Sikap SBY tentukan soliditas koalisi
A
A
A
Sindonews.com - Ketegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku ketua Setgab Koalisi dalam menyikapi pembangkangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan sangat menentukan soliditas koalisi ke depan. Jika tidak, SBY akan menghadapi persoalan yang sama.
Pandangan ini disampaikan Direktur The Political literacy Institute Gun Gun Heryanto dan pengamat politik dari Universitas Airlangga Kacung Marijan. Menurut mereka, gaya kepemimpinan SBY yang cenderung bukan pengambil risiko telah dimanfaatkan oleh PKS dan Partai Golkar untuk memainkan citranya tanpa memedulikan efektivitas pemerintah.
Gun Gun menyebut, sikap SBY yang sangat tidak jelas atas perilaku politik PKS saat reshuffle kabinet dan perilaku Golkar saat pengajuan hak angket mafia pajak telah dijadikan parameter oleh dua partai itu untuk memainkan politiknya.
"Jika tidak ada ketegasan dari SBY, koalisi ke depan akan semakin rapuh.Sangat kasatmata bahwa koalisi tidak berjalan dalam satu blue print yang jelas hingga 2014," ungkap Gun Gun saat dihubungi, tadi malam.
Kacung Marijan menilai, sebagai ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi, SBY tidak cukup hanya menekankan etika koalisi, tapi harus memberikan sanksi tegas terhadap partai yang sudah jelas main dua kaki.
Namun, sebelum SBY mengambil langkah tegas, PKS semestinya menarik diri dari koalisi. Cara itu jauh lebih terhormat karena PKS sebagai peserta koalisi sudah tidak sejalan dengan pemerintah. "Lebih terhormat kalau PKS secara gentlemen minta ke SBY untuk keluar dari koalisi," ujarnya.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS Mahfudz Siddiq tidak mengkhawatirkan partainya didepak SBY dari koalisi. Dia menegaskan, PKS sudah pertimbangkan berbagai risiko ketika akhirnya secara tegas menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), termasuk risiko politik di koalisi.
"Insya Allah itu akan merupakan kebaikan karena bagi PKS ada di dalam atau di luar pemerintahan adalah samasama kebaikan," katanya.
SBY berencana akan mengambil sikap terhadap langkah PKS minggu depan. Ketua Departemen Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi DPP Partai Demokrat Salim Mengga mengungkapkan, sikap ditentukan setelah SBY berkomunikasi dengan pimpinan parpol anggota koalisi.
"Pak SBY akan membicarakan dulu dengan pimpinan tertinggi parpol lainnya di Setgab untuk membicarakan PKS. Waktunya satu minggu ke depan," katanya.
Sebelumnya Partai Demokrat mendesak SBY mengevaluasi keberadaan PKS karena partai tersebut kerap ambil langkah berbeda dengan partai-partai lain dalam Setgab Koalisi pendukung pemerintah.
Terbaru, mereka mengambil jalan yang bertolak belakang dengan Setgab Koalisi dalam sidang paripurna DPR yang membahas RUU APBNP pekan lalu. Setgab Koalisi solid menyetujui penambahan ayat 6A pada Pasal 7 RUU APBN-P 2012, yang artinya memberi keleluasaan bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Namun, PKS malah menolak penambahan ayat 6A, yang berarti menutup peluang pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Sekretaris Setgab Koalisi Syarif Hasan meyakini koalisi akan tetap mempunyai kekuatan walau PKS keluar, termasuk bisa memenangkan suara-suara politik di parlemen untuk melancarkan kebijakan pemerintah.
"Jelas-jelas kami sudah menghitung, tanpa PKS pun Setgab bisa solid dan menang. Kami pun tidak terlalu risau jika PKS tidak bergabung dengan Setgab," ungkap anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini saat dihubungi, kemarin.
Syarif menilai, sejak awal PKS memang sudah sulit untuk diajak bersepakat sehingga pihaknya pun tidak terlalu kaget dengan sikap politik PKS yang menentang pandangan Setgab soal kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan harga BBM.Hal ini berbeda dibandingkan dengan partai lain,termasuk Partai Golkar.
"Komunikasi saya sangat lancar dengan Golkar. Mulai dari pimpinannya hingga tingkat anggota partai. Itu yang membuat saya yakin Golkar akan bersama-sama dalam Setgab. Sedangkan PKS sejak awal sudah kirim surat penolakan meskipun saya juga belum pernah melihat suratnya," tuturnya.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso memahami sikap PKS membuat Partai Demokrat geram. Namun, dia mengingatkan bahwa masalah tersebut, terutama dampaknya terhadap komposisi di pemerintahan, harus dikembalikan ke SBY. "Presiden Yudhoyono yang punya kewenangan, tidak perlu beliau didorong-dorong. Ini dinamika politik yang biasa saja," katanya.
