RUU Desa ajang partai perang citra
A
A
A
Sindonews.com - Hampir semua partai politik mendorong usulan agar jaminan pengalokasian dana untuk desa diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa. Isu ini langsung bersentuhan dengan akar rumput.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo mengatakan, karena bersentuhan langsung dengan pencitraan di kalangan masyarakat desa, semua partai di DPR pasti akan menyetujui dan mendukung adanya alokasi dana APBN dan APBD untuk desa. Perdesaan merupakan titik pertaruhan dukungan partai di akar rumput yang bakal menyumbangkan suara riil pada pemilu.
Semua partai telah membuktikan bahwa tokoh masyarakat, pemuka agama,dan aparat desa menjadi simpul yang sangat diandalkan partai dalam upaya efektif pemenangan pemilu.
"Nah, kalau sekarang ramairamai partai mengatakan mendukung alokasi dana untuk desa, sebenarnya kami dari PDIP sejak dulu sudah mengusulkannya, yakni ketika pengajuan RUU Perdesaan. Tapi upaya kami saat itu kandas dan baru sekarang ramai lagi," ujarnya di Jakarta kemarin.
Ganjar menegaskan, partainya tidak akan terjebak dalam perdebatan alokasi dana desa yang terkesan hanya perang citra. Bagi PDIP, yang jauh lebih penting adalah pembenahan sistem dan mekanisme pembangunan desa, baik dalam hal struktur kelembagaan, aparatur maupun mekanisme pemberian dananya.
Untuk pembenahan sistem itu, imbuh dia, harus dijelaskan dulu apakah perlakuan terhadap semua desa/kelurahan yang jumlahnya 73.906 akan disamakan atau akan ada pembedaan. Pembedaan yang dimaksudnya berdasarkan berbagai aspek seperti luas desa, karakteristik, dan kearifan lokal yang beraneka ragam.
"Sebelum perang citra dana desa, sistem dan cara pendekatan pada desa harus diselesaikan dulu. Sekarang kan ada istilah desa adat, desa kampuang, nagari, dan seterusnya. Kemakmuran dan kekayaan satu desa dengan desa lain juga tidak sama.Rp1 miliar bagi desa di Jakarta mungkin nilainya berbeda dengan desa di daerah tertinggal. Maka penting diatur dulu pendekatan untuk desa seperti apa, setelah itu baru bicara dana," paparnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Jafar menyatakan, fraksinya paling awal mengusulkan agar semua desa di seluruh Indonesia mendapatkan anggaran sendiri yang terintegrasi dalam APBN, APBD provinsi, dan APBD kabupaten/ kota. Besarannya berkisar 5–10%. Dia mengakui, bila desakan alokasi dana desa dari APBN/APBD ini gol, status desa di kabupaten akan setingkat dengan kelurahan di kota.
"Usulan kami, jumlah dana yang diterima setiap desa sama sebagai anggaran resmi tahunan. Penggunaannya diserahkan pada keputusan pihak desa dan masyarakat apakah untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, atau penguatan kualitas SDM aparat desa," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus RUU Desa DPR dari Fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko mengungkapkan, idealnya desa bisa mencairkan dana dari APBN dengan mengajukan proposal hasil participatory budgeting seluruh unsur desa, yakni masyarakat, BUMDes, dan perangkat desa. Dengan UU Desa, kata dia, diharapkan desa menjadi benchmark pembangunan Indonesia. Tidak hanya "negara membangun desa", tapi juga "desa membangun negara".
Budiman menambahkan, keberadaan UU Desa sangat penting bagi desa. Sebab dari UU Desa inilah nantinya wajah Indonesia akan berubah. Desa akan semakin dinamis sehingga bisa menarik bagi rakyat untuk mencari penghidupan di desa.
"Diharapkan arus urbanisasi juga akan berkurang drastis sehingga problem-problem sosial kota seperti pengangguran, kejahatan, kemacetan berkurang," urainya.
Pada rapat DPP Partai Golkar dan Fraksi Partai Golkar DPR,Selasa(13/3), Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menjelaskan bahwa Partai Golkar tegas bersikap bahwa otonomi daerah itu berfokus pada kabupaten/kota dan RUU Desa tak boleh membuat aturan yang menjadikan otonomi di tingkat desa.
Namun, tegas dia, pada saat bersamaan harus ada intervensi dan keberpihakan dari pemerintah pusat kepada desa tanpa mengurangi otonomi daerah di kabupaten/kota tersebut.
Terkait hal ini, Sekjen DPP Partai NasDem Ahmad Rofiq mengatakan, kebijakan pemberian dana dari pusat kepada desa memang harus ada karena selama ini jalur birokrasi kabupaten/kota terlalu berbelitbelit untuk memberikan alokasi pembangunan ke desa. Hanya saja, dana desa ini harus terencana dan tersusun rapi berdasarkan persoalan yang dihadapi desa.
Karenanya, terang dia, NasDem mengusulkan agar dibuat semacam kluster desa yang dihitung berdasarkan besaran masalah dan problem yang dihadapi tiap-tiap desa.
