Keputusan MA hapus 8 kode etik hakim mencurigakan

Senin, 05 Maret 2012 - 19:47 WIB
Keputusan MA hapus 8 kode etik hakim mencurigakan
Keputusan MA hapus 8 kode etik hakim mencurigakan
A A A
Sindonews.com - Mantan hakim agung, Leica Marzuki mempertanyakan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menghapus 8 poin kode etik hakim yang terdapat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan Komisi Yudisial. Hal ini dinilai sebagai kesalahan fatal, bahkan dianggap sebagai dagelan hukum yang dilakukan lembaga peradilan tertinggi.

"Kenapa putusan ini dibuat sepekan sebelum putusan peninjauan kembali (PK) Antasari Azhar," tanya dia saat menjadi pembicara dalam diskusi "Tantangan Pengawasan Hakim Pasca Pencabutan Poin SKB" di gedung YLBHI, Jakarta, Senin (5/3/2012).

Sebaiknya, kata Leica, Komisi Yudisial untuk mengabaikan putusan tersebut, dan tetap menjalankan fungsi pengawasannya sebagaimana yang telah dijalankan selama ini.

"Ini seperti dagelan saja, seperti sandiwara badut. Di satu sisi, MA mendukung adanya kode etik, tapi mereka sendiri yang menghapus. Saya sebagai orang yang pernah menjadi hakim agung, menjadi malu dibuatnya," ujar mantan hakim konstitusi ini.

Leica menegaskan bahwa putusan tersebut batal demi hukum, karena pihak yang mengajukan judicial review (uji materi) tidak memiliki legal standing, dan mahkamah agung dinilai menghakimi dirinya sendiri. Apalagi, kata dia, SKB bukanlah produk hukum yang dapat dijudicial review oleh Mahkamah Agung.

“Makanya saya katakan, secara bijak, Komisi Yudisial tidak perlu menanggapi putusan tersebut. Karena putusan itu adalah produk dagelan yang dilakukan hakim agung. SKB itu kan bukan rechtmatigheid (peraturan) yang bisa diadili oleh MA. Mereka yang memutus ini adalah junior saya, dulu bersama saya di MA. Tidak mungkin mereka tidak tahu rambu-rambu. Ini kesalahan fatal," ujar Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar ini.

Putusan tersebut, menurut Leica, tidak serta merta akan menyebabkan kewenangan konstitusional yang dimiliki Komisi Yudisial, menjadi batal, karena kewenangan lembaga tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Suparman Marzuki mengatakan bahwa pihaknya akan terus menjalankan SKB sesuai dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan Mahkamah Agung.

“Yang dicabut itu kan hanya implementasi dari poin 8 dan 10. Sementara norma dasarnya dari poin tersebut, tidak dicabut. Bahkan, Komisi Yudisial dapat menerapkannya secara lebih luas melalui penafsiran,” ujarnya.

Artinya, menurut dia, Komisi Yudisial dalam melaksanakan tugasnya, tidak akan berpengaruh dengan keluarnya putusan tersebut. Namun demikian, ia mengaku bahwa pihaknya akan melakukan pendekatan dengan Mahkamah Agung untuk me-reformulasi kebijakan-kebijakan terkait pengawasan hakim ke depannya.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan putusan MA tertanggal 8 Februari 2012 yang dibuat oleh Paulus Effendi Lotulung Ahmad Sukardja, Rehngena Purba, Takdir Rahmadi, dan Supandi, menghapus 8 poin kode etik hakim yang terdapat dalam poin 8 dan 10 SKB. Yakni, poin 8.1, 8.2, 8.3, dan 8.4. Demikian halnya yang terdapat di poin 10, yakni 10.1, 10.2, 10.3 dan 10.4. (wbs)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5239 seconds (0.1#10.140)