Partai Golkar selaku bagian dari koalisi, lanjutnya, tidak akan meminta atau memberikan saran apa pun kepada SBY terkait sikap PKS. Apakah akan dievaluasi atau tidak, menurut dia, agar diputuskan oleh Presiden. Dorongan di publik terhadap Presiden justru hanya akan menimbulkan ketegangan politik seperti sebelumnya.
"Jika dorongan itu terus disuarakan oleh teman-teman Demokrat, akan tambah derajat gesekan politik. Itu sulit dihindari karena ke depan juga masih ada momentum-momentum yang berpotensi menimbulkan perbedaan," tandasnya.
Senada dengan itu, politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pramono Anung memprediksi keributan antara Partai Demokrat dan PKS pascakeputusan di paripurna DPR terkait kenaikan harga BBM akan menimbulkan kegaduhan politik baru di internal koalisi.
"Sistem kita kan presidensial, artinya kewenangan sepenuhnya ada pada presiden, apakah nanti PKS di dalam atau di luar bukan bergantung pada Setgab Koalisi. Seyogianya teman-teman Demokrat serahkan kepada Presiden, tidak perlu didesak-desak karena itu hanya akan timbulkan kegaduhan," kata Pramono Anung di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Kalau memang ada permintaan dari Demokrat untuk memberikan sanksi atau mengeluarkan PKS dari koalisi, kata dia, itu bisa dilakukan secara internal. Sebaliknya bukan jadi konsumsi publik seperti sekarang ini yang seolah justru masalah menteri itu bukan menjadi hak prerogatif Presiden.
"Setgab ini ada setelah pemilu presiden dan setelah presiden terpilih. Maka dalam sistem ini sepenuhnya ada di Presiden, bukan pada Setgab atau yang lain. Kalau Presiden merasa nyaman bekerja sama dengan menteri-menteri dari PKS monggosaja, silakan. Tapi kalau merasa tidak nyaman, ya Presiden bisa ambil tindakan untuk itu," ucap Wakil Ketua DPR itu. (san)
Pandangan ini disampaikan Direktur The Political literacy Institute Gun Gun Heryanto dan pengamat politik dari Universitas Airlangga Kacung Marijan. Menurut mereka, gaya kepemimpinan SBY yang cenderung bukan pengambil risiko telah dimanfaatkan oleh PKS dan Partai Golkar untuk memainkan citranya tanpa memedulikan efektivitas pemerintah.
Gun Gun menyebut, sikap SBY yang sangat tidak jelas atas perilaku politik PKS saat reshuffle kabinet dan perilaku Golkar saat pengajuan hak angket mafia pajak telah dijadikan parameter oleh dua partai itu untuk memainkan politiknya.
"Jika tidak ada ketegasan dari SBY, koalisi ke depan akan semakin rapuh.Sangat kasatmata bahwa koalisi tidak berjalan dalam satu blue print yang jelas hingga 2014," ungkap Gun Gun saat dihubungi, tadi malam.
Kacung Marijan menilai, sebagai ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi, SBY tidak cukup hanya menekankan etika koalisi, tapi harus memberikan sanksi tegas terhadap partai yang sudah jelas main dua kaki.
Namun, sebelum SBY mengambil langkah tegas, PKS semestinya menarik diri dari koalisi. Cara itu jauh lebih terhormat karena PKS sebagai peserta koalisi sudah tidak sejalan dengan pemerintah. "Lebih terhormat kalau PKS secara gentlemen minta ke SBY untuk keluar dari koalisi," ujarnya.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS Mahfudz Siddiq tidak mengkhawatirkan partainya didepak SBY dari koalisi. Dia menegaskan, PKS sudah pertimbangkan berbagai risiko ketika akhirnya secara tegas menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), termasuk risiko politik di koalisi.
"Insya Allah itu akan merupakan kebaikan karena bagi PKS ada di dalam atau di luar pemerintahan adalah samasama kebaikan," katanya.
SBY berencana akan mengambil sikap terhadap langkah PKS minggu depan. Ketua Departemen Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi DPP Partai Demokrat Salim Mengga mengungkapkan, sikap ditentukan setelah SBY berkomunikasi dengan pimpinan parpol anggota koalisi.