Alokasi dana desa pun harus ada, tetapi jangan berupa bloc grant yang dipukul rata. "Sebaiknya dibuat kluster-kluster desa yang dipetakan berdasarkan masalah dan kerumitan yang dihadapinya," ungkapnya. (san)
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo mengatakan, karena bersentuhan langsung dengan pencitraan di kalangan masyarakat desa, semua partai di DPR pasti akan menyetujui dan mendukung adanya alokasi dana APBN dan APBD untuk desa. Perdesaan merupakan titik pertaruhan dukungan partai di akar rumput yang bakal menyumbangkan suara riil pada pemilu.
Semua partai telah membuktikan bahwa tokoh masyarakat, pemuka agama,dan aparat desa menjadi simpul yang sangat diandalkan partai dalam upaya efektif pemenangan pemilu.
"Nah, kalau sekarang ramairamai partai mengatakan mendukung alokasi dana untuk desa, sebenarnya kami dari PDIP sejak dulu sudah mengusulkannya, yakni ketika pengajuan RUU Perdesaan. Tapi upaya kami saat itu kandas dan baru sekarang ramai lagi," ujarnya di Jakarta kemarin.
Ganjar menegaskan, partainya tidak akan terjebak dalam perdebatan alokasi dana desa yang terkesan hanya perang citra. Bagi PDIP, yang jauh lebih penting adalah pembenahan sistem dan mekanisme pembangunan desa, baik dalam hal struktur kelembagaan, aparatur maupun mekanisme pemberian dananya.
Untuk pembenahan sistem itu, imbuh dia, harus dijelaskan dulu apakah perlakuan terhadap semua desa/kelurahan yang jumlahnya 73.906 akan disamakan atau akan ada pembedaan. Pembedaan yang dimaksudnya berdasarkan berbagai aspek seperti luas desa, karakteristik, dan kearifan lokal yang beraneka ragam.
"Sebelum perang citra dana desa, sistem dan cara pendekatan pada desa harus diselesaikan dulu. Sekarang kan ada istilah desa adat, desa kampuang, nagari, dan seterusnya. Kemakmuran dan kekayaan satu desa dengan desa lain juga tidak sama.Rp1 miliar bagi desa di Jakarta mungkin nilainya berbeda dengan desa di daerah tertinggal. Maka penting diatur dulu pendekatan untuk desa seperti apa, setelah itu baru bicara dana," paparnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Jafar menyatakan, fraksinya paling awal mengusulkan agar semua desa di seluruh Indonesia mendapatkan anggaran sendiri yang terintegrasi dalam APBN, APBD provinsi, dan APBD kabupaten/ kota. Besarannya berkisar 5–10%. Dia mengakui, bila desakan alokasi dana desa dari APBN/APBD ini gol, status desa di kabupaten akan setingkat dengan kelurahan di kota.
"Usulan kami, jumlah dana yang diterima setiap desa sama sebagai anggaran resmi tahunan. Penggunaannya diserahkan pada keputusan pihak desa dan masyarakat apakah untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, atau penguatan kualitas SDM aparat desa," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus RUU Desa DPR dari Fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko mengungkapkan, idealnya desa bisa mencairkan dana dari APBN dengan mengajukan proposal hasil participatory budgeting seluruh unsur desa, yakni masyarakat, BUMDes, dan perangkat desa. Dengan UU Desa, kata dia, diharapkan desa menjadi benchmark pembangunan Indonesia. Tidak hanya "negara membangun desa", tapi juga "desa membangun negara".
Budiman menambahkan, keberadaan UU Desa sangat penting bagi desa. Sebab dari UU Desa inilah nantinya wajah Indonesia akan berubah. Desa akan semakin dinamis sehingga bisa menarik bagi rakyat untuk mencari penghidupan di desa.
"Diharapkan arus urbanisasi juga akan berkurang drastis sehingga problem-problem sosial kota seperti pengangguran, kejahatan, kemacetan berkurang," urainya.
Pada rapat DPP Partai Golkar dan Fraksi Partai Golkar DPR,Selasa(13/3), Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menjelaskan bahwa Partai Golkar tegas bersikap bahwa otonomi daerah itu berfokus pada kabupaten/kota dan RUU Desa tak boleh membuat aturan yang menjadikan otonomi di tingkat desa.
Namun, tegas dia, pada saat bersamaan harus ada intervensi dan keberpihakan dari pemerintah pusat kepada desa tanpa mengurangi otonomi daerah di kabupaten/kota tersebut.
Terkait hal ini, Sekjen DPP Partai NasDem Ahmad Rofiq mengatakan, kebijakan pemberian dana dari pusat kepada desa memang harus ada karena selama ini jalur birokrasi kabupaten/kota terlalu berbelitbelit untuk memberikan alokasi pembangunan ke desa. Hanya saja, dana desa ini harus terencana dan tersusun rapi berdasarkan persoalan yang dihadapi desa.
Karenanya, terang dia, NasDem mengusulkan agar dibuat semacam kluster desa yang dihitung berdasarkan besaran masalah dan problem yang dihadapi tiap-tiap desa.
Alokasi dana desa pun harus ada, tetapi jangan berupa bloc grant yang dipukul rata. "Sebaiknya dibuat kluster-kluster desa yang dipetakan berdasarkan masalah dan kerumitan yang dihadapinya," ungkapnya. (san)
()