Isu etnis masih menentukan
A
A
A
Sindonews.com – Isu etnis Jawa-Non Jawa dinilai masih memengaruhi psikologi pemilih dalam Pilpres 2014.Karena itu,parpol harus bisa menyandingkan unsur etnis tersebut dalam pengusungan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
“ Memang isu etnis masih bisa memengaruhi psikologis pemilih. Pertanyaannya, sejauh mana relevansi isu etnis ini dalam pemilihan figur pemimpin? Jawabannya tergantung figur yang akan diusung,”ujar peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi di Jakarta kemarin. Burhan menjelaskan, isu etnis ini sejatinya akan terkikis seiring berkembangnya ras-ionalitas pemilih.
Namun dari sisi politis,masalah etnis Jawa- Non Jawa juga berpotensi memengaruhi psikologis pemilih sehingga dinilai strategis untuk digulirkan. Dia menerangkan, populasi penduduk di Indonesia memang didominasi etnis Jawa.Ada 60% penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa, 41% di antaranya suku Jawa,16% suku Sunda,sisanya etnis lain.
Burhanuddin juga menjelaskan bahwa isu etnis masih lebih kuat dibandingkan isu militersipil. Meski demikian, perkembangan demokrasi akan menggeser isu etnis ini karena masyarakat sudah memahami sosok pemimpin yang pantas dipilih, misalnya terkait isu kemampuan antikorupsi, isu ketegasan, dan semua mengenai kualitas figur. Pemilih juga akan lebih selektif melihat ketokohan serta rekam jejak calon.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, pemilih di Indonesia memang sudah mulai meninggalkan isu-isu terkait etnis ataupun agama dalam menentukan pemimpin. Hal ini sudah terbukti dalam berbagai pemilihan kepala daerah. Banyak bupati ataupun wali kota yang sebenarnya berasal dari etnis luar daerah. “Artinya, masyarakat sekarang sudah mulai memahami bahwa yang dibutuhkan adalah tokoh bersih,tidak korupsi, tegas, dan berpihak pada rakyat kecil.
Kalau soal etnis, itu nomor sekian. Ini terbukti misalnya Gubernur Sumatera Utara adalah orang Jawa. Banyak contoh lain,”jelasnya. (wbs)
“ Memang isu etnis masih bisa memengaruhi psikologis pemilih. Pertanyaannya, sejauh mana relevansi isu etnis ini dalam pemilihan figur pemimpin? Jawabannya tergantung figur yang akan diusung,”ujar peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi di Jakarta kemarin. Burhan menjelaskan, isu etnis ini sejatinya akan terkikis seiring berkembangnya ras-ionalitas pemilih.
Namun dari sisi politis,masalah etnis Jawa- Non Jawa juga berpotensi memengaruhi psikologis pemilih sehingga dinilai strategis untuk digulirkan. Dia menerangkan, populasi penduduk di Indonesia memang didominasi etnis Jawa.Ada 60% penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa, 41% di antaranya suku Jawa,16% suku Sunda,sisanya etnis lain.
Burhanuddin juga menjelaskan bahwa isu etnis masih lebih kuat dibandingkan isu militersipil. Meski demikian, perkembangan demokrasi akan menggeser isu etnis ini karena masyarakat sudah memahami sosok pemimpin yang pantas dipilih, misalnya terkait isu kemampuan antikorupsi, isu ketegasan, dan semua mengenai kualitas figur. Pemilih juga akan lebih selektif melihat ketokohan serta rekam jejak calon.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, pemilih di Indonesia memang sudah mulai meninggalkan isu-isu terkait etnis ataupun agama dalam menentukan pemimpin. Hal ini sudah terbukti dalam berbagai pemilihan kepala daerah. Banyak bupati ataupun wali kota yang sebenarnya berasal dari etnis luar daerah. “Artinya, masyarakat sekarang sudah mulai memahami bahwa yang dibutuhkan adalah tokoh bersih,tidak korupsi, tegas, dan berpihak pada rakyat kecil.
Kalau soal etnis, itu nomor sekian. Ini terbukti misalnya Gubernur Sumatera Utara adalah orang Jawa. Banyak contoh lain,”jelasnya. (wbs)
()