Sanksi dana kampanye perlu dipertegas
A
A
A
Sindonews.com – Sebagian partai politik (parpol) setuju pembatasan dana kampanye diatur dalam RUU Pemilu. Namun, pengaturan itu dinilai sia-sia bila tidak diikuti dengan pengawasan dan penindakan.
Untuk itu, DPR perlu mengatur secara tegas dan terperinci mengenai pelanggaran terhadap dana kampanye pemilu.
“Selama ini pelanggaran terhadap dana kampanye tidak pernah diusut. Nanti akan sia-sia pengaturannya kalau tidak dilengkapi mekanisme pengawasan dan penindakannya,” kata peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muridan Widjojo saat dihubungi di Jakarta, Selasa 21 Februari 2012.
Muridan mengatakan, berbagai usulan parpol mengenai batasan dana kampanye, seperti pembatasan setiap daerah pemilihan (dapil) dan besaran nominalnya, mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Sebab, problem yang sebenarnya terletak pada pelaksanaan dan pengawasannya. Itulah sebabnya,RUU Pemilu perlu mengatur mekanismenya. Menurut dia, DPR mesti mengantisipasi persoalan itu. Sebab, pengalaman pemilu tahun lalu, tidak sedikit pelanggaran pemilu dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, kerap dipertanyakan imparsialitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan netralitas Pengawas Pemilu (Panwaslu).
“Itu harus diantisipasi betul, terutama pelanggaran pidana dan administrasi,” ujar Muridan.
Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengusulkan, besaran dana kampanye untuk parpol maksimal Rp250 juta, calon anggota DPR Rp100 juta, calon anggota DPRD provinsi Rp50 juta, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota 25 juta. Hal itu berlaku bila nanti disepakati sistem pemilu dengan proporsional daftar terbuka. Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin mengusulkan, pengeluaran dana kampanye setiap calon anggota legislatif (caleg) berkisar Rp500 juta-Rp1 miliar. Dana sebanyak itu nantinya dikonversi dalam bentuk biaya kampanye dan atribut.
“Kami setuju dengan pembatasan dana kampanye agar tidak terjadi saling jorjoran dalam membelanjakan atribut kampanye. Juga lebih memberikan pendidikan politik untuk pemilih dan meminimalkan money politics,” ungkap Nurul.(azh)
Untuk itu, DPR perlu mengatur secara tegas dan terperinci mengenai pelanggaran terhadap dana kampanye pemilu.
“Selama ini pelanggaran terhadap dana kampanye tidak pernah diusut. Nanti akan sia-sia pengaturannya kalau tidak dilengkapi mekanisme pengawasan dan penindakannya,” kata peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muridan Widjojo saat dihubungi di Jakarta, Selasa 21 Februari 2012.
Muridan mengatakan, berbagai usulan parpol mengenai batasan dana kampanye, seperti pembatasan setiap daerah pemilihan (dapil) dan besaran nominalnya, mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Sebab, problem yang sebenarnya terletak pada pelaksanaan dan pengawasannya. Itulah sebabnya,RUU Pemilu perlu mengatur mekanismenya. Menurut dia, DPR mesti mengantisipasi persoalan itu. Sebab, pengalaman pemilu tahun lalu, tidak sedikit pelanggaran pemilu dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, kerap dipertanyakan imparsialitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan netralitas Pengawas Pemilu (Panwaslu).
“Itu harus diantisipasi betul, terutama pelanggaran pidana dan administrasi,” ujar Muridan.
Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengusulkan, besaran dana kampanye untuk parpol maksimal Rp250 juta, calon anggota DPR Rp100 juta, calon anggota DPRD provinsi Rp50 juta, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota 25 juta. Hal itu berlaku bila nanti disepakati sistem pemilu dengan proporsional daftar terbuka. Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin mengusulkan, pengeluaran dana kampanye setiap calon anggota legislatif (caleg) berkisar Rp500 juta-Rp1 miliar. Dana sebanyak itu nantinya dikonversi dalam bentuk biaya kampanye dan atribut.
“Kami setuju dengan pembatasan dana kampanye agar tidak terjadi saling jorjoran dalam membelanjakan atribut kampanye. Juga lebih memberikan pendidikan politik untuk pemilih dan meminimalkan money politics,” ungkap Nurul.(azh)
()