimpin maupun kalangan yang dipimpin, tentang pentingnya implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Mengapa kesadaran Pancasila perlu digugah kembali? Sejauh mana relevansinya dalam konteks kebangsaan saat ini? Bukankah di era demokrasi dan globalisasi saat ini terlalu basi untuk kembali membicarakan dasar negara yang terlahir pada 1945 itu? Atau lebih jauh lagi mampukah Pancasila menjadi tumpuan berbagai penyelesaian persoalan bangsa yang terjadi saat ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sekilas sederhana.
Namun upaya untuk menggugah kesadaran atas pentingnya Pancasila akan menemui ruang hampa karena harus diakui nilai-nilai yang terlahir dari pemahaman mendalam Soekarno, Muh Yamin, dan para founding fathers bangsa lain mengenai entitas budaya Indonesia dan beragam karakter penduduk yang tinggal di dalamnya mulai tereliminasi dari kesadaran warga negaranya.
Globalisasi, demokratisasi, universalisme, individualisme, westernisme, radikalisme yang datang dari berbagai penjuru mata angin secara lambat laun telah mereduksi, bahkan mendesakralisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Anomali yang terjadi pun mengancam viskositas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara faktual, kondisi ini bisa dilihat dalam berbagai wujud.
Di level elite korupsi kian merajalela, di level akar rumput pertikaian antar-RW/suku/kelompok masih banyak terjadi, kalangan anak remaja sudah terseret gaya kehidupan bebas sedemikian rupa. Di beberapa wilayah masih muncul gerakan separatis dengan berbagai motif di belakangnya.
Celakanya, atas nama intelektualisme, ada yang sengaja mengimpor nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila sehingga tak mengherankan sering kali terjadi tarik-menarik ideologi yang berujung pada pertentangan,permusuhan,dan bahkan bentrokan. Kalau demikian adanya,lantas di mana Pancasila berada? Harus diakui, bangsa ini lupa jati dirinya.Alpa bahwa dirinya memiliki nilai-nilai luhur sendiri yang terangkum dalam sila-sila Pancasila.
Akibatnya masyarakat dengan mudah ditarik ke sanakemari tanpa arah dan tujuan yang jelas, kemudian bergeseran dan berbenturan satu sama lain. Seolah tidak ada lagi satu nilai yang menjadi panduan bersama dan merekatkan satu sama lain. Padahal, kalau dipahami, berbagai masalah yang muncul saat ini dalam berbagai wujudnya sebenarnya sudah diantisipasi dan dipandu penyelesaiannya dalam nilai-nilai Pancasila.
Dengan demikian, Pancasila masih relevan sebagai ideologi,pandangan hidup, jiwa, falsafah hidup, dan cita-cita yang hendak dicapai bangsa ini. Sebagai dasar negara,Pancasila merupakan produk intelektual founding fathers yang luar biasa karena masih bermanfaat sebagai fondasi menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Dalam konteks menggugah pemahaman atas pentingnya Pancasila inilah, peringatan Hari Pancasila harus disemarakkan bersama-sama.(azh)
()