Endang Rahayu, Namru & bisnis Amerika (bagian-2)

Rabu, 02 Mei 2012 - 20:27 WIB
Endang Rahayu, Namru & bisnis Amerika (bagian-2)
Endang Rahayu, Namru & bisnis Amerika (bagian-2)
A A A
Sindonews.com - Tak ada gading yang tak retak. Pepatah itulah yang cocok menggambarkan sosok mantan Menteri Kesehatan periode 2009–2014, Endang Rahayu Sedyaningsih. Mantan Kepala Laboratorium di Namru (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut ini, diduga bekerja untuk intelijen Amerika Serikat (AS).

Seperti diketahui, Namru-2 adalah sebuah laboratorium penelitian biomedis yang meneliti penyakit menular demi kepentingan bersama AS, Departemen Kesehatan (Depkes) RI, dan komunitas kesehatan umum internasional. Namru-2 didirikan pada 1970 atas permintaan Depkes.

Kegiatan penelitian bersama ini, menitikberatkan pada malaria, penyakit akibat virus seperti demam berdarah, infeksi usus yang mengakibatkan diare dan penyakit menular lainnya termasuk flu burung. Penelitian Namru-2 hanya berhubungan dengan penyakit-penyakit tropis yang terjadi secara alamiah.

Laboratorium Namru berada di kompleks Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan di Jalan Percetakan Negara, Jakarta. Proyek ini berhenti beroperasi sejak 16 Oktober 2009, karena menuai banyak kecaman. Sebagai mantan pegawai Namru dan pegawai Depkes, Endang diduga keras mempertahankan keberadaan Namru-2.

Hal itulah yang membuat mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari berang dan menuding Endang menjual virus flu burung ke luar negeri tanpa seizinnya. Endang dinilai lebih mementingkan AS dengan bisnis kesehatannya ketimbang Indonesia. Akhirnya Siti menskors dan melakukan mutasi kepada Endang menjadi staf biasa.

Endang membantah tudingan itu. Bahkan, dengan entengnya, Endang menjawab sikap Siti hanya persoalan suka tidak suka seorang pimpinan terhadap bawahan. Sampai akhirnya, pada 21 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengangkat Endang sebagai pengganti Siti. Kontan, putusan SBY menimbulkan reaksi dari Siti.

Sebagai jawaban, pada 2007, Siti menulis buku "Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung Konspirasi Amerika Serikat dan Organisasi WHO", dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat.

Dalam buku tersebut, Siti membeberkan topeng intelijen AS pada negara-negara berkembang dan dunia ketiga dengan proyek kesehatannya. Berawal ketika banyak negara (termasuk Indonesia) dilanda bencana virus Flu Burung. WHO mewajibkan negara-negara yang menderita virus Flu Burung untuk menyerahkan virusnya ke laboratorium mereka.

Dikatakan, hasil penelitian dari virus tidak diberikan kepada negara penderita (affected countries). Dia mengambil contoh di Vietnam, yang memiliki karakter seperti Indonesia, dimana penderita penyakit Flu Burung cukup banyak. Vietnam pun memberikan sampel virusnya ke WHO.

Tidak adanya vaksin yang didapat, malah terpaksa untuk membeli vaksin Flu Burung dari salah satu perusahaan farmasi AS dengan harga mahal. Vaksin flu burung yang dijual perusahaan AS itu, diduga didapat dari sampel virus Flu Burung yang ada di Vietnam? Pola seperti ini juga yang diduga dilakukan Namru di Indonesia dengan bantuan Endang.

Namun, di luar kontroversi yang ada dalam diri Endang, banyak juga jasa yang sudah diberikannya selama hidup. Salah satunya adalah ikut menyukseskan program Badan Pengamanan Jaringan Sosial (BPJS). Sayang, program kerakyatan itu belum diselesaikannya.

Seperti diketahui, Endang meninggal dunia Rabu (2/5/2012) sekira pukul 11.41 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, setelah berjuang melawan penyakit kanker yang dideritanya sejak lama. Endang meninggal dalam usia 57 tahun. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6325 seconds (0.1#10.140)