Putusan PTUN peringatan bagi penyelenggara pemerintahan
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Denny Indrayana mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terus menuai reaksi keras dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Diantaranya datang dari anggota Komisi III Bambang Soesatyo. Menurutnya, upaya banding yang dilakukan Denny hanya trik untuk menghindar dari tuntutan balik para korban kebijakan Menkum HAM.
"Para terpidana yang kemerdekaannya telah dirampas dengan kebijakan abal-abal tersebut, dapat mempidanakan Denny dengan pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara," ujar Bambang kepada Sindonews, Sabtu (10/3/2012).
Ditambahkan dia, jika kebijakan pengetatan remisi yang dikeluarkan Menkum HAM Amir Syamsuddin dan wakilnya itu benar dan prosedural, pasti PTUN tidak akan mengalahkannya. Namun, kebijakan itu sudah cacat sejak awal sehingga tidak mengherankan jika kebijakan itu dibatalkan PTUN.
"Saya yakin Denny telah dipermalukan oleh keputusan PTUN. Agar tidak kehilangan muka, dia berinisiatif mengajukan banding. Manuver Denny itu kita hargai saja, sebagai hak setiap warga negara," tambahnya.
Kendati begitu, masyarakat diimbau untuk secara seksama memperhatikan jalannya proses banding agar tidak diintervensi pihak penguasa.
"Keputusan PTUN itu merupakan pesan kepada penyelenggara pemerintahan untuk jangan sekali-kali bertindak semena-mena. Termasuk semena-mena terhadap para narapidana," terangnya.
Kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi itu merupakan tindakan semena-mena terhadap lebih dari 100 narapidana. Keputusan PTUN itu juga mengajarkan kepada Denny agar selalu menaati struktur perundang-undangan di negara ini. Menjadi pejabat tinggi negara tidak berarti boleh melanggar perundang undangan. (san)
Diantaranya datang dari anggota Komisi III Bambang Soesatyo. Menurutnya, upaya banding yang dilakukan Denny hanya trik untuk menghindar dari tuntutan balik para korban kebijakan Menkum HAM.
"Para terpidana yang kemerdekaannya telah dirampas dengan kebijakan abal-abal tersebut, dapat mempidanakan Denny dengan pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara," ujar Bambang kepada Sindonews, Sabtu (10/3/2012).
Ditambahkan dia, jika kebijakan pengetatan remisi yang dikeluarkan Menkum HAM Amir Syamsuddin dan wakilnya itu benar dan prosedural, pasti PTUN tidak akan mengalahkannya. Namun, kebijakan itu sudah cacat sejak awal sehingga tidak mengherankan jika kebijakan itu dibatalkan PTUN.
"Saya yakin Denny telah dipermalukan oleh keputusan PTUN. Agar tidak kehilangan muka, dia berinisiatif mengajukan banding. Manuver Denny itu kita hargai saja, sebagai hak setiap warga negara," tambahnya.
Kendati begitu, masyarakat diimbau untuk secara seksama memperhatikan jalannya proses banding agar tidak diintervensi pihak penguasa.
"Keputusan PTUN itu merupakan pesan kepada penyelenggara pemerintahan untuk jangan sekali-kali bertindak semena-mena. Termasuk semena-mena terhadap para narapidana," terangnya.
Kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi itu merupakan tindakan semena-mena terhadap lebih dari 100 narapidana. Keputusan PTUN itu juga mengajarkan kepada Denny agar selalu menaati struktur perundang-undangan di negara ini. Menjadi pejabat tinggi negara tidak berarti boleh melanggar perundang undangan. (san)
()