BLT jadi instrumen politik penguasa
A
A
A
Sindonews.com - Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Pramono Anung menolak keras rencana pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai konpensasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menurut Pramono, BLT hanya dijadikan instrumen politik. "Kami lihat BLT sudah jadi instrumen politik dari kekuasaan, bukan betul-betul menangani kenaikan BBM," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/3/2012).
Penyaluran BLT senilai Rp 25 Triliun hanya akan menguntungkan partai penguasa, yakni Partai Demokrat. Modus seperti ini mirip seperti yang terjadi pada 2009 lalu ketika menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres).
"Kalau BLT hanya dijadikan instrumen politik, sebaiknya BBM tidak usah dinaikkan. Karena secara demokrasi telah terjadi ketidakadilan. Secara konteks, demokrasi menjadi tidak adil," terangnya.
Kenaikan harga BBM sama halnya dengan mengurangi subsidi kurang lebih Rp100 T, tetapi Rp25 triliun digunakan untuk masyarakat kurang mampu.
"Bukan menolak memberikan bantuan kepada masyarakat, tapi jika hanya dijadikan instrumen politik itu yang tidak disetujui," tukas Pramono. (san)
Menurut Pramono, BLT hanya dijadikan instrumen politik. "Kami lihat BLT sudah jadi instrumen politik dari kekuasaan, bukan betul-betul menangani kenaikan BBM," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/3/2012).
Penyaluran BLT senilai Rp 25 Triliun hanya akan menguntungkan partai penguasa, yakni Partai Demokrat. Modus seperti ini mirip seperti yang terjadi pada 2009 lalu ketika menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres).
"Kalau BLT hanya dijadikan instrumen politik, sebaiknya BBM tidak usah dinaikkan. Karena secara demokrasi telah terjadi ketidakadilan. Secara konteks, demokrasi menjadi tidak adil," terangnya.
Kenaikan harga BBM sama halnya dengan mengurangi subsidi kurang lebih Rp100 T, tetapi Rp25 triliun digunakan untuk masyarakat kurang mampu.
"Bukan menolak memberikan bantuan kepada masyarakat, tapi jika hanya dijadikan instrumen politik itu yang tidak disetujui," tukas Pramono. (san)
()