Ibas akui Demokrat makin tidak populer

Jum'at, 30 Maret 2012 - 16:32 WIB
Ibas akui Demokrat makin...
Ibas akui Demokrat makin tidak populer
A A A


Sindonews.com - Berkembangnya dinamika politik yang secara drastis, mebuat Partai Demokat terlihat gamang. Seperti diketahui, Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas menyatakan penolakan terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, kedua partai tersebut tergabung dalam Sekretaris Gabungan (Setgab).

Dalam paparan Fraksi Partai Demokat pada Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang sedang berlangsung saat ini, Fraksi Partai Demokat mengeluhkan partainya yang makin tidak populer sehingga merasa terjepit dalam mengeluarkan kebijakan.

"Kita menyadari, saat ini kita tidak berada dalam kondisi yang populer. Banyak sekali kritikan dan hantaman keras yang datang. Tapi kami tetap mencoba untuk bertahan untuk rakyat," ujar Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (30/3/2012).

Partai Demokrat sepenuhnya medukung kebijakan yang akan dilakukan pemerintah. Selain alasan partai yang mengusung, adalah kondisi perekonomian yang terlihat akan jatuh jika tidak disikapi dengan rancangan yang kuat.

"Kita medukung pengubahan pasal 7 ayat 6 dengan menekankan adanya ruang pemerintah jika terjadinya lonjakan Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 5 persen, untuk melakukan penyesuaian harga," ungkapnya.

Ibas melanjutkan, jika kenaikan BBM itu terjadi, maka pemerintah akan mengembalikan subsidi dalam bentuk kompensasi. "Akan ada nantinya kompensasi BLSM, kemudian beasiswa, beras miskin dan yang lainnya," tukasnya.

Selain Partai Demokrat, partai yang cukup setia mendukung pemerintah adalah Partai Amanat Nasional (PAN). Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edi menyampaikan kenaikan harga BBM adalah domain pemerintah, maka dari itu DPR hanya berhak untuk memberikan persetujuan subsidi energi dan kepercayaan penuh kepada pemerintah.

"Harga BBM bersubsidi ditetapkan oleh pemerintah karena itu domainnya. Kami memahami Rp250 triliun subsidi energi, dipakai searif mungkin oleh pemerintah. Bisa diturunkan dan bisa dinaikkan. Kami mengusulkan pasal 7 ayat 6A, menaikkan jika memang naik jauh dan bersedia menurunkan jika memang harus turun," pungkasnya. (bro)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8397 seconds (0.1#10.140)