Jangan libatkan isu agama di Pilkada DKI
A
A
A
Sindonews.com - Ajang Pemilihan Kepala Daerah di Jakarta diharapkan bisa menjadi sebuah pembelajaran tersendiri bagi masyarakat untuk lebih memahami makna kebhinekaan yang sudah lama terbentuk. Berbagai macam trik ataupun manipulasi yang digunakan para oknum dalam menjatuhkan lawannya, diharapkan tidak lagi digunakan.
Hal tersebut menurut anggota Komisi III Eva K Sundari, dikhawatirkan akan menjadi pemicu kehancuran makna kebhinekaan Indonesia.
“Demi menghindarkan realitas 'menang jadi arang, kalah jadi abu' (tidak ada yang menang), maka kita harus haramkan penciptaan konflik bermuatan SARA/primordialisme dalam memenangkan pilkada. Tentu ini relevan dan valid juga untuk pilkada DKI yang watak sosiologisnya multi kultur,“ ujar dalam siaran persnya kepada Sindonews, Rabu (9/5/2012).
Isu perpecahan kebhinekaan itu sendiri, menurut Eva, juga sebenarnya sudah pernah hampir terjadi sewaktu isu putra daerah yang sempat digelindingkan untuk memanaskan pilkada DKI. Namun, isu tersebut akhirnya segera dihentikan oleh para politisi parpol.
“Sungguh melegakan ketika harapan kita, tindakan penghentian juga akan dilakukan untuk komoditisasi isu primordial berkaitan perbedaan agama. Karena dampaknya lebih merusak mengingat sentimen soal ini purba dan gagal diselesaikan oleh masyarakat yang tidak serius memajukan prinsip HAM,“ cetusnya.
Eva bahkan menuding, aparat keamanan merupakan salah satu faktor yang membantu isu agama tersebut dapat berjalan. Hal tersebut, terlihat dari beberapa kasus-kasus keributan dengan mengatasnamakan isu agama yang seakan lumpuh dari pengamanan kepolisian.
“Yang memprihatinkan, skenario proyek destabilisasi dengan memperalat isu agama akan selalu sukses sepanjang aparat kepolisian berkinerja lemah, tidak tegas dan rentan terhadap intervensi (konspirasi) politik,“ pungkasnya. (wbs)
Hal tersebut menurut anggota Komisi III Eva K Sundari, dikhawatirkan akan menjadi pemicu kehancuran makna kebhinekaan Indonesia.
“Demi menghindarkan realitas 'menang jadi arang, kalah jadi abu' (tidak ada yang menang), maka kita harus haramkan penciptaan konflik bermuatan SARA/primordialisme dalam memenangkan pilkada. Tentu ini relevan dan valid juga untuk pilkada DKI yang watak sosiologisnya multi kultur,“ ujar dalam siaran persnya kepada Sindonews, Rabu (9/5/2012).
Isu perpecahan kebhinekaan itu sendiri, menurut Eva, juga sebenarnya sudah pernah hampir terjadi sewaktu isu putra daerah yang sempat digelindingkan untuk memanaskan pilkada DKI. Namun, isu tersebut akhirnya segera dihentikan oleh para politisi parpol.
“Sungguh melegakan ketika harapan kita, tindakan penghentian juga akan dilakukan untuk komoditisasi isu primordial berkaitan perbedaan agama. Karena dampaknya lebih merusak mengingat sentimen soal ini purba dan gagal diselesaikan oleh masyarakat yang tidak serius memajukan prinsip HAM,“ cetusnya.
Eva bahkan menuding, aparat keamanan merupakan salah satu faktor yang membantu isu agama tersebut dapat berjalan. Hal tersebut, terlihat dari beberapa kasus-kasus keributan dengan mengatasnamakan isu agama yang seakan lumpuh dari pengamanan kepolisian.
“Yang memprihatinkan, skenario proyek destabilisasi dengan memperalat isu agama akan selalu sukses sepanjang aparat kepolisian berkinerja lemah, tidak tegas dan rentan terhadap intervensi (konspirasi) politik,“ pungkasnya. (wbs)
()