Jakarta terancam lumpuh

Kamis, 29 Maret 2012 - 08:26 WIB
Jakarta terancam lumpuh
Jakarta terancam lumpuh
A A A
Pengemudi angkutan umum yang bermukim di Ibu Kota berencana menggelar mogok akbar, Jakarta terancam bakal lumpuh.

Aksi mogok yang direncanakan pada 1 April mendatang tak bisa dihalangi apabila tidak ada kenaikan tarif angkutan umum, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang tinggal menunggu DPR mengetuk palu.

Ancaman aksi mogok tersebut tidak hanya akan merepotkan pengguna jasa angkutan umum, tetapi roda perekonomian di Jakarta juga bakal terganggu. Kenaikan tarif angkutan umum pascakenaikan harga BBM subsidi yang diperkirakan sebesar Rp6.000 per liter tanpa insentif dari pemerintah, berdasarkan perhitungan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organda Andriyansah berkisar pada angka 33 persen hingga 35 persen.

Angka kenaikan tarif tersebut dinilai wajar mengingat kontribusi BBM sangat besar terhadap biaya operasional, sekaligus mengakumulasi kenaikan tarif yang tertunda tahun lalu. Menanggapi usulan Organda itu, pemerintah langsung menolak mentah-mentah karena dinilai di luar batas kewajaran. Pemerintah tidak menutup mata dampak kenaikan harga BBM subsidi terhadap biaya operasional angkutan umum.

Karena itu, usulan Organda atas kenaikan tarif angkutan umum tetap diberi ruang dengan batas wajar seputar 10–25 persen. Selain itu, pemerintah juga memiliki formula hitungan kenaikan tarif yang sudah baku.

Terdiri atas dua, yakni komponen tarif terkait biaya langsung soal harga BBM dan biaya tidak langsung yang meliputi gaji, biaya administratif. Usulan kenaikan tarif yang tinggi sangat disadari pihak Organda.

Untuk tidak membebani masyarakat maka diperlukan insentif khusus. Gayung bersambut, Kementerian Perhubungan memang sedang menyiapkan skema kompensasi untuk angkutan umum guna meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM subsidi.

Mulai program revitalisasi armada hingga fasilitas bantuan pemeliharaan kendaraan terkait ban dan suku cadang yang nilainya mencapai Rp1,875 triliun. Selain itu, pemerintah juga bersiap menanggung beban biaya pajak kendaraan bermotor senilai Rp0,95 triliun.

Dan, fasilitas subsidi bunga pinjaman perbankan untuk revitalisasi (peremajaan) angkutan umum yang sudah berusia di atas 10 tahun atau tidak laik jalan yang mencapai Rp1,881 triliun.

Sejumlah program insentif atau kompensasi tersebut sangat ideal dan diyakini bisa mengurangi beban angkutan umum sehingga cukup menaikkan tarif dalam batas wajar. Namun, hal itu tak bisa mengerem para pengemudi angkutan umum untuk menggelar aksi mogok. Ada apa? Apakah ini bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang lebih sering nyaring di program, tapi bisu di penerapan?

Persoalan kompensasi adalah masalah jangka pendek.Untuk jangka panjang, pemerintah mulai sekarang harus menyeriusi konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) agar angkutan umum tidak selamanya bergantung pada pemakaian BBM subsidi.

Selama ini, konversi BBM ke BBG baru hangat dibicarakan bila pemerintah berencana menaikkan harga BBM,setelah itu lenyap dan tak berbekas lagi. Sekarang ini momentum untuk mewujudkan program konversi itu.(*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5776 seconds (0.1#10.140)