Keterbatasan infrastruktur

Kamis, 12 April 2012 - 08:22 WIB
Keterbatasan infrastruktur
Keterbatasan infrastruktur
A A A
Setelah sepuluh tahun lebih era Reformasi bergulir di negeri ini, ocehan sejumlah kalangan masyarakat mulai membanding-bandingkan situasi zaman Orde Baru (Orba) semakin nyaring terdengar.

Terutama perbandingan terkait dengan pembangunan infrastruktur. Penguasa Orba di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto lewat lembaga penyiaran milik pemerintah hampir setiap saat menyajikan peresmian berbagai jenis pembangunan infrastruktur.

Sekarang biaya pembangunan makin besar, tetapi minim peresmian sarana infrastruktur. Ada masalah apa? Bahan ocehan masyarakat tersebut tak bisa dianggap sebagai obrolan warung kopi belaka yang cenderung tak punya arah dan tujuan.

Studi terbaru dari Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat irit mengalokasikan anggaran infrastruktur dibandingkan zaman Soeharto.

Anggaran infrastruktur saat ini, berdasarkan data yang dipublikasikan ADB, masih di bawah alokasi zaman Orba yang mencapai sekitar 4–5 persen dari PDB.

Nah, kalau mengacu pada standar Orba, alokasi anggaran infrastruktur sekarang seharusnya jauh lebih besar lagi dengan melihat besaran anggaran yang sudah melebihi seribu triliun rupiah.

Misalnya, pemerintah menetapkan anggaran tersebut sebesar 4–5 persen dari PDB sehingga pemerintah tidak perlu berteriak-teriak kekurangan dana. Berdasarkan perhitungan ekonom dari ADB Edimon Ginting, jika anggaran ditetapkan sekitar 4–5 persen dengan asumsi nilai PDB sekitar Rp8.000, setidaknya pemerintah bisa menyediakan belanja infrastruktur Rp500 triliun.

Sekarang anggaran yang disisihkan hanya Rp178 triliun. Dua tahun lalu ADB merilis soal jalan di Indonesia dengan kondisi terburuk di kawasan ASEAN. Kajian itu mengungkapkan, Indonesia memiliki kepadatan jalan (road densities) terendah di antara negara ekonomi utama di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, panjang jalan yang diaspal per 100 orang juga terpendek di kawasan ini. Kajian tersebut masih tetap relevan dengan kondisi sekarang bila melihat minimnya pembiayaan infrastruktur baik untuk perbaikan apalagi membuat jaringan jalan yang baru.

Pemerintah memang terus berupaya bagaimana mengatasi infrastruktur yang menjadi ganjalan roda pembangunan.

Dalam pidato Presiden ‘Pengantar Nota Keuangan 2012 pada 16 Agustus 2011’ ditegaskan soal komitmen pemerintah untuk lebih memusatkan perhatian pada pembangunan infrastruktur, mulai dari infrastruktur energi, ketahanan pangan, hingga komunikasi guna mendukung pengembangan dan peningkatan keterhubungan antarwilayah.

Selain itu, pemerintah juga berjanji mengembangkan dan merehabilitasi 116 bandar udara dan membangun 14 bandar udara, serta berbagai sarana infrastruktur lain di seluruh Tanah Air.

Masalahnya, bagaimana sumber pembiayaan dari pemerintah yang sangat terbatas? Secara internal, selain berbagai program yang merangsang investor baik di dalam maupun luar negeri menanamkan modal untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah juga punya sayap lain yang bisa dikendalikan yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Sayangnya, kedua lembaga tersebut belum berkiprah secara maksimal karena masih bergumul dengan persoalan dirinya sendiri menyangkut likuiditas pembiayaan yang masih terbatas. Memang, kita sudah mengantongi predikat investment grade (layak investasi), namun persoalan infrastruktur yang memadai masih tetap menjadi prasyarat utama investor.(*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0487 seconds (0.1#10.140)