Bursa calon presiden, publik menunggu figur baru
A
A
A
Sindonews.com – Tokoh sentral di partai politik seperti ketua umum atau ketua dewan pembina diminta tidak mendominasi peluang dalam penjaringan calon presiden (capres).
Mereka harus membuka kesempatan dan peluang bagi kader potensialnya untuk mengikuti uji publik sebagai kandidat capres.
“Ketua umum atau ketua dewan pembina di beberapa partai kita tahu sepertinya mereka itulah yang paling berhak dicalonkan. Mereka tidak boleh mendominasi itu agar publik lebih leluasa dalam melakukan semacam uji kompetensi,” kata pengamat politik dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf kepada SINDO kemarin.
Menurut Asep, partai sebenarnya cukup mulia sebagai pilar demokrasi yang diamanatkan konstitusi sebagai pengusung pasangan calon dalam pilpres. Namun,hal itu tidak boleh ditafsirkan bahwa yang mereka usung haruslah orang partai atau lebih radikal lagi harus tokoh sentral partai.
“Partai itu meneropong dan menjaring siapa pun anak bangsa yang patut dan layak serta kompeten dan kapabel untuk memimpin Indonesia ke depan. Mereka yang menyaring anak bangsa itu kemudian biar publik yang mengujinya,” ujarnya.
Jika tidak ada semacam uji publik, lanjut dia, dikhawatirkan figur yang diusung parpol itu jauh dari harapan publik. Jika itu yang terjadi, kata dia, konsekuensinya kepercayaan publik terhadap partai akan terus menurun dan legitimasinya akan semakin kecil.
“Karena itu, mereka para tokoh sentral partai legawa-lah, tunjukkan kenegarawanannya untuk bertanya siapa sih figur yang dikehendaki publik,” ujarnya.
Dia menyarankan, partai-partai itu bisa menjaring minimal lima tokoh baik internal maupun eksternal partai untuk dimunculkan ke publik agar dinilai.
“Jadi ada semacam fit and proper test dulu sebelum partai menentukan calonnya. Jangan itu dikuasai ketua umum atau tokoh sentralnya. Tidak demokratis itu namanya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bidang Pemuda dan Olahraga Maruarar Sirait mengatakan, munculnya nama Mega sebagai capres itu datang dari warga PDIP. Dia memastikan bahwa PDIP tidak melakukan rekayasa atau upaya memaksakan kehendak atas pencapresan ketua umum.
“Dan yang patut dilihat adalah beliau saat ini dalam berbagai survei berada di posisi paling atas meskipun partai belum menetapkan soal capres. Itu artinya bahwa Ibu Mega masih didukung arus bawah,” ungkapnya.
Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Patrice Rio Capella mengatakan, potret yang disuguhkan oleh lembaga survei belakangan ini harus menjadi sarana introspeksi oleh parpol.
Sebab, kata dia, tokoh-tokoh yang muncul dalam wacana pencapresan sangat rendah elektabilitasnya.
“Itu kan menggambarkan bahwa mayoritas publik itu butuh figur baru. Publik sedang menunggu wajah baru dengan pemikiran dan gagasan baru,” katanya. Sayangnya, kata dia,parpol saat ini kurang merespons kondisi itu.(lin)
Mereka harus membuka kesempatan dan peluang bagi kader potensialnya untuk mengikuti uji publik sebagai kandidat capres.
“Ketua umum atau ketua dewan pembina di beberapa partai kita tahu sepertinya mereka itulah yang paling berhak dicalonkan. Mereka tidak boleh mendominasi itu agar publik lebih leluasa dalam melakukan semacam uji kompetensi,” kata pengamat politik dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf kepada SINDO kemarin.
Menurut Asep, partai sebenarnya cukup mulia sebagai pilar demokrasi yang diamanatkan konstitusi sebagai pengusung pasangan calon dalam pilpres. Namun,hal itu tidak boleh ditafsirkan bahwa yang mereka usung haruslah orang partai atau lebih radikal lagi harus tokoh sentral partai.
“Partai itu meneropong dan menjaring siapa pun anak bangsa yang patut dan layak serta kompeten dan kapabel untuk memimpin Indonesia ke depan. Mereka yang menyaring anak bangsa itu kemudian biar publik yang mengujinya,” ujarnya.
Jika tidak ada semacam uji publik, lanjut dia, dikhawatirkan figur yang diusung parpol itu jauh dari harapan publik. Jika itu yang terjadi, kata dia, konsekuensinya kepercayaan publik terhadap partai akan terus menurun dan legitimasinya akan semakin kecil.
“Karena itu, mereka para tokoh sentral partai legawa-lah, tunjukkan kenegarawanannya untuk bertanya siapa sih figur yang dikehendaki publik,” ujarnya.
Dia menyarankan, partai-partai itu bisa menjaring minimal lima tokoh baik internal maupun eksternal partai untuk dimunculkan ke publik agar dinilai.
“Jadi ada semacam fit and proper test dulu sebelum partai menentukan calonnya. Jangan itu dikuasai ketua umum atau tokoh sentralnya. Tidak demokratis itu namanya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bidang Pemuda dan Olahraga Maruarar Sirait mengatakan, munculnya nama Mega sebagai capres itu datang dari warga PDIP. Dia memastikan bahwa PDIP tidak melakukan rekayasa atau upaya memaksakan kehendak atas pencapresan ketua umum.
“Dan yang patut dilihat adalah beliau saat ini dalam berbagai survei berada di posisi paling atas meskipun partai belum menetapkan soal capres. Itu artinya bahwa Ibu Mega masih didukung arus bawah,” ungkapnya.
Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Patrice Rio Capella mengatakan, potret yang disuguhkan oleh lembaga survei belakangan ini harus menjadi sarana introspeksi oleh parpol.
Sebab, kata dia, tokoh-tokoh yang muncul dalam wacana pencapresan sangat rendah elektabilitasnya.
“Itu kan menggambarkan bahwa mayoritas publik itu butuh figur baru. Publik sedang menunggu wajah baru dengan pemikiran dan gagasan baru,” katanya. Sayangnya, kata dia,parpol saat ini kurang merespons kondisi itu.(lin)
()