Kasus Andi Nurpati jadi trauma politik
A
A
A
Sindonews.com - Mayoritas anggota Komisi II DPR menanyakan komitmen tujuh calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kemarin menjalani fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan, untuk bersikap mandiri dan independen.
Komisi II DPR tampaknya tidak mau lagi ada komisioner KPU yang berhenti di tengah jalan dan masuk partai politik, seperti Andi Nurpati. “Jangan lagi ada anggota KPU yang seperti Andi Nurpati. Dia dipilih oleh DPR dan dilantik presiden untuk kerja lima tahun. Tetapi karena haus kekuasaan, dia tinggalkan tugas demi kekuasaan di partai,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi saat uji kelayakan di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut Viva, preseden Andi Nurpati masuk Partai Demokrat saat masih dalam tugas sebagai komisioner adalah tindakan cacat moral dan tidak beretika. Bahkan, dari logika sederhana, bisa terindikasi bahwa yang bersangkutan memang sudah sejak awal tidak independen.
Beberapa anggota Komisi II yang juga menanyakan hal serupa terhadap para calon anggota KPU adalah Akbar Faizal dari Fraksi Partai Hanura, Abdul Malik Haramain dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Budiman Sudjatmiko dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Mundurnya Andi dari keanggotaan KPU saat masa tugasnya belum tuntas, menjadi trauma politik tersendiri.
Calon anggota KPU Arif Budiman (dari KPU Provinsi Jawa Timur) yang mendapatkan giliran pertama uji kelayakan itu, memberikan jawaban normatif atas pertanyaan itu. Dia menyatakan bahwa kasus Andi Nurpati sudah diputuskan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai pelanggaran kode etik, sehingga hal seperti itu tidak akan dia lakukan.
Seusai uji kelayakan, Arif Budiman berjanji tidak akan berhenti di tengah jalan untuk masuk parpol.
Calon anggota KPU Ari Darmastuti (pakar ilmu politik) menyatakan, prinsip utama yang dia jaga jika terpilih sebagai anggota KPU adalah independensi. Dari independensi tersebut, kata dia, integritas akan terjaga.
Karena itu, Ari siap menandatangani pakta integritas untuk menjaga independensinya. “Jika itu dilanggar, saya siap mundur sendiri tanpa harus dimundurkan,” ujarnya.
Soal preseden Andi Nurpati, Ari dengan tegas menyatakan bahwa hal itu merupakan tindakan yang tidak etis. “Ketika tinggalkan tugasnya, apalagi masuk partai, itu tidak etis. Prinsip independensi sudah dilanggar,” ujarnya.
Selain Arif Budiman dan Ari Darmastuti, calon lainnya yang kemarin menjalani uji kelayakan dan kepatutan adalah Enny Nurbaningsih (dosen hukum tata negara), Evie Ariadnee Shinta Dewi (dosen komunikasi politik), Ferry Kurnia Rizkiyansyah (KPU Jabar), Hadar Navis Gumay (pegiat pemilu), dan Hasyim Asy’ari (dosen hukum tata negara dan KPU provinsi).
Sementara itu, tujuh calon lain akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan hari ini. Mereka adalah Husni Kamil Manik (KPU provinsi), Ida Budhiati (KPU provinsi), Juri Ardiantoro (KPU provinsi), M Adhy Syahputra Aman (pegiat pemilu),M Najib (KPU provinsi), Sigit Pamungkas (dosen ilmu politik), dan Zainal Abidin (KIP).
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan, Enny Nurbaningsih dan Arif Budiman memiliki kapasitas sebagai legal drafter yang dibutuhkan untuk membuat peraturan turunan dari seluruh UU yang terkait dengan pemilu.
Keduanya juga merupakan organisator penyelenggaraan pemilu. “Mereka tajam dan tenang secara emosional. Namun, kita tunggu saja hasilnya karena yang diutamakan adalah independensi dan kepemimpinan,” ungkap Budiman.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, proses fit and proper test ini menjadi media untuk mendalami independensi, kredibilitas, dan integritas calon.
Jika mereka yang terpilih memenuhi kriteria itu, kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu akan terpulihkan. Jika itu terpenuhi, maka soal kompetensi dan leadership menjadi pertimbangan selanjutnya.
