Selamat tinggal DP murah
A
A
A
Sindonews.com - Perusahaan pembiayaan (multifinance) terpaksa harus mengatur ulang strategi pertarungan untuk menghadapi konsumen. Dua kendala besar sedang menghadang langkah para pengusaha yang bergerak dalam bidang pembiayaan kendaraan bermotor itu.
Tantangan pertama, bagaimana menyiasati dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ditengarai bisa memengaruhi penjualan.Tantangan kedua, kebijakan pemerintah yang membatasi uang muka (down payment/DP) pembelian kendaraan bermotor yang diberi waktu penyesuaian tiga bulan ke depan.
Selama ini, kebijakan DP murah yang menjadi motor penggerak pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor memang tak bisa dipertahankan dengan mengabaikan unsur kehati-hatian yang justru harus menjadi sikap utama dalam melayarkan bisnis multifinance. Pemerintah mengakui keberadaan DP murah untuk kendaraan bermotor belum ada regulasi yang mengaturnya, padahal melihat perkembangannya yang begitu pesat bisa saja menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Namun, sungguh disayangkan mengapa kebijakan itu harus berlaku bersamaan kenaikan harga BBM.Dua kebijakan itu adalah “hantu” bagi pelaku industri automotif. Memang, sampai saat ini Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) belum mengeluarkan prediksi berapa persentase penurunan angka penjualan dari dampak kenaikan harga BBM dan batas minimal DP, yang pasti angka booking pembiayaan bakal anjlok.
Padahal berdasarkan data publikasi APPI, angka booking sepanjang awal tahun ini sudah menembus sebesar Rp22,5 triliun dari 74 anggota APPI. Dari data booking tersebut, terungkap pembiayaan mobil menempati urutan pertama tercatat sebesar Rp12,05 triliun, pembiayaan sepeda motor di level kedua yang mencapai sebesar Rp5,64 triliun, menyusul pembiayaan alat berat sebesar Rp1,65 triliun dan elektronik sekitar Rp1,24 triliun.
Adapun pembiayaan lain-lain mengambil porsi sebesar Rp1,45 triliun. Karena sudah menjadi keputusan pemerintah, kita berharap dampak yang timbul berkaitan dengan penurunan penjualan tidak begitu memukul industri multifinancedan kendaraan bermotor. Kita percaya,kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan yang membatasi DP kredit sepeda motor minimal 20% dan kredit mobil minimal 25 persen dari harga jual, tidak lain untuk penyehatan industri multifinance dan industri automotif untuk jangka panjang.
Batasan DP minimal untuk perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Pada saat yang bersamaan, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 14/10/DPNP tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang menyediakan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Khusus untuk KKB, bank sentral mensyaratkan tiga hal yang wajib dipatuhi perbankan. Pertama, pembelian kendaraan bermotor roda dua dengan minimal DP 25 persen. Kedua, minimal DP 30 persen untuk pembelian kendaraan roda empat bagi keperluan nonproduktif. Ketiga, pembelian kendaraan roda empat atau lebih untuk kegiatan produktif dikenakan minimal DP 20 persen. Terlepas dari persoalan kehati-hatian dalam penyaluran kredit yang menjadi tujuan utama hadirnya kebijakan batas minimal DP tersebut,memang perlu pengaturan yang jelas dan tegas.
Sepintas, DP murah sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk mewujudkan impian memiliki kendaraan bermotor terutama roda dua, namun dampak negatif yang menyertainya sulit ditampik. Hanya karena DP murah, berani mengeksekusi kendaraan tanpa menghitung dengan cermat beban yang harus ditanggung setiap bulan.(azh)
Tantangan pertama, bagaimana menyiasati dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ditengarai bisa memengaruhi penjualan.Tantangan kedua, kebijakan pemerintah yang membatasi uang muka (down payment/DP) pembelian kendaraan bermotor yang diberi waktu penyesuaian tiga bulan ke depan.
Selama ini, kebijakan DP murah yang menjadi motor penggerak pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor memang tak bisa dipertahankan dengan mengabaikan unsur kehati-hatian yang justru harus menjadi sikap utama dalam melayarkan bisnis multifinance. Pemerintah mengakui keberadaan DP murah untuk kendaraan bermotor belum ada regulasi yang mengaturnya, padahal melihat perkembangannya yang begitu pesat bisa saja menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Namun, sungguh disayangkan mengapa kebijakan itu harus berlaku bersamaan kenaikan harga BBM.Dua kebijakan itu adalah “hantu” bagi pelaku industri automotif. Memang, sampai saat ini Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) belum mengeluarkan prediksi berapa persentase penurunan angka penjualan dari dampak kenaikan harga BBM dan batas minimal DP, yang pasti angka booking pembiayaan bakal anjlok.
Padahal berdasarkan data publikasi APPI, angka booking sepanjang awal tahun ini sudah menembus sebesar Rp22,5 triliun dari 74 anggota APPI. Dari data booking tersebut, terungkap pembiayaan mobil menempati urutan pertama tercatat sebesar Rp12,05 triliun, pembiayaan sepeda motor di level kedua yang mencapai sebesar Rp5,64 triliun, menyusul pembiayaan alat berat sebesar Rp1,65 triliun dan elektronik sekitar Rp1,24 triliun.
Adapun pembiayaan lain-lain mengambil porsi sebesar Rp1,45 triliun. Karena sudah menjadi keputusan pemerintah, kita berharap dampak yang timbul berkaitan dengan penurunan penjualan tidak begitu memukul industri multifinancedan kendaraan bermotor. Kita percaya,kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan yang membatasi DP kredit sepeda motor minimal 20% dan kredit mobil minimal 25 persen dari harga jual, tidak lain untuk penyehatan industri multifinance dan industri automotif untuk jangka panjang.
Batasan DP minimal untuk perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Pada saat yang bersamaan, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 14/10/DPNP tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang menyediakan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Khusus untuk KKB, bank sentral mensyaratkan tiga hal yang wajib dipatuhi perbankan. Pertama, pembelian kendaraan bermotor roda dua dengan minimal DP 25 persen. Kedua, minimal DP 30 persen untuk pembelian kendaraan roda empat bagi keperluan nonproduktif. Ketiga, pembelian kendaraan roda empat atau lebih untuk kegiatan produktif dikenakan minimal DP 20 persen. Terlepas dari persoalan kehati-hatian dalam penyaluran kredit yang menjadi tujuan utama hadirnya kebijakan batas minimal DP tersebut,memang perlu pengaturan yang jelas dan tegas.
Sepintas, DP murah sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk mewujudkan impian memiliki kendaraan bermotor terutama roda dua, namun dampak negatif yang menyertainya sulit ditampik. Hanya karena DP murah, berani mengeksekusi kendaraan tanpa menghitung dengan cermat beban yang harus ditanggung setiap bulan.(azh)
()