Survei capres Golkar tak jelas
A
A
A
Sindonews.com - Gejolak internal Partai Golkar atas diarahkannya pengusungan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden (capres) kian mengemuka. Kemarin, Ketua DPP Partai Golkar Hadjriyanto Y Thohari mempertanyakan mekanisme survei internal yang sering dilontarkan Ical dan disebut-sebut sebagai dasar utama penetapan capres.
"Hingga hari ini (kemarin) belum ada rumusan pasti dan jelas survei yang sering disebut-sebut oleh ketua umum itu seperti apa, lembaga mana yang melaksanakannya, dan bagaimana mekanismenya. Kalau survei saja belum diputuskan, tentu Golkar belum bisa mengambil kesimpulan siapa capresnya," ujar Hadjriyanto di Jakarta, kemarin.
Dia mengingatkan, hasil survei internal soal elektabilitas capres yang dibeberkan beberapa kader Golkar sejak akhir pekan lalu belum bisa dijadikan kriteria penentu sebagai bahan penetapan dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang kabarnya juga akan dipercepat.
Percepatan rapimnas dari Oktober 2012 menjadi Juli 2012 juga mengundang pertanyaan baru karena sebenarnya Golkar justru mengesampingkan survei itu sendiri. "Lagipula, mekanisme survei internal belum jelas,koksudah ada hasilnya?" tandas Hadjriyanto.
Namun, Wakil Ketua MPR itu menilai wajar bila survei internal nanti hanya dilakukan terhadap Ical. Menurut dia, sebagai ketua umum DPP Partai Golkar, Ical tentu mendapat keistimewaan dengan diusung sebagai capres.
Hanya saja, kata dia, pihak yang melaksanakan survei harus kredibel, punya reputasi tinggi, dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis. "Yang terpenting, tidak bergantung hanya pada satu lembaga supaya ada second opinion," pungkasnya.
Politikus Golkar Nudirman Munir juga mengakui bahwa mekanisme pencapresan Golkar belum final. "Justru konvensi, survei, atau lainnya yang akan ditetapkan dalam rapimnas," terangnya.
Dia mengatakan, Golkar memang memiliki banyak tokoh yang layak diusung menjadi pemimpin. Menurut dia, semakin banyak tokoh tentu semakin baik karena rakyat akan memiliki banyak pilihan.
Selain Ical, tokoh lain yang menurut Nudirman bakal muncul sebagai alternatif adalah dua mantan ketua umum DPP Partai Golkar, yaitu Jusuf Kalla (JK) dan Akbar Tandjung, serta Sri Sultan Hamengku Buwono X. (san)
"Hingga hari ini (kemarin) belum ada rumusan pasti dan jelas survei yang sering disebut-sebut oleh ketua umum itu seperti apa, lembaga mana yang melaksanakannya, dan bagaimana mekanismenya. Kalau survei saja belum diputuskan, tentu Golkar belum bisa mengambil kesimpulan siapa capresnya," ujar Hadjriyanto di Jakarta, kemarin.
Dia mengingatkan, hasil survei internal soal elektabilitas capres yang dibeberkan beberapa kader Golkar sejak akhir pekan lalu belum bisa dijadikan kriteria penentu sebagai bahan penetapan dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang kabarnya juga akan dipercepat.
Percepatan rapimnas dari Oktober 2012 menjadi Juli 2012 juga mengundang pertanyaan baru karena sebenarnya Golkar justru mengesampingkan survei itu sendiri. "Lagipula, mekanisme survei internal belum jelas,koksudah ada hasilnya?" tandas Hadjriyanto.
Namun, Wakil Ketua MPR itu menilai wajar bila survei internal nanti hanya dilakukan terhadap Ical. Menurut dia, sebagai ketua umum DPP Partai Golkar, Ical tentu mendapat keistimewaan dengan diusung sebagai capres.
Hanya saja, kata dia, pihak yang melaksanakan survei harus kredibel, punya reputasi tinggi, dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis. "Yang terpenting, tidak bergantung hanya pada satu lembaga supaya ada second opinion," pungkasnya.
Politikus Golkar Nudirman Munir juga mengakui bahwa mekanisme pencapresan Golkar belum final. "Justru konvensi, survei, atau lainnya yang akan ditetapkan dalam rapimnas," terangnya.
Dia mengatakan, Golkar memang memiliki banyak tokoh yang layak diusung menjadi pemimpin. Menurut dia, semakin banyak tokoh tentu semakin baik karena rakyat akan memiliki banyak pilihan.
Selain Ical, tokoh lain yang menurut Nudirman bakal muncul sebagai alternatif adalah dua mantan ketua umum DPP Partai Golkar, yaitu Jusuf Kalla (JK) dan Akbar Tandjung, serta Sri Sultan Hamengku Buwono X. (san)
()