Pemiskinan koruptor lebih efektif dari hukuman mati
A
A
A
Sindonews.com - Hukuman berat bagi pelaku korupsi dengan memiskinkan mereka dinilai lebih efektif ketimbang hukuman mati. Pendapat itu dilontarkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana di Bali.
"Hukuman untuk koruptor harus diperberat, hartanya disita, dimiskinkan. Jadi kemudian orang merasa rugi," kata Denny usai berbicara di seminar Ikatan Alumni Fisip UI di Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (13/4/2012).
Semua aset hasil korupsi, tambah dia, bisa disita dikembalkan ke negara atau dengan pembuktian terbalik, penyitaan atau perampasan asetnya. Terkait desakan publik agar pelaku korupsi dihukum mati, menurutnya masih menimbulkan perdebatan cukup panjang.
Pasalnya pandangan tersebut tidak sesederhana yang dibayangkan. Sebenarnya, kecenderungan dunia lebih banyak yang tidak menerapkan hukuman mati. Hanya saja, ditanya apakah dia setuju atau menolak hukuman mati bagi koruptor, Denny tidak secara tegas menjawab harus ada kajian lebih dalam.
"Harus ada kajian serius meskipun banyak masyarakat di Indonesia yang menginginkan hukuman mati bagi koruptor," tegasnya.
Namun, berdasar penelitian di China hukuman mati dinilai sudah tidak efektif lagi. "Penelitian teman saya yang ambil S3 di China, hukuman mati sudah tak efektif. Yang mengatakan hukuman mati di China efektif berdasarkan penelitian ini tak benar. Ya hukumannya diperberat saja," ungkap mantan Kepala Pukat UGM ini.
Dipihak lain, sambungnya, penanganan kasus korupsi di Indonesia dan China, sebagaimana dilansir Transparansi Internasional menunjukkan angka pencapaian yang menggembirakan. Berdasar Indeks Prestasi Korupsi (IPK) pada tahun 2004 Indonesia berada di 2,0 dan tahun 2011 menjadi 3,0.
Artinya, ada kenaikan 1 digit dan itu jauh lebih baik ketimbang di China. Di China, kata Denny pada 2004 berada pada 3,4, dan 2011 mencapai 3,6. Artinya hanya naik 0,2 basis poin. Indonesia ada capaian naiknya 5 kali dari China. Cuma kadang-kadang ada yang belum puas, saya juga," ujar dia.
Denny melanjutkan, pencapaian upaya pemberantasan korupsi semasa pemerintahan SBY juga lebih baik ketimbang pemerintahan dahulu. Dia menambahkan, kasus korupsi sekarang bisa tersentuh berbeda dengan dulu hampir tidak tersentuh. Sekarang ada kerabat duku mantan searang ada
"Jadi kalau mau fair ada capaian, lebih banyak beritanya kasus korupsi, ya teman-temam lebih bebas sekarang dahulu ada kasus korupsi tetapi tidak berani memberitakan, iya benar ini," terangnya. (san)
"Hukuman untuk koruptor harus diperberat, hartanya disita, dimiskinkan. Jadi kemudian orang merasa rugi," kata Denny usai berbicara di seminar Ikatan Alumni Fisip UI di Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (13/4/2012).
Semua aset hasil korupsi, tambah dia, bisa disita dikembalkan ke negara atau dengan pembuktian terbalik, penyitaan atau perampasan asetnya. Terkait desakan publik agar pelaku korupsi dihukum mati, menurutnya masih menimbulkan perdebatan cukup panjang.
Pasalnya pandangan tersebut tidak sesederhana yang dibayangkan. Sebenarnya, kecenderungan dunia lebih banyak yang tidak menerapkan hukuman mati. Hanya saja, ditanya apakah dia setuju atau menolak hukuman mati bagi koruptor, Denny tidak secara tegas menjawab harus ada kajian lebih dalam.
"Harus ada kajian serius meskipun banyak masyarakat di Indonesia yang menginginkan hukuman mati bagi koruptor," tegasnya.
Namun, berdasar penelitian di China hukuman mati dinilai sudah tidak efektif lagi. "Penelitian teman saya yang ambil S3 di China, hukuman mati sudah tak efektif. Yang mengatakan hukuman mati di China efektif berdasarkan penelitian ini tak benar. Ya hukumannya diperberat saja," ungkap mantan Kepala Pukat UGM ini.
Dipihak lain, sambungnya, penanganan kasus korupsi di Indonesia dan China, sebagaimana dilansir Transparansi Internasional menunjukkan angka pencapaian yang menggembirakan. Berdasar Indeks Prestasi Korupsi (IPK) pada tahun 2004 Indonesia berada di 2,0 dan tahun 2011 menjadi 3,0.
Artinya, ada kenaikan 1 digit dan itu jauh lebih baik ketimbang di China. Di China, kata Denny pada 2004 berada pada 3,4, dan 2011 mencapai 3,6. Artinya hanya naik 0,2 basis poin. Indonesia ada capaian naiknya 5 kali dari China. Cuma kadang-kadang ada yang belum puas, saya juga," ujar dia.
Denny melanjutkan, pencapaian upaya pemberantasan korupsi semasa pemerintahan SBY juga lebih baik ketimbang pemerintahan dahulu. Dia menambahkan, kasus korupsi sekarang bisa tersentuh berbeda dengan dulu hampir tidak tersentuh. Sekarang ada kerabat duku mantan searang ada
"Jadi kalau mau fair ada capaian, lebih banyak beritanya kasus korupsi, ya teman-temam lebih bebas sekarang dahulu ada kasus korupsi tetapi tidak berani memberitakan, iya benar ini," terangnya. (san)
()