Harga BBM bersubsidi dilepas
A
A
A
Sindonews.com - Ancaman kenaikan harga minyak mentah dunia menggiring pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi segera.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah memberi isyarat untuk menyesuaikan harga ketimbang membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang kini mencapai USD120 per barel, pemerintah sulit memilih opsi lain selain kebijakan menaikkan harga sekaligus melepaskan diri dari penyanderaan subsidi BBM.
Selama ini, Presiden begitu berhati-hati bila menyinggung soal kenaikan harga BBM bersubsidi meski kalangan pengusaha yang biasanya sangat rentan terhadap kenaikan harga BBM telah memberi lampu hijau.
Presiden ketika menyampaikan pengantar pada sidang kabinet paripurna kemarin menyatakan sulit menghindari kenaikan harga BBM bersubsidi. Masalahnya sekarang bagaimana mengatasi dampaknya terhadap masyarakat miskin? Berbagai opsi sudah dilemparkan Presiden, di antaranya lewat bantuan langsung terhadap masyarakat yang tidak mampu.
Selain itu, SBY meminta semua pihak turut berpartisipasi menekan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi,mulai dari lembaga pemerintah dan nonpemerintah, tak terkecuali perusahaan swasta lewat corporate social responsbility (CSR).
“Pengeluaran kementerian yang bisa ditunda, ya ditunda. Harus fokus membantu masyarakat miskin,” tegasnya.
Menandai awal pekan ini, harga minyak mentah dunia telah menembus rekor tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Para analis minyak dunia meyakini ada tiga hal yang mendongkrak harga tersebut. Pertama, rencana Pemerintah Iran menghentikan ekspor minyak ke Prancis dan Inggris. Langkah Iran tersebut sebagai respons terhadap rencana larangan impor minyak Iran berlaku penuh di Uni Eropa.
Kedua, upaya kesepakatan pemberian bailout kepada Yunani yang diperkirakan segera tercapai. Ketiga, penurunan giro wajib minimum perbankan di China yang berdampak pada longgarnya likuiditas di Negara Tirai Bambu itu. Bagi masyarakat, harga minyak mentah dunia yang terus meroket itu tidak penting.
Sekarang yang ditunggu-tunggu adalah kebijakan seputar besaran kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebagaimana wacana yang beredar selama ini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi yang ideal berkisar pada Rp500 hingga Rp1.500 per liter.
Selain pertimbangan soal besaran kenaikan harga,pemerintah juga harus menegaskan soal rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang dipatok pada 1 April mendatang. Kita berharap, kebijakan kenaikan harga BBM dan TDL tidak dilakukan serentak. Terlepas dari berapa harga ideal kenaikan BBM bersubsidi, ternyata Indonesia kini tercatat sebagai pengimpor BBM terbesar di dunia. Sebagaimana dipaparkan pengamat ekonomi Faisal Basri, nilai impor BBM tercatat sebesar USD28 miliar pada tahun lalu.
Menurut calon gubernur DKI Jakarta dari jalur independen tersebut, kondisi itu sangat memprihatinkan sehingga tidak ada alasan pemerintah untuk tidak menaikkan harga untuk menekan subsidi BBM yang sudah tidak waras lagi. Celakanya, produksi minyak (lifting) Indonesia semakin jauh dari target yang dipatok pemerintah, bahkan selalu terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku “kecut” bila menyinggung soal produksi minyak.
Saat ini, produksi minyak terus digenjot, tetapi untuk mencapai angka produksi sebesar 1 juta barel per hari masih sulit untuk direalisasi dalam waktu dekat. Karena itu, kita berharap, pemerintah berkonsentrasi penuh merumuskan kenaikan harga BBM bersubsidi yang wajar guna menghindari gejolak di tengah masyarakat.(azh)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah memberi isyarat untuk menyesuaikan harga ketimbang membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang kini mencapai USD120 per barel, pemerintah sulit memilih opsi lain selain kebijakan menaikkan harga sekaligus melepaskan diri dari penyanderaan subsidi BBM.
Selama ini, Presiden begitu berhati-hati bila menyinggung soal kenaikan harga BBM bersubsidi meski kalangan pengusaha yang biasanya sangat rentan terhadap kenaikan harga BBM telah memberi lampu hijau.
Presiden ketika menyampaikan pengantar pada sidang kabinet paripurna kemarin menyatakan sulit menghindari kenaikan harga BBM bersubsidi. Masalahnya sekarang bagaimana mengatasi dampaknya terhadap masyarakat miskin? Berbagai opsi sudah dilemparkan Presiden, di antaranya lewat bantuan langsung terhadap masyarakat yang tidak mampu.
Selain itu, SBY meminta semua pihak turut berpartisipasi menekan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi,mulai dari lembaga pemerintah dan nonpemerintah, tak terkecuali perusahaan swasta lewat corporate social responsbility (CSR).
“Pengeluaran kementerian yang bisa ditunda, ya ditunda. Harus fokus membantu masyarakat miskin,” tegasnya.
Menandai awal pekan ini, harga minyak mentah dunia telah menembus rekor tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Para analis minyak dunia meyakini ada tiga hal yang mendongkrak harga tersebut. Pertama, rencana Pemerintah Iran menghentikan ekspor minyak ke Prancis dan Inggris. Langkah Iran tersebut sebagai respons terhadap rencana larangan impor minyak Iran berlaku penuh di Uni Eropa.
Kedua, upaya kesepakatan pemberian bailout kepada Yunani yang diperkirakan segera tercapai. Ketiga, penurunan giro wajib minimum perbankan di China yang berdampak pada longgarnya likuiditas di Negara Tirai Bambu itu. Bagi masyarakat, harga minyak mentah dunia yang terus meroket itu tidak penting.
Sekarang yang ditunggu-tunggu adalah kebijakan seputar besaran kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebagaimana wacana yang beredar selama ini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi yang ideal berkisar pada Rp500 hingga Rp1.500 per liter.
Selain pertimbangan soal besaran kenaikan harga,pemerintah juga harus menegaskan soal rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang dipatok pada 1 April mendatang. Kita berharap, kebijakan kenaikan harga BBM dan TDL tidak dilakukan serentak. Terlepas dari berapa harga ideal kenaikan BBM bersubsidi, ternyata Indonesia kini tercatat sebagai pengimpor BBM terbesar di dunia. Sebagaimana dipaparkan pengamat ekonomi Faisal Basri, nilai impor BBM tercatat sebesar USD28 miliar pada tahun lalu.
Menurut calon gubernur DKI Jakarta dari jalur independen tersebut, kondisi itu sangat memprihatinkan sehingga tidak ada alasan pemerintah untuk tidak menaikkan harga untuk menekan subsidi BBM yang sudah tidak waras lagi. Celakanya, produksi minyak (lifting) Indonesia semakin jauh dari target yang dipatok pemerintah, bahkan selalu terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku “kecut” bila menyinggung soal produksi minyak.
Saat ini, produksi minyak terus digenjot, tetapi untuk mencapai angka produksi sebesar 1 juta barel per hari masih sulit untuk direalisasi dalam waktu dekat. Karena itu, kita berharap, pemerintah berkonsentrasi penuh merumuskan kenaikan harga BBM bersubsidi yang wajar guna menghindari gejolak di tengah masyarakat.(azh)
()