"Pak SBY akan membicarakan dulu dengan pimpinan tertinggi parpol lainnya di Setgab untuk membicarakan PKS. Waktunya satu minggu ke depan," katanya.
Sebelumnya Partai Demokrat mendesak SBY mengevaluasi keberadaan PKS karena partai tersebut kerap ambil langkah berbeda dengan partai-partai lain dalam Setgab Koalisi pendukung pemerintah.
Terbaru, mereka mengambil jalan yang bertolak belakang dengan Setgab Koalisi dalam sidang paripurna DPR yang membahas RUU APBNP pekan lalu. Setgab Koalisi solid menyetujui penambahan ayat 6A pada Pasal 7 RUU APBN-P 2012, yang artinya memberi keleluasaan bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Namun, PKS malah menolak penambahan ayat 6A, yang berarti menutup peluang pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Sekretaris Setgab Koalisi Syarif Hasan meyakini koalisi akan tetap mempunyai kekuatan walau PKS keluar, termasuk bisa memenangkan suara-suara politik di parlemen untuk melancarkan kebijakan pemerintah.
"Jelas-jelas kami sudah menghitung, tanpa PKS pun Setgab bisa solid dan menang. Kami pun tidak terlalu risau jika PKS tidak bergabung dengan Setgab," ungkap anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini saat dihubungi, kemarin.
Syarif menilai, sejak awal PKS memang sudah sulit untuk diajak bersepakat sehingga pihaknya pun tidak terlalu kaget dengan sikap politik PKS yang menentang pandangan Setgab soal kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan harga BBM.Hal ini berbeda dibandingkan dengan partai lain,termasuk Partai Golkar.
"Komunikasi saya sangat lancar dengan Golkar. Mulai dari pimpinannya hingga tingkat anggota partai. Itu yang membuat saya yakin Golkar akan bersama-sama dalam Setgab. Sedangkan PKS sejak awal sudah kirim surat penolakan meskipun saya juga belum pernah melihat suratnya," tuturnya.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso memahami sikap PKS membuat Partai Demokrat geram. Namun, dia mengingatkan bahwa masalah tersebut, terutama dampaknya terhadap komposisi di pemerintahan, harus dikembalikan ke SBY. "Presiden Yudhoyono yang punya kewenangan, tidak perlu beliau didorong-dorong. Ini dinamika politik yang biasa saja," katanya.
Partai Golkar selaku bagian dari koalisi, lanjutnya, tidak akan meminta atau memberikan saran apa pun kepada SBY terkait sikap PKS. Apakah akan dievaluasi atau tidak, menurut dia, agar diputuskan oleh Presiden. Dorongan di publik terhadap Presiden justru hanya akan menimbulkan ketegangan politik seperti sebelumnya.
"Jika dorongan itu terus disuarakan oleh teman-teman Demokrat, akan tambah derajat gesekan politik. Itu sulit dihindari karena ke depan juga masih ada momentum-momentum yang berpotensi menimbulkan perbedaan," tandasnya.
Senada dengan itu, politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pramono Anung memprediksi keributan antara Partai Demokrat dan PKS pascakeputusan di paripurna DPR terkait kenaikan harga BBM akan menimbulkan kegaduhan politik baru di internal koalisi.
"Sistem kita kan presidensial, artinya kewenangan sepenuhnya ada pada presiden, apakah nanti PKS di dalam atau di luar bukan bergantung pada Setgab Koalisi. Seyogianya teman-teman Demokrat serahkan kepada Presiden, tidak perlu didesak-desak karena itu hanya akan timbulkan kegaduhan," kata Pramono Anung di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Kalau memang ada permintaan dari Demokrat untuk memberikan sanksi atau mengeluarkan PKS dari koalisi, kata dia, itu bisa dilakukan secara internal. Sebaliknya bukan jadi konsumsi publik seperti sekarang ini yang seolah justru masalah menteri itu bukan menjadi hak prerogatif Presiden.
"Setgab ini ada setelah pemilu presiden dan setelah presiden terpilih. Maka dalam sistem ini sepenuhnya ada di Presiden, bukan pada Setgab atau yang lain. Kalau Presiden merasa nyaman bekerja sama dengan menteri-menteri dari PKS monggosaja, silakan. Tapi kalau merasa tidak nyaman, ya Presiden bisa ambil tindakan untuk itu," ucap Wakil Ketua DPR itu. (san)
()