Dampak lain low cost and green car

Rabu, 11 April 2012 - 08:15 WIB
Dampak lain low cost...
Dampak lain low cost and green car
A A A
Pemerintah dalam waktu dekat mengeluarkan regulasi tentang mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC). Mobil murah yang dimaksud memiliki kapasitas mesin 1.000-1.200 cc, berjenis 4x2 (berpenggerah dua roda), dan harganya sekitar Rp80 juta.

Bagi sebagian masyarakat, kabar ini tentu menggembirakan karena semakin besar peluang mereka untuk memiliki mobil, apalagi bagi masyarakat kelas menengah. Tapi bagi sebagian orang, regulasi akan menjadi pertanyaan, terutama bagi masyarakat Jakarta yang sudah akrab dengan kemacetan.

Regulasi ini bisa diartikan bahwa ada peningkatan produksi mobil. Jika mobil yang diproduksi adalah mobil murah, demand dari masyarakat tentu akan semakin tinggi dan mengakibatkan produksi tinggi.

Volume mobil di Tanah Air semakin besar terutama di Jakarta. Kenapa di Jakarta? Karena sebagian besar konsumen mobil adalah di Jakarta, terutama golongan masyarakat kelas menengah.

Ini artinya, problem kemacetan akan semakin rumit. Ini tentu menjadi tantangan bagi calon gubernur DKI Jakarta yang akan dipilih pada 11 Juli nanti. Peningkatan produksi dari kacamata ekonomi adalah hal yang positif dan pasti menjadi target bagi produsen. Dengan peningkatan produksi berarti terjadi pertumbuhan.

Semua produsen dianggap berhasil atau tidak dilihat dari pertumbuhan. Sementara pertumbuhan dalam produksi mobil akan menstimulus pertumbuhan ekonomi negeri ini. Itulah yang diharapkan pemerintah dan pelaku bisnis di Tanah Air yaitu pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan produksi yang berimbas ke pertumbuhan ekonomi tentu merupakan dampak positif. Kita semua tentu akan senang jika terjadi pertumbuhan ekonomi karena masyarakat juga akan merasakan dampak dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Namun, ada dampak lain yang patut diperhatikan pemerintah yaitu kemacetan yang sudah parah. Ini adalah dampak negatif. Selain itu, meski mobil ini disebut green car, tetap saja menggunakan bahan bakar minyak yang tetap saja menambah tingkat polusi di Tanah Air, terutama di kota besar seperti Jakarta.

Regulasi LCGC ini menjadi pisau bermata dua. Dan dua-duanya tajam bagi masyarakat. Regulasi tentang produksi LCGC juga semestinya diiringi dengan regulasi yang bisa mengantisipasi dampak negatif.

Regulasi ini harus disinergikan dengan regulasi untuk mengatasi kemacetan. Misalnya regulasi pengadaan angkutan massal yang memadai bagi masyarakat. Atau juga diiringi dengan regulasi tentang pembatasan usia mobil yang boleh melaju di kawasan tertentu.

Selain itu, regulasi tentang antisipasi tentang polusi udara juga harus diciptakan. Misalnya, pemerintah harus berani melakukan terobosan dengan menciptakan mobil murah dengan bahan bakar gas atau biofuel.

Jika tidak diiringi dengan regulasi untuk mengantisipasi dampak negatif, pemerintah kurang bertanggung jawab dan hanya memikirkan kepentingan pihak tertentu. Dampak negatif dari regulasi ini (kemacetan dan polusi) akan menimpa kepala-kepala daerah.

Lihat saja kemacetan atau polusi lingkungan di Jakarta, yang akan menjadi sasaran kritik adalah gubernur atau wali kota. Ini tentu tidak fair. Pemerintah harus bisa memikirkan lebih komprehensif kebijakan ini agar baik untuk semuanya. Kita yakin pemerintah menyadari hal ini.

Pemerintah yang sekarang tentu bisa lebih bijak dalam mengeluarkan sebuah regulasi karena semangat sebuah regulasi adalah membuat masyarakat merasa nyaman dan senang.

Pemerintah pusat tentu juga tidak mau hanya melempar abu panas dari regulasi ini ke pemerintah daerah. Kita berharap regulasi baru ini bisa benarbenar menyenangkan semua pihak, bukan hanya pihak-pihak tertentu.(*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7548 seconds (0.1#10.140)