Hal itu penting karena KPU akan menghadapi tekanan yang kuat karena menyangkut kepentingan parpol-parpol. “Kalau kualitas kepemimpinannya kuat, mereka tidak akan mudah diintervensi dan dikekang oleh pihak-pihak yang berkepentingan,” tegas Saan.(lin)
Komisi II DPR tampaknya tidak mau lagi ada komisioner KPU yang berhenti di tengah jalan dan masuk partai politik, seperti Andi Nurpati. “Jangan lagi ada anggota KPU yang seperti Andi Nurpati. Dia dipilih oleh DPR dan dilantik presiden untuk kerja lima tahun. Tetapi karena haus kekuasaan, dia tinggalkan tugas demi kekuasaan di partai,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi saat uji kelayakan di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut Viva, preseden Andi Nurpati masuk Partai Demokrat saat masih dalam tugas sebagai komisioner adalah tindakan cacat moral dan tidak beretika. Bahkan, dari logika sederhana, bisa terindikasi bahwa yang bersangkutan memang sudah sejak awal tidak independen.
Beberapa anggota Komisi II yang juga menanyakan hal serupa terhadap para calon anggota KPU adalah Akbar Faizal dari Fraksi Partai Hanura, Abdul Malik Haramain dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Budiman Sudjatmiko dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Mundurnya Andi dari keanggotaan KPU saat masa tugasnya belum tuntas, menjadi trauma politik tersendiri.
Calon anggota KPU Arif Budiman (dari KPU Provinsi Jawa Timur) yang mendapatkan giliran pertama uji kelayakan itu, memberikan jawaban normatif atas pertanyaan itu. Dia menyatakan bahwa kasus Andi Nurpati sudah diputuskan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai pelanggaran kode etik, sehingga hal seperti itu tidak akan dia lakukan.
Seusai uji kelayakan, Arif Budiman berjanji tidak akan berhenti di tengah jalan untuk masuk parpol.
Calon anggota KPU Ari Darmastuti (pakar ilmu politik) menyatakan, prinsip utama yang dia jaga jika terpilih sebagai anggota KPU adalah independensi. Dari independensi tersebut, kata dia, integritas akan terjaga.
Karena itu, Ari siap menandatangani pakta integritas untuk menjaga independensinya. “Jika itu dilanggar, saya siap mundur sendiri tanpa harus dimundurkan,” ujarnya.
Soal preseden Andi Nurpati, Ari dengan tegas menyatakan bahwa hal itu merupakan tindakan yang tidak etis. “Ketika tinggalkan tugasnya, apalagi masuk partai, itu tidak etis. Prinsip independensi sudah dilanggar,” ujarnya.
Selain Arif Budiman dan Ari Darmastuti, calon lainnya yang kemarin menjalani uji kelayakan dan kepatutan adalah Enny Nurbaningsih (dosen hukum tata negara), Evie Ariadnee Shinta Dewi (dosen komunikasi politik), Ferry Kurnia Rizkiyansyah (KPU Jabar), Hadar Navis Gumay (pegiat pemilu), dan Hasyim Asy’ari (dosen hukum tata negara dan KPU provinsi).
Sementara itu, tujuh calon lain akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan hari ini. Mereka adalah Husni Kamil Manik (KPU provinsi), Ida Budhiati (KPU provinsi), Juri Ardiantoro (KPU provinsi), M Adhy Syahputra Aman (pegiat pemilu),M Najib (KPU provinsi), Sigit Pamungkas (dosen ilmu politik), dan Zainal Abidin (KIP).
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan, Enny Nurbaningsih dan Arif Budiman memiliki kapasitas sebagai legal drafter yang dibutuhkan untuk membuat peraturan turunan dari seluruh UU yang terkait dengan pemilu.
Keduanya juga merupakan organisator penyelenggaraan pemilu. “Mereka tajam dan tenang secara emosional. Namun, kita tunggu saja hasilnya karena yang diutamakan adalah independensi dan kepemimpinan,” ungkap Budiman.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, proses fit and proper test ini menjadi media untuk mendalami independensi, kredibilitas, dan integritas calon.
Jika mereka yang terpilih memenuhi kriteria itu, kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu akan terpulihkan. Jika itu terpenuhi, maka soal kompetensi dan leadership menjadi pertimbangan selanjutnya.
Hal itu penting karena KPU akan menghadapi tekanan yang kuat karena menyangkut kepentingan parpol-parpol. “Kalau kualitas kepemimpinannya kuat, mereka tidak akan mudah diintervensi dan dikekang oleh pihak-pihak yang berkepentingan,” tegas Saan.(lin)
()