KUHP Tipiring harus diubah
A
A
A
Sindonews.com - Tindak Pidana Ringan (Tipiring) kerap terjadi. Namun, pelaku Tipiring seharusnya tidak perlu sampai menjalani proses yang berlarut-larut.
Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, mengatakan MA mengeluarkan Peraturan MA tentang penyelesaian batasan Tipiring dan jumlah denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Tumpa, peraturan MA merupakan respon lembaganya terhadap tindak pidana berskala ringan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
"MA merespon peristiwa yang terjadi di masyarakat kecil. Ada perkara kecil sampai berlarut-larut, sampai ada yang ditahan," kata Tumpa usai siaran pers buku biografinya, Pemukul Palu dari Delta Sungai Walanae, di MA, Jakarta Pusat, Rabu, (29/2/2012).
Tumpa berpendapat penyebab berlarut-larutnya penegakan hukum di pengadilan itu terjadi akibat KUHP tidak lagi memuat kategori Tipiring. Tumpa mengatakan KUHP masih memuat tipiring sebagai tindak pidana berkategori di bawah Rp250.
"Sendal jepit sekarang Rp1.000 atau Rp2.000. Padahal yang dikategorikan Tipiring di bawah Rp250," katanya.
Tumpa menyatakan MA sudah menunggu inisiatif dari DPR dan pemerintah merevisi KUHP terutama yang terkait Tipiring. "Tapi kita tunggu tidak ada. Akhirnya yang jadi korban pengadilan," katanya.
Dia menyambut baik Kementerian Hukum dan HAM mendukung Peraturan MA disahkan menjadi Undang-undang. "Kami senang sekali. Itu tujuan kami dorong pemerintah melakukan hal itu," ucapnya.
Tumpa menegaskan tindak pidana ringan tetap harus diproses di pengadilan. Namun, ia mengatakan pelaku Tipiring tidak boleh ditahan. "Tidak boleh berlarut-larut. Tipiring itu hanya ada hakim tunggal. Kalau perkara biasa hanya ada tuntutan dakwaan, dan lain-lain," katanya.(azh)
Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, mengatakan MA mengeluarkan Peraturan MA tentang penyelesaian batasan Tipiring dan jumlah denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Tumpa, peraturan MA merupakan respon lembaganya terhadap tindak pidana berskala ringan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
"MA merespon peristiwa yang terjadi di masyarakat kecil. Ada perkara kecil sampai berlarut-larut, sampai ada yang ditahan," kata Tumpa usai siaran pers buku biografinya, Pemukul Palu dari Delta Sungai Walanae, di MA, Jakarta Pusat, Rabu, (29/2/2012).
Tumpa berpendapat penyebab berlarut-larutnya penegakan hukum di pengadilan itu terjadi akibat KUHP tidak lagi memuat kategori Tipiring. Tumpa mengatakan KUHP masih memuat tipiring sebagai tindak pidana berkategori di bawah Rp250.
"Sendal jepit sekarang Rp1.000 atau Rp2.000. Padahal yang dikategorikan Tipiring di bawah Rp250," katanya.
Tumpa menyatakan MA sudah menunggu inisiatif dari DPR dan pemerintah merevisi KUHP terutama yang terkait Tipiring. "Tapi kita tunggu tidak ada. Akhirnya yang jadi korban pengadilan," katanya.
Dia menyambut baik Kementerian Hukum dan HAM mendukung Peraturan MA disahkan menjadi Undang-undang. "Kami senang sekali. Itu tujuan kami dorong pemerintah melakukan hal itu," ucapnya.
Tumpa menegaskan tindak pidana ringan tetap harus diproses di pengadilan. Namun, ia mengatakan pelaku Tipiring tidak boleh ditahan. "Tidak boleh berlarut-larut. Tipiring itu hanya ada hakim tunggal. Kalau perkara biasa hanya ada tuntutan dakwaan, dan lain-lain," katanya.(azh)
()