Amankan TNI dari manuver politik
A
A
A
Sindonews.com - Banyaknya manuver yang melibatkan purnawirawan perwira tinggi TNI dalam dunia politik merupakan bukti masih kuatnya tarik-menarik antara militer dan politik.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LiMa) Ray Rangkuti mengatakan, hal ini adalah fenomena lama karena politik di kalangan TNI sebenarnya sudah seperti budaya.
”Walau bagaimanapun, rasanya sangat sulit bagi TNI untuk lepas total dari dunia politik. Sebab selama 32 tahun rezim Orde Baru, penopang utama politik adalah TNI dan hingga saat ini pun ada yang menilai bahwa korps TNI lebih dekat dengan politik,” ujarnya kepada SINDO di Jakarta kemarin.
Sisa-sisa dari budaya politik TNI itu, terang dia, masih terasa menyusup di kalangan elite TNI yang sudah menjadi purnawirawan. Hal inilah yang mengakibatkan sumber daya tentara seolah tak putus-putus masuk ke ruang politik.
”Jadi permainan strategi elite-elite purnawirawan TNI yang menyeret keluarga TNI aktif dalam berpolitik atau setidaknya mengarahkan pilihan dalam pemilu harus serius diantisipasi dan dicegah. Ini pula yang sangat mungkin membuat Panglima TNI merilis instruksi soal netralitas TNI,” kata Ray.
Diberitakan sebelumnya, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengaku khawatir atas manuver sejumlah purnawirawan TNI dalam kegiatan politik praktis yang bisa mengganggu netralitas prajurit TNI.
Untuk mengantisipasi keterlibatan prajurit TNI dalam politik, Panglima TNI memerintahkan seluruh prajurit dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan TNI untuk tetap menjaga netralitas politik.
Penekanan itu disampaikan Agus kepada para pangdam,pangarmabar, pangarmatim, serta pangkoopsau I dan II melalui Surat Telegram (ST) No ST/175/2012 tertanggal 17 Februari 2012.
Dalam telegram itu dijelaskan bahwa Panglima TNI memberikan sejumlah penekanan. Di antaranya melarang setiap prajurit TNI baik selaku perseorangan maupun atas nama institusi memberikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada peserta pemilu dan pilkada untuk kepentingan kegiatan dalam pemilu maupun pilkada.
Panglima TNI juga melarang prajurit melakukan tindakan dan/atau pernyataan apa pun yang bersifat memengaruhi keputusan KPU atau KPUD dan/atau Panwaslu atau Panwasda.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria mengatakan, perebutan purnawirawan jenderal oleh partai politik adalah hal lumrah dan sangat strategis dalam rangka pemenangan pemilu.
Para purnawirawan TNI, kata dia, dapat dipastikan sudah terlatih membuat strategi dengan target-target operasi yang menjadi sasaran.
”Tapi tak ada yang perlu dikhawatirkan soal netralitas TNI. Apalagi semangat pengabdian para purnawirawan TNI sudah terlatih dan sepenuhnya untuk bangsa.Bukan sekadar kepentingan segolongan orang saja,” tegasnya.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. Menurut dia, banyaknya partai yang memperebutkan purnawirawan jenderal bukan sesuatu yang harus dipersoalkan.
Setiap purnawirawan tentu sudah terlatih hidup dalam kedisiplinan, bekerja dengan orientasi kebangsaan, serta berkemampuan strategis untuk mencapai target. Dengan kelebihan individu itu, kata dia, manfaatnya bagi partai tentu sangat signifikan.
Selain itu, di lembaga negara seperti DPR pun dibutuhkan kualifikasi kemampuan seperti itu untuk menunjang kinerja parlemen.
”Misalnya di Komisi I, Komisi III DPR kan dibutuhkan figur-figur anggota parlemen yang memahami masalah-masalah kemiliteran,” terangnya.
Adapun Ketua Liga Mahasiswa NasDem Willy Aditya berpendapat, keterlibatan purnawirawan perwira tinggi TNI dalam partai politik mencerminkan lemahnya political capital masyarakat sipil.
Willy menegaskan, dampak negatif yang bisa saja muncul dari kuatnya pengaruh TNI dalam partai adalah terjadinya penarikan militer secara kelembagaan ke kancah politik.
Adapun dampak secara langsung yang bisa terjadi adalah besarnya ancaman terhadap abuse of power khususnya aparatur dan fasilitas negara.
”Hal ini akan terjadi bila ada klitilisme dari purnawirawan terhadap militer yang masih aktif,” terangnya.(lin)
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LiMa) Ray Rangkuti mengatakan, hal ini adalah fenomena lama karena politik di kalangan TNI sebenarnya sudah seperti budaya.
”Walau bagaimanapun, rasanya sangat sulit bagi TNI untuk lepas total dari dunia politik. Sebab selama 32 tahun rezim Orde Baru, penopang utama politik adalah TNI dan hingga saat ini pun ada yang menilai bahwa korps TNI lebih dekat dengan politik,” ujarnya kepada SINDO di Jakarta kemarin.
Sisa-sisa dari budaya politik TNI itu, terang dia, masih terasa menyusup di kalangan elite TNI yang sudah menjadi purnawirawan. Hal inilah yang mengakibatkan sumber daya tentara seolah tak putus-putus masuk ke ruang politik.
”Jadi permainan strategi elite-elite purnawirawan TNI yang menyeret keluarga TNI aktif dalam berpolitik atau setidaknya mengarahkan pilihan dalam pemilu harus serius diantisipasi dan dicegah. Ini pula yang sangat mungkin membuat Panglima TNI merilis instruksi soal netralitas TNI,” kata Ray.
Diberitakan sebelumnya, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengaku khawatir atas manuver sejumlah purnawirawan TNI dalam kegiatan politik praktis yang bisa mengganggu netralitas prajurit TNI.
Untuk mengantisipasi keterlibatan prajurit TNI dalam politik, Panglima TNI memerintahkan seluruh prajurit dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan TNI untuk tetap menjaga netralitas politik.
Penekanan itu disampaikan Agus kepada para pangdam,pangarmabar, pangarmatim, serta pangkoopsau I dan II melalui Surat Telegram (ST) No ST/175/2012 tertanggal 17 Februari 2012.
Dalam telegram itu dijelaskan bahwa Panglima TNI memberikan sejumlah penekanan. Di antaranya melarang setiap prajurit TNI baik selaku perseorangan maupun atas nama institusi memberikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada peserta pemilu dan pilkada untuk kepentingan kegiatan dalam pemilu maupun pilkada.
Panglima TNI juga melarang prajurit melakukan tindakan dan/atau pernyataan apa pun yang bersifat memengaruhi keputusan KPU atau KPUD dan/atau Panwaslu atau Panwasda.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria mengatakan, perebutan purnawirawan jenderal oleh partai politik adalah hal lumrah dan sangat strategis dalam rangka pemenangan pemilu.
Para purnawirawan TNI, kata dia, dapat dipastikan sudah terlatih membuat strategi dengan target-target operasi yang menjadi sasaran.
”Tapi tak ada yang perlu dikhawatirkan soal netralitas TNI. Apalagi semangat pengabdian para purnawirawan TNI sudah terlatih dan sepenuhnya untuk bangsa.Bukan sekadar kepentingan segolongan orang saja,” tegasnya.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. Menurut dia, banyaknya partai yang memperebutkan purnawirawan jenderal bukan sesuatu yang harus dipersoalkan.
Setiap purnawirawan tentu sudah terlatih hidup dalam kedisiplinan, bekerja dengan orientasi kebangsaan, serta berkemampuan strategis untuk mencapai target. Dengan kelebihan individu itu, kata dia, manfaatnya bagi partai tentu sangat signifikan.
Selain itu, di lembaga negara seperti DPR pun dibutuhkan kualifikasi kemampuan seperti itu untuk menunjang kinerja parlemen.
”Misalnya di Komisi I, Komisi III DPR kan dibutuhkan figur-figur anggota parlemen yang memahami masalah-masalah kemiliteran,” terangnya.
Adapun Ketua Liga Mahasiswa NasDem Willy Aditya berpendapat, keterlibatan purnawirawan perwira tinggi TNI dalam partai politik mencerminkan lemahnya political capital masyarakat sipil.
Willy menegaskan, dampak negatif yang bisa saja muncul dari kuatnya pengaruh TNI dalam partai adalah terjadinya penarikan militer secara kelembagaan ke kancah politik.
Adapun dampak secara langsung yang bisa terjadi adalah besarnya ancaman terhadap abuse of power khususnya aparatur dan fasilitas negara.
”Hal ini akan terjadi bila ada klitilisme dari purnawirawan terhadap militer yang masih aktif,” terangnya.(lin